Suta Gugat Panitia ke PTUN

Suta Gugat Panitia ke PTUN

Pertanyakan Daftar Pemilih Tambahan Pilkades Pajambon KUNINGAN - Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak yang digelar di 83 desa di Kabupaten Kuningan sudah usai hari Minggu lalu (8/11). Hasilnya, sejumlah desa memiliki kepala desa baru hasil Pilkades. Seperti Desa Pajambon Kecamatan Kramatmulya. Di desa ini ada tiga calon yang bersaing, yakni Suta, Nani dan Asari. Dari total hak pilih di Desa Pajambon sebanyak 1.784, Nani akhirnya berhasil menjadi pemenang dengan raihan 749 suara, disusul Suta meraih 399 dan Asari di posisi ketiga yakni 178 suara. Hanya saja, salah seorang Calon Kades Pajambon, Suta, mempersoalkan kinerja panitia Pilkades. Menurut Suta, banyak kejanggalan yang membuat perolehan suaranya turun drastis dan tidak sesuai dengan perkiraan. Salah satunya yakni daftar pemilih tambahan yang diberikan panitia kepada dirinya di malam hari pencoblosan atau hari H sekitar pukul 23.00. Seharusnya, daftar pemilih tambahan itu diberikan jauh-jauh hari agar para calon bisa melakukan kroscek ke lapangan, dan tidak di malam pemilihan. Ditambah lagi tidak ada berita acara penyerahan yang ditandatangani para calon, termasuk dirinya. “Dalam daftar pemilih tambahan itu, tercatat sebanyak 163 orang. Kemudian yang membuat saya dan tim ragu, di daftar pemilih tambahan itu banyak nama pemilih yang tidak dituliskan tanggal dan tahun kelahirannya. Malah ada yang hanya ditulis tangan saja. Ini membuat saya berpikir, kok tidak ada tanggal dan tahun kelahiran? Apakah mereka yang namanya tercantum tapi tidak dituliskan tanggal dan tahun kelahirannya itu sudah memiliki kartu tanda pengenal (KTP), atau jangan-jangan malah usianya belum memenuhi syarat. Kalau memang memegang KTP, kenapa tanggal dan tahun kelahirannya tidak ditulis?” sergah Suta kepada Radar, kemarin, seraya memperlihatkan berkas daftar pemilih tambahan Pilkades. Selain mempersoalkan daftar pemilih tambahan, Suta juga menpertanyakan pencetakan kertas suara yang dianggapnya tidak memperhitungkan jumlah pemilih yang ada di desanya. Berdasarkan kesepakatan sebelumnya, panitia mencetak kertas suara sebanyak 2.000, atau menggenapkannya dari total hak pilih sebanyak 1.784. Itu berarti, kertas suara cadangan hanya tersisa 16 lembar. Padahal idealnya, kata Suta, panitia mencetak kertas suara dengan kelebihan 10 persen dari keseluruan hak pilih. Ini sebagai antisipasi jika masyarakat menggunakan semua hak pilihnya. “Jika saja semua pemilih datang ke TPS, lantas bagaiamana dengan pemilih tambahan? Berarti kertas suara habis, dan tidak cukup untuk memenuhi pemilih tambahan yang jumlahnya 163 orang. Lalu mau menggunakan kertas suara apa untuk mencoblos? Itu pernah saya tanyakan kepada panitia. Jawaban panitia, kertas suara katanya bisa difotocopy atau discan. Mendengar jawaban itu, saya jadi bingung sendiri,” paparnya. Terkait hal ini, Suta berencana membawa masalah ini ke jalur hukum, yaitu mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). “Bersama pengacara, saya berencana membawa permasalahan ini melalui jalur hukum. Saat ini pengacara saya sedang mengumpulkan data-data baru. Jika semuanya sudah terkumpul, saya akan secepatnya mengajukan gugatan ke PTUN. Ini saya lakukan untuk mencari keadilan. Bukan karena saya kalah di Pilkades, melainkan ingin memberikan pembelajaran politik,” tegas dia. Saat dikonfirmasi Radar, Kabid Pemdes BPMD Kuningan, H Ahmad Faruk SSos MSi menyatakan, tidak ada kesalahan yang dilakukan panitia terkait berkas daftar pemilih tambahan yang diserahkan malam hari H kepada para calon. “Tidak ada aturan yang dilanggar oleh panitia. Daftar pemilih tambahan itu untuk mengakomodir warga yang belum tercantum dalam daftar pemilih tetap (DPT), sementara mereka mengantongi KTP setempat. Seperti warga yang merantau dan baru pulang satu menjelang pencoblosan. Dan juga tidak harus dilakukan berita acara yang ditandatangani para calon,” jawab Faruk. Dia juga menjelaskan soal tidak tercantumnya tanggal dan tahun kelahiran pemilih di daftar pemilih tambahan. “Hal itu terjadi karena disebabkan adanya pemilih pemula. Misalnya, mereka sudah berusia 17 tahun saat Pilkades dilaksanakan, namun belum mendapatkan KTP. Ini yang disebut masa krisis. Untuk pengecekannya usia, biasanya dibuktikan dengan surat keterangan resmi yang lain atau keterangan dari orang tua yang bersangkutan. Karena itu, tidak ada yang dilanggar oleh panitia dalam masalah ini,” katanya. (ags)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: