Petinggi Mabes Polri Mulai Tak Sejalan

Petinggi Mabes Polri Mulai Tak Sejalan

Kapolri dan Kabareskrim Anulir Kebijakan Kepala BNN JAKARTA- Gesekan petinggi Polri mulai terjadi. Kapolri Jenderal Badrodin Haiti dan Kabareskrim Komjen Anang Iskandar diam-diam menolak kebijakan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Budi Waseso soal pengguna narkoba yang tidak direhab, melainkan langsung ditahan. Keduanya langsung mengirim telegram rahasia (TR) ke polda, polres, dan polsek seluruh Indonesia agar pengguna narkoba yang ditangkap tidak ditahan, melainkan langsung direhabilitasi. Seperti diketahui, kebijakan merehabilitasi pengguna muncul saat Anang menjadi kepala BNN. TR tersebut bertentangan dengan kebijakan baru Budi Waseso yang tak memberi hati kepada pengguna narkoba. TR bernomor STR/865/2015 yang bertanggal 26 Oktober 2015 itu menyebutkan, dalam penanganan kasus narkotika, harus dilakukan assessment atau penilaian terhadap setiap tersangka. Penilaian tersebut bertujuan menentukan apakah tersangka hanya pecandu atau pengedar. Karena itu, setelah tim penilai memastikan hanya sebagai pecandu, setiap jajaran dari polda hingga polsek wajib merehabilitasi dan tersangka tidak harus ditahan. Uniknya, dalam TR ada beberapa kata yang diulang dan terkesan memberikan penegasan. Yakni, tidak ditahan. Yang juga menarik, bila tidak ada tempat rehabilitasi milik negara di suatu daerah, polisi wajib menempatkan pecandu di tempat rehabilitasi swasta sesuai dengan keinginan orang tua. TR yang ditandatangani Komjen Anang Iskandar itu juga memberikan penegasan untuk mengenakan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) kepada setiap pengedar narkoba yang terlibat jaringan internasional. Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menjelaskan, semua hal yang terkait dengan rehabilitasi untuk pengguna atau pecandu telah diatur dalam undang-undang (UU) dan tentu polisi harus menjalankannya. “Kami hanya menjalankan UU,” tegas dia. TR tersebut menjadi salah satu cara untuk mempertegas UU yang ditafsirkan berbeda-beda oleh setiap lembaga. “Tapi, detailnya tanya ke Kabareskrim,” paparnya saat dihubungi Jawa Pos (Radar Cirebon Gropup), kemarin. Sebagaimana diketahui, polisi biasanya tetap menahan tersangka kasus narkotika yang masuk kategori pecandu. Namun, kebijakan BNN ketika dipimpin Anang Iskandar berbeda, yakni merehabilitasi pengguna. Sementara itu, Anang menuturkan, ada indikator yang bisa membuat tim penilai bergerak. Salah satunya terkait dengan barang bukti. Yakni, bila barang bukti kurang dari 1 gram. “Indikator itu tentu harus ditindaklanjuti dengan penilaian. Bila ternyata benar hanya pengguna, baru direhabilitasi,” terangnya. Namun, tidak berarti kasus narkotika dihentikan, Setiap anggota polisi tetap harus melanjutkan kasus tersebut hingga meja hijau. Tentu hasil sidang kasus itu akan menentukan hukuman bagi tersangka yang masuk kategori pengguna. “Rehabilitasi itu tentu diharapkan diteruskan sebagai hukuman karena pengadilan akan mempertimbangkan hasil assessment,” tuturnya. Dengan TR tersebut, lanjut dia, diharapkan paradigma masyarakat berubah. “Paradigma (pengguna narkoba, red) harus ditangkap ini berubah menjadi direhabilitasi,” papar mantan kepala BNN tersebut. Sementara itu, Komjen Budi Waseso belum mau berkomentar tentang TR Kapolri. Dia mengaku belum melihat langsung surat tersebut. (idr/c11/end)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: