Seribu Angklung Meriahkan Festival Linggarjati

Seribu Angklung Meriahkan Festival Linggarjati

CILIMUS – Suasana halaman gedung naskah Linggarjati, Kecamatan Cilimus, kemarin (14/11), mendadak ramai oleh kehadiran ribuan pelajar dari berbagai sekolah sembari tangannya menenteng anklung. Tak lama kemudian terdengar suara angklung bergemuruh saat peringatan Angklung Day di Festival Linggarjati yang dilaksanakan di halaman gedung bersejarah tersebut. Alat musik berbahan dari bambu ini bergemuruh saat digoyangkan oleh ribuan peserta mulai TK, SD, SMP, SMA dan mahasiswa. Mereka menggoyangkan angklung sesuai dengan instruksi dari pemandu angklung. Seluruh peserta yang kebanyakan anak sekolah ini, tampak bersemangat mengayunkan dan menggoyangkan angklungnya dengan beberapa nada lagu. Salah satunya dengan membawakan lagu dari artis band terkenal yaitu Coklat dengan judul Bendera, Gebyar-gebyar serta lagu-lagu lainnya termasuk juga lagu pop Indonesia. Bisa dikatakan, inilah konser angklung terbesar yang pernah digelar di halaman gedung perundingan Linggarjati. Bukan hanya itu, setiap tamu undangan yang datang, panitia memberikan satu buah angklung sebagai kenang-kenangan. Festival Linggarjati yang digelar oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Kuningan ini merupakan peringatan HUT ke 69 perundingan Linggarjati sekaligus memperingati Angklung Day, tepatnya tanggal 16 November mendatang. “Pada peringatan perundingan Linggarjati, kita ingin memperingatkan semuua masyarakat Indonesia, bahwa dari sinilah perjuangan diplomasi dimulai. Dan dari sinilah diakuinya Indonesia merdeka, yaitu melalui perundingan Linggarjati,” kata Kadisparbud, Drs Teddy Suminar MSi yang mengenakan ikat kepala khas Sunda tersebut. Teddy juga menjelaskan, jika sejarah angklung di Kabupaten Kuningan yaitu angklung pentatonis kali pertama dikenalkan oleh Jaya, Kuwu Citangtu saat itu. Dalam perjalanannya, angklung pentatonis kemudin membuat Daeng Sutisna tertarik untuk mengembangkannya. Daeng Sutisna lalu mengubah angklung pentatonis menjadi diatonis. Agklung diatonis ini pertama kali diperkenalkan oleh Daeng Sutisna kepada para peserta Perundingan Linggarjati pada waktu itu. “Angklung day pada tanggal 16 November ini yaitu bahwa angklung saat ini sudah ditetapkan sebagai warisan tak ternilai harganya oleh UNESCO. Kabupaten Kuningan sebagai cikal bakal adanya angklung diatonis harus terus menggelorakan semangat angklung dan melestarikan sebagai budaya. Untuk itulah kami konsen dalam memasyarakatkan angklung, termasuk dalam konser seribu angklung ini,” tutur Teddy. Selain konser seribu angklung, sambung dia, Festival Linggarjati yang berlangsung selama dua hari yakni Sabtu dan Minggu, juga dimeriahkan dengan ekspedisi Hijet Club Kuningan (HCK), sepeda santai serta kegiatan lainnya. Berbeda dengan festival sebelumnya, kali ini Disparbud mengusung tagline Linggarjati Gelis atau generasi lintas sejarah. “Alhamdulillah respons dari peserta juga sangat luar biasa. Sejak pagi mereka sudah hadir di lokasi konser. Saya kira Festival Linggarjati ini bisa dijual ke wisatawan agar datang ke Kabupaten Kuningan,” ujar Teddy. Dia menambahkan, festival ini digelar dalam upaya melestarikan berbagai kesenian tradisional khas Kuningan yang kini semakin ditinggalkan. Selain itu juga berbarengan waktunya dengan peringatan perundingan Linggarjati, 69 tahun silam. “Selain memperingati ke 69 Perundingan Linggarjati, juga sebagai upaya mengangkat spirit dari kesenian itu sendiri. Sebagai daerah tujuan wisata, kita mengembangkan dan membangun bagaimana masyarakat dan pemerintah kita tentang kampanye sadar akan wisata,” sebut dia. Berkaitan dengan kesenian tradisional angklung sendiri, kata Tedi, merupakan tahun kelima yang telah dikukuhkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya Indonesia. “Kita ingin mengangkat tentang angklung diatonis. Konon menurut sejarah bahwa angklung diatonis pertama kali dimainkan di Kabupaten Kuningan oleh Daeng Sutisna,” terangnya. (ags)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: