BPJS Jangan Selalu Jadi Kambing Hitam
KUNINGAN – Munculnya keluhan pasien pemegang kartu BPJS terhadap pelayanan yang diberikan rumah sakit, mestinya tidak mengkambinghitamkan BPJS. Sebab, lembaga tersebut hanya sebagai pelaksana regulasi yang dibuat pemerintah, seperti UU, Permenkes atau regulasi lainnya. Hal itu diungkapkan Kepala Operasional BPJS Kesehatan Kabupaten Kuningan, Rudi Suksmawan. Dia mengakui, ada kriteria penyakit yang mendapatkan jaminan BPJS. Salah satunya kasus penyakit yang masuk kategori kegawatdaruratan. Dikatakan, dokter di rumah sakit yang menentukan apakah itu masuk kegawatdaruratan atau tidak, dengan menuliskan pernyataan. “Kriteria kasus yang masuk kegawatdaruratan itu, mengacu pada Permenkes Nomor 416 tahun 2011. Dilihat dari tahunnya, 2011, regulasi tersebut sudah diberlakukan jauh sebelum BPJS itu ada,” jelasnya saat ditemui Radar di ruang kerjanya, kemarin (23/10). Sistem rujukan berjenjang pun, lanjut Rudi, mengacu pada aturan Kemenkes RI. Termasuk mengenai pulang paksa atau berobat atas permintaan sendiri yang tidak akan mendapatkan jaminan BPJS. Semuanya itu diatur oleh peraturan pusat yakni Perpres 111/2013. “Edukasi ke masyarakat harus terus berjalan. Yang jelas dasar kita itu Permenkes,” ujarnya. Untuk poli di rumah sakit, imbuh dia, klaim berdasarkan kasus yang diajukan. Verifikasi dilakukan terlebih dulu, baru kemudian dibayar. Pembayarannya, kata Rudi, dilakukan secara sekaligus ke rumah sakit, tidak dipecah per poli atau per dokter. Setelah BPJS membayar klaim, selanjutnya jadi kewenangan manejemen rumah sakit. “Pembayarannya gelondongan tiap bulan, tidak dipecah-pecah. Ke puskesmas juga kita bayar dana kapitasi secara gelondongan, yang nanti dibagi 60-40 untuk jasa medis dan obat. Jadi untuk besaran jasa medis itu menjadi wewenang manajemen rumah sakit,” terang Rudi meluruskan kabar kecilnya jasa medis untuk tindakan kepada pasien BPJS. Dia membantah jika jasa medis kecil yang berdampak pada pelayanan yang diberikan kepada pasien. Justru, Rudi menyebutkan, dana klaim yang digelontorkan ke rumah sakit mencapai miliaran Rupiah per bulan. Beda dengan zaman Askes dulu, yang hanya ratusan juta Rupiah. “Tarif rumah sakit juga yang menentukan itu Kemenkes RI. Kita hanya pelaksana regulasi. Tarif rumah sakit di Jawa-Bali, berbeda dengan wilayah lain. Selain itu, sistem BPJS ini pun berlaku subsidi silang, tidak melihat kasus per kasus, melainkan secara global,” sebutnya. (ded)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: