Pertanyakan Penundaan Dua Raperda
Gabungan Ormas dan LSM Ontrog Pansus III DPRD KUNINGAN – Penundaan pengesahan Raperda RDTR (Rencana Detil Tata Ruang) dan Zonasi Kawasan Perkotaan Kuningan, Cilimus, Kadugede, Ciawigebang dan Luragung, disikapi oleh para aktivis yang mengatasnamakan Fakta (Forum Aktivitas Kuningan). Forum yang merupakan gabungan ormas dan LSM di Kota Kuda tersebut mendesak agar Panitia Khusus (Pansus) III DPRD melakukan pembahasan terhadap Raperda (Rancangan Peraturan Daerah) tersebut secara mendalam. Desakan itu terungkap dalam audiensi yang dilakukan Fakta di ruang Banggar DPRD, kemarin (10/11). Kehadiran mereka diterima oleh jajaran Pansus III yang diketuai H Nunung Sanuhri. Tampak hadir pula sejumlah pejabat dari SKPD terkait, salah satunya Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) Kuningan. “Audiensi ini kami laksanakan sebagai bukti keseriusan kami dalam menyikapi pentingnya sektor pertanian, terutama dalam menjaga dan mempertahankan lahan produktif sebagai alat produksi untuk memenuhi kecukupan pangan,” terang Koordinator Fakta, Nana Rusdiana SIP. Menurut dia, Raperda RDTR ini sangat erat kaitannya dengan persoalan penataan dan pemanfaatan lahan. Sehingga seharusnya, Raperda itu dibuat bukan hanya mempertimbangkan perkembangan kawasan perkotaan kaitan dengan kebutuhan kawasan investasi. Tapi juga perlu memperhatikan kebutuhan lahan untuk pertanian. “Karena sektor pertanian ini masuk ke dalam salah satu dari 9 prioritas pusat dengan Nawacitanya,” ujarnya. Dalam audiensi itu, Fakta juga mempertanyakan dan mendesak Perda Perlindungan LP2B (Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan) agar bisa dilaksanakan. Selain itu, meminta Perda RTWR supaya direvisi karena sudah tidak sesuai dengan situasi dan kondisi kaitan dengan kebutuhan lahan. Nana Rusdiana mempertanyakan banyaknya alihfungsi lahan, terutama yang digunakan untuk kepentingan bisnis property. Dia mencontohkan di daerah Cigadung yang menurutnya tergolong lahan pertanian produktif. “Pemanfaatan lahan untuk kepentingan umum itu sudah diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2011 bahwa ada pembatasan. Kecuali untuk bendungan, waduk, saluran irigasi, jalan, terminal dan perkantoran. Tidak ada bunyi dari aturan tersebut diperuntukkan bagi perumahan,” kata Nana. Ditegaskannya, sektor pertanian sangat penting. Sebab penyusutan lahan pertanian hampir mencapai 100 hektare tiap tahun. Sementara ketersediaan lahan pertanian di Kuningan hanya seluas 28 ribu hektare. Padahal kebutuhan produksi lahan pertanian dibandingkan dengan jumlah penduduk, berkisar antara 21 ribu sampai 23 ribu hektare. “Kami juga pertanyakan kenapa Raperda RDTR ini dibatasi hanya untuk mengatur wilayah perkotaan semata. Padahal aturan itu dibuat seharusnya untuk mencakup individu di seluruh wilayah. Dengan begitu, tidak berlebihan kiranya apabila kami anggap sebagai bentuk diskriminasi,” ungkapnya. Pernyataan Nana itu didasarkan pada UU Nomor 32/2004 tentang Pemda. Sedangkan Perda itu dibuat, menurut dia, tidak boleh bertentangan dengan peraturan lebih tinggi dan juga bertentangan dengan kepentingan umum. Usulan Fakta langsung direspons oleh Pansus III. Bahkan salah seorang personil pansus tersebut mengusulkan agar pembahasan lanjutan Raperda RDTR melibatkan para aktivis yang tergabung dalam Fakta. (ded)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: