Tetap Mengabdi meski Sering ‘Dijailin’
Berbincang dengan Suhadai, Petugas Kamar Mayat RSUDGJ Tidak banyak orang yang berani melakoni pekerjaan ini. Apalagi bersentuhan dengan benda-benda seperti kain kafan, peti jenazah dan keranda. Bahkan benda-benda itu bisa saja membuat bulu kuduk sebagian orang berdiri. Mike Dwi Setiawati, Cirebon TAK terlihat beban sedikit pun di pundak lelaki itu. Saat Radar Cirebon menyambanginya, ia pun menyambut dengan wajah penuh senyum. \'Lawan rasa takut dan junjung tinggi moral serta etika kemanusiaan\'. Inilah prinsip yang selalu diyakini, dipegang dan dijalani Suhadai, Koordinator di Kamar Mayat RSUD Gunung Jati Cirebon. Di sela-sela menjalani tugasnya, Suhadai bercerita awal ia berprofesi sebagai petugas kamar mayat. Suhadai melakoni tugasnya sebagai tim forensik kamar mayat RSUD Gunung Jati ini sejak tahun 1993. Sebelum ditempatkan di tim forensik, ia lebih dulu menjadi staf pengawasan kebersihan sejak tahun 1986. Pertama kali ditugaskan, Suhadai hanya menerima gaji Rp17.500. Ia baru diangkat dari pekerjaannya pada 2007. Suka, duka dan beragam pengalaman sudah dirasakan pria 48 tahun itu. \"Awalnya gak ada niatan jadi petugas kamar mayat. Tapi karena sudah ditugaskan, saya terima dan harus tanggung jawab. Kebetulan paman saya juga kepala kamar mayat waktu itu pensiun dan harus ada regenerasi,\" cerita pria yang bercita-cita menjadi ABRI itu. Tak ada bekal atau ilmu yang Suhadai pelajari untuk menjadi seorang petugas kamar mayat. Ia belajar otodidak. Modalnya hanya pasrah dan menerima. Ada satu hal yang membuat Suhadai bertahan menjalani profesinya. \"Kita juga sama akan mengalami kematian, jadi tak ada rasa takut. Cuma memang kadang jijik dengan kondisi jenazah yang macam-macam,\" ungkapnya. Setiap hari, Suhadai bertugas mulai pukul 14.00 hingga dini hari. Namun, bagi Suhadai, tak ada jam kerja. Kapan pun ia siap menerima dan mengurusi jasad-jasad yang masuk ke kamar mayat. Beragam pengalaman dirasakan Suhadai. Tak jarang, ia sering \'dijailin\'. Misalnya, saat Suhadai tidur, ia seperti dibangunkan oleh seseorang. Ada juga pengalaman saat akan kedatangan jenazah pasti selalu ada \'tanda\'. \"Kadang lagi tidur ada yang nepak-nepak. Terus kalau mau ada jenazah yang datang, kuping sering berdengung atau ada yang sentil-sentil. Kalau suara-suara atau wujud udah biasa. Tapi saya percaya, itu semua bukan arwah manusia yang meninggal. Hanya setan yang jail, karena setan itu sifat,\" beber pria yang tinggal di Desa Karangreja, Suranenggala, Kabupaten Cirebon. Kuat melihat dan menghadapi berbagai kondisi jasad yang masuk, Suhadai mengaku sering terenyuh saat melihat keluarga korban bersedih, menangis bahkan meratapi jasad sanak-familinya di hadapan. \"Suka kasihan aja kalau ngeliat orang menangis, ya sebisa mungkin saya hanya bisa menabahkan dan mendoakan, agar jasad keluarga mereka diterima di sisi Yang Maha Kuasa,\" tambahnya. Ditanya apakah dirinya akan berganti profesi jika ada peluang, dengan yakin Suhadai mengatakan tidak akan berganti profesi. Termasuk dengan tawaran nominal penghasilan yang lebih besar. Meski, Suhadai sendiri mengakui dirinya tidak hidup dalam kemewahan. Namun, uang bukanlah segalanya yang membuat ia bisa berganti pekerjaan. \"Jadi pekerjaan ini tidak bisa diukur dari sisi nominal saja. Ini ada pengabdian, kepedulian, ibadah, hingga mengingatkan diri kita sendiri akan kematian. Banyak pekerjaan yang lebih menjanjikan secara nominal di luar sana,\" tuturnya. Bagi Suhadai, selama masih dipercaya dan dibutuhkan, dirinya akan tetap menjalani profesinya saat ini dan tidak ingin berpaling. Suhadai menganggap, profesinya ini memberikan kesempatan dirinya untuk bekerja sekaligus beribadah dalam waktu bersamaan. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: