42 Hektare Terancam Gagal Panen
Tidak ada Puso, Triastami Klaim Keberhasilan Pertanian KUNINGAN - Musim kemarau tahun 2015 tidak memberikan dampak terlalu buruk bagi pertanian di Kabupaten Kuningan. Tidak ada puso atau gagal panen. Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan (DP3) Kuningan hanya mencatat ada sekitar 42 hektare lahan pertanian terancam gagal panen. “Kemarau tahun ini, hanya 42 hektare terancam gagal panen. Tidak ada puso. Kalau kemarau tahun lalu, puso saja kan sampai 170 hektare. Alhamdulillah, kerugian petani berhasil kita tekan secara signifikan,” ungkap Kepala DP3 Kuningan, Ir Hj Triastami di kantornya, Jumat (13/11). Namun, 42 hektare itu, lanjutnya, bersifat terancam gagal panen. Atau masih bisa dipanen. Meskipun produksi panennya hilang hingga rata-rata terberat 50 persen. Ada pula yang hilang hanya sampai 30 persen. Kondisi itu, banyak terjadi di lahan pertanian Kuningan utara, seperti Kecamatan Cigandamekar dan Pancalang. Kuningan timurnya di Kecamatan Luragung, Cibingbin dan Cibeureum. Adapun Kuningan barat dan Kuningan selatan nyaris tidak ada. Hanya ada sedikit di Kecamatan Cilebak. Angka 42 hektare terancam itu pun, terang Triastami, berada di lahan berstatus tadah hujan. Artinya, berada di lahan yang jauh dari akses pengairan. “Kalau lahan irigasi, meskipun kemarau, hingga sekarang tidak ada masalah,” imbuh Triastami. Dia bersyukur, petani kini sudah mulai sadar tentang iklim. Mereka pun sudah mulai bisa belajar iklim. Pembelajaran penghitungan iklim sendiri, diakui dia, memang ada di Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) yang dibentuknya, meski pembelajarannya di SLPTT masih relatif sedikit. Pembelajaran iklim secara penuh ada di Sekolah Lapang (SL) iklim. Petani harus menjadi sahabat iklim. “Kalau kemarau cocoknya kan ke palawija, kalau hujan ke padi. Kalau begitu, apapun iklimnya tentu selalu menjadi sahabat petani. Dulu petani banyak gambling, untung-untungan. Jelang musim kemarau masih banyak menanam padi. Akibatnya gagal panen,” ungkap Triastami. Ini semua berkat SL-SL yang dibentuknya di setiap kelompok petani. Ditegaskan bahwa pertanian itu tidak bisa instan. Membuat petani sadar butuh waktu cukup panjang. Sebab, petani terbagi dalam beberapa jenis. Ada petani pemula, lanjut, madya dan petani utama. “Yang rumit itu di kalangan petani pemula,” sebut dia. Namun pastinya, tahun ini bisa dibilang tidak ada kekeringan. “Awalnya saya sendiri khawatir, Oktober tidak ada hujan. Tapi alhamdulillah akhirnya ada hujan,” pungkasnya. (tat)\\
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: