Yuk Beralih ke Organik

Yuk Beralih ke Organik

Permintaan Beras Organik Tembus 720 Ton/Tahun Kesadaran masyarakat untuk mengonsumsi beras organik, membuat petani di Indramayu yang memiliki demplot pertanian organik mulai kesulitan memenuhi permintaan pasar. Oleh sebab itu, kelompok tani organik berupaya merangkul petani lainnya untuk mengikuti jejak mereka. PERMINTAAN beras organik meningkat hingga 60 ton per bulan. Hal ini merupakan pertanda baik, karena segmen pasar organik terus bertumbuh. Bahkan di banyak supermarket telah dijual beras organik yang harganya lebih tinggi daripada beras biasa. “Kami harus merangkul kelompok tani lain untuk membuat demplot-demplot pertanian organik. Kalau tidak begitu, permintaan pasar tidak bisa direspons dengan baik,” ujar Ketua Revolusi Petani Organik Dharma Kencana, Kecamatan Jatibarang, Ayi Sumarna SP. Diungkapkan dia, semakin banyaknya permintaan beras organik hingga 60 ton/bulan, merupakan indikasi semakin banyak masyarakat yang mengerti pentingnya menjaga kesehatan. Dari sisi kesehatan, beras organik lebih unggul karena dari mulai pemupukan hingga perawatan tidak menggunakan bahan kimia. Sehingga, beras organik sama sekali tidak memiliki jejak bahan kimawi dan sangat aman dikonsumsi. Untuk memenuhi permintaan pasar sampai 60 ton/bulan, pihaknya sudah menyiapkan beberapa cara, salah satunya membuat demplot-demplot pupuk organik di setiap kecamatan dan terus menyosiaslisasikan manfaat bagi tanah dan padi dengan penggunaan pupuk organik ke setiap kelompok tani dan gabungan kelompok tani. “Banyak kelebihan mengolah lahan dengan menggunakan pupuk organik. Bukan hanya dapat menyuburkan tanah, melainkan tanaman padi juga bisa lebih tahan hama dan penyakit. Hasil gabah semakin berisi, butiran beras lebih besar. Yang terpenting lebih sehat untuk di konsumsi, karena tidak memakai pupuk kimia,” beber dia. Kepala Balai Pelatihan Pertanian (BPP) Kecamatan Jatibarang, Suparman menambahkan, adanya kelompok petani yang beralih ke organik menandakan mereka mulai pintar dan membaca peluang usaha. Petani tidak mengolah lahan mengandalkan pupuk kimia yang cenderung merusak lahan. Tentunya, BPP sangat mendukung hal ini dan akan ikut berperan menyosialisasikan petanian organik ke petani yang berada di wilayah kerjanya. “Dengan permintaan pasar yang meningkat pada beras organik sampai 60 ton/bulan atau 720 ton pertahun, ini menjadi nilai plus sendiri bagi kami sebagai aktivis revolusi petani organik. Berarti masyarakat mulai memikirkan asupan makanan yang akan dikonsumsinya,” beber dia. Suparman berharap, peningkatan konsumsi beras organik oleh masyarakat dapat direspons dengan baik oleh petani, baik petani organik maupun petani nonorganik. Petani yang sudah mengolah lahannya menjadi lahan petanian organik tentu harus meningkatkan kapasitas produksinya. Sementara petani yang belum beralih ke organik, diharapkan untuk segera bergabung karena peluang usaha sektor pertanian organik sangat bagus ke depan. Pengembangan beras organik sebagai produk konsumsi masyarakat terus didorong Kementerian Pertanian. Baru-baru ini Menteri Pertanian Amran Sulaiman menegaskan pemerintah hendak mengembangkan beras organik untuk berbagai tujuan. Di antaranya mendorong tingkat konsumsi di Merauke serta memenuhi pasar Eropa dan Amerika. “Beras organik kita bantu di Merauke sebanyak 1 juta ton, itu bisa menopang Nusa Tenggara. Sementara sasaran jangka panjangnya ekspor ke Eropa dan Amerika, karena permintaan dari dua negara itu sangat tinggi,” kata Amran, kepada JPNN (Jawa Pos News Network). Beras organik memang tercatat memiliki nilai ekonomi tinggi. Di pasaran, beras organik mencapai harga sekitar Rp30 ribu per kilogram. Hal tersebut sangat berbeda jauh dengan beras non organik yang hanya mencapai harga Rp6.000–8.500 per kilogram. “Padahal capeknya petani sama, mengeluarkan keringatnya sama, dan masa menunggu panennya sama, tapi hasil jualnya beda,” tegas Amran. Ia pun menyatakan pemerintah telah mendorong berbagai pihak mengembangkan varietas baru, sehingga berbagai macam hasil pertanian organik Indonesia dapat terus berkembang. Untuk mewujudkan hal itu, Kementan telah membuat beberapa rencana. Selain mendorong pihak universitas mencari varietas baru, penyuluhan pertanian untuk petani pun digalakkan oleh berbagai pihak. (oni)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: