Interpelasi Malah Bisa Membahayakan DPRD
HAK interpelasi terhadap kepala daerah memang diperbolehkan dalam aturan tata tertib DPRD Kota Cirebon. Namun, sebelum itu dilakukan, anggota DPRD Kota Cirebon harus berhati-hati mengambil tindakan. Jika tidak, imbasnya akan kembali kepada lembaga DPRD. “Jangan sampai hak interpelasi yang dimiliki anggota DPRD justru menelanjangi institusi sendiri. Kita harus lihat dulu kausalitasnya seperti apa. Artinya, kita harus betul-betul memahami masalah ini,” ujar anggota Fraksi Partai Golkar, Agung Supirno SH kepada Radar, Rabu (18/11). Menurutnya, di dalam Peraturan DPRD Kota Cirebon nomor 2/2015 tentang Perubahan atas peraturan DPRD nomor 1/2015 tentang tata tertib DPRD bab V mengenai hak DPRD dan pelaksanaan hak DPRD pasal 14 ayat 1 bahwa DPRD mempunyai tiga hak yakni, interpelasi, angket dan menyatakan pendapat. Kemudian, di pasal 2 poin a menyebutkan, bahwa interpelasi boleh dilakukan untuk meminta keterangan kepada walikota mengenai kebijakan pemerintah kota yang penting dan strategis, serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Poin berikutnya adalah, meminta keterangan atau penjelasan kepada walikota mengenai alasan-alasan dalam hal walikota tidak melaksanakan kewajiban menyampaikan laporan keterangan pertanggungjawaban. Poin c selanjutnya adalah, DPRD meminta keterangan kepada walikota atau wakil dalam menghadapi krisis kepercayaan publik yang meluas karena dugaan melakukan tindak pidana yang terkait dengan tugas, kewenangan dan kewajiban. “Jadi menurut saya, aksi WO walikota kemarin itu tidak termasuk dalam poin yang tadi disebutkan. Aksi WO walikota karena tidak ada sinkronisasi jadwal paripurna yang telah ditentukan badan musyawarah dengan pelaksanaan rapat paripurna,” jelas Agung. Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (BPBD) itu menjelaskan, badan musyawarah di dalam tatib DPRD Kota Cirebon pasal 53 menyebutkan, bahwa bamus mempunyai tugas untuk memperkirakan waktu penyelesaian suatu masalah dan jangka waktu penyelesaian rancangan peraturan daerah, dengan tidak mengurangi kewenangan rapat paripurna untuk mengubahnya. “Bamus di sini siapa? Tentunya yang menjadi ketua bamus adalah ex officio ketua DPRD, sehingga yang mengatur semuanya adalah ketua DPRD untuk menjadwal kembali rapat paripurna. Artinya, ketika terjadi masalah seperti kejadian kemarin rapat paripurna batal dan walikota WO karena ada ketidaksiapan dari legislatif,” paparnya. Menyinggung perihal penggalangan hak interpelasi terhadap walikota, mantan Ketua Gapensi Kota Cirebon H Edi Mulyana ST MT meragukannya. “Interpelasi bohong dan hanya gertak sambal. Kalau buka-bukaan bisa bahaya dewan. Karena intinya ini semua adalah rebutan deal,” tegasnya. Tidak hanya itu, gagasan penggunaan hak interpelasi yang dimotori PDIP tampaknya akan menghadapi tembok besar. Kemarin PDIP dikabarkan menggelar pertemuan setengah kamar dengan Fraksi Nasdem di salah satu restoran di sekitar Pagongan. Agendanya membahas tentang hak interpelasi. Namun rencana itu tampaknya akan menghadapi tantangan. Sejumlah politisi di DPRD non Fraksi Demokrat dikabarkan sudah menghadang manuver PDIP dengan menggalang koalisi anti hak interpelasi. “Tunggu saja besok (hari ini, red) kita akan deklarasi koalisi anti hak interpelasi,” tegas salah satu politisi di Griya Sawala. Terpisah, Walikota Cirebon Drs Nasrudin Azis SH mengaku siap jika anggota DPRD menggunakan hak interpelasinya. Sebab, itu adalah hak yang melekat di DPRD. Bahkan, Azis mengaku siap akan memberikan penjelasan kepada DPRD lantaran WO tidak melanjutkan rapat paripurna. “Saya sangat menghargai dan menghormati ketika temen-temen DPRD hendak menggunakan hak interpelasi dan saya akan dengan senang hati memberikan penjelasan kepada DPRD atas langkah saya WO kemarin. Tapi, sekali lagi DPRD harus menghitung untung ruginya ketika menggunakan hak interpelasi,” jelasnya. Mantan ketua DPRD Kota Cirebon itu menyadari, sebagai penyelenggara pemerintah antara legislatif dan eksekutif, ketika belum ada titik temu terutama persetujuan RAPBD tahun 2016, maka harus dikompromikan untuk diselesaikan. “Ketika pengesahan RAPBD tahun 2016 terlambat, maka akan berdampak pada jalannya roda pemerintahan Kota Cirebon. Harusnya, kejadian ini dijadikan introspeksi diri. Saya sebagai walikota introspeksi diri, begitu pula DPRD harus introspeksi diri,” tuturnya. Mengenai kritik DPRD mengarah pada dirinya soal interupsi dan WO saat rapat paripurna, Azis mengaku, sudah melihat dan memahami betul aturan perundang-undangan bahwa tidak ada larangan walikota atau kepala daerah melakukan WO dan interupsi ketika tidak sejalan dengan DPRD. “Kalau bicara undangan, saya bisa saja datang dan juga tidak, bahkan pulang duluan juga boleh. Namanya juga undangan. Tapi, kan bukan itu yang kita bicarakan. Melainkan ada sesuatu yang tidak sejalan antara saya dengan DPRD. Kalau kemarin saya lanjutkan agenda rapat paripurna hasilnya tidak akan baik untuk kepentingan masyarakat,” jelasnya seraya menyindir DPRD. Sebagai ketua DPC Partai Democrat Kota Cirebon, Azis membantah jika interupsi dan aksi WO paripurna kemarin merupakan settingan partai. Dia juga membantah aksi itu untuk mengalihkan isu terkait wakil walikota. “Semuanya dilakukan secara spontanitas,” pungkasnya. (sam)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: