Sekwan-BK DPRD Saling Lempar
Yuliarso Pertegas Laporan Nurhaedi Masih Berlaku CIREBON - Sekretariat dan Badan Kehormatan (BK) DPRD Kota Cirebon saling lempar terkait siapa pihak yang tanggung jawab mengirimkan surat pemberitahuan kekurangan berkas kepada pelapor kasus “papa rebut proyek”. Menurut Setwan, BK-lah yang punya wewenang. Sebaliknya bagi BK, Setwan yang bertanggung jawab. Sekretaris DPRD Kota Cirebon Sutisna SH mengakui, surat pemberitahuan belum dikirim kepada pihak pelapor, padahal konsep sudah dibuat. Namun, substansi dari pengambalian surat belum ketemu kepastiannya. “Yang pantas mengirim surat kepada pihak pelapor bukan sekretariat, tetapi Badan Kehormatan (BK). Waktu rapat BK, saya tidak ikut. Jadi saya harus diskusikan dulu dengan ketua BK,” kata Sutisna kepada Radar, Kamis (10/12). Sementara, Kabag Persidangan DPRD Kota Cirebon Ali Syamsu mengakui, pihaknya saat itu menjadi perwakilan atau tenaga ahli sekretariat saat rapat dengan BK. Namun, yang memproses itu semua tetap sekretaris dewan. Dia menilai, sekwan kurang percaya diri untuk memproses surat pemberitahuan kepada pihak pelapor. “Memang saya sudah membuat konsep surat untuk pelapor melengkapi kekurangan berkas. Tapi, konsep itu diserahkan ke sekwan untuk dikaji lagi. Sebab, persoalan ini sensitif,” ucapnya. Terpisah, Ketua BK DPRD HP Yuliarso BAE mengatakan, pihaknya sudah menempuh semua proses aduan sesuai tata tertib DPRD pasal 10 ayat 7 yang berbunyi, sekretariat memberitahukan kepada pengadu tentang kekuranglengkapan pengaduan. Dan pengadu diminta melengkapi pengaduan dalam waktu paling lambat tujuh hari kerja sejak diterimanya surat pemberitahuan kelengkapan-kelengkapan pengadu. “Di dalam tatib kan sudah jelas, sekretariat yang memberitahu pelapor. Jadi, tidak mungkin saya melanggar tatib DPRD,” kata politisi Partai Demokrat itu. Saat disinggung, jika sekretariat belum juga memberitahu kepada pihak pelapor seperti apa kelanjutan dari laporan dugaan “papa rebut proyek”? Yuliarso menuturkan, itu sudah ranahnya sekretariat, bukan BK lagi. “Saya juga belum tanya ke sekwan apakah sudah diserahkan atau belum,” ucapnya. Tapi, kata Yuliarso, ketika dirinya menanyakan surat pemberitahuan kepada pelapor ke bagian sekretariat DPRD Senin (30/12), konsep suratnya sedang dibuat. “Saya sudah baca konsep suratnya. Tinggal ditandatangani oleh sekwan, kemudian surat itu dikirimkan kepada pihak pelapor,” tuturnya. Dia membantah ada 86 atau berdamai dengan pihak pelapor. Proses ini, sambungnya, sebetulnya tinggal klarifikasi saja. Ketika sekretariat sudah memberitahukan kepada pengadu, maka pihaknya akan memanggil pelapor, saksi-saksi, dan memanggil Kabid Cipta Karya DPUPESDM Edi Kuwatno. “Setelah itu ditempuh, baru dirapatkan oleh BK,” bebernya. Yang menjadi masalah kemudian adalah, BK tidak boleh memberikan hasil klarifikasi karena wajib menjaga rahasia. “Keder maning bae ya, wong kien aturan masa pengen dilanggar,” ujarnya. Pada kesempatan itu, Yuliarso juga menegaskan laporan Nurhaedi sampai dengan sekarang masih tetap berlaku, karena pihak pelapor belum menerima surat dari sekretariat DPRD yang memberitahukan kekurangan berkas laporan. “Laporan Nurhaedi masih tetap berlaku kok selama setwan belum mengirimkan surat ke pelapor,” ujar politisi Partai Demokrat. Yuliarso bahkan terlihat kaget mendengar kabar bahwa laporan Nurhaedi sebenarnya sudah bisa ditindaklanjuti oleh BK tanpa harus meminta kepada pelapor untuk melengkapi berkas kekurangan yang diminta BK selama ini. “Itu kata siapa mas, tidak seperti itu. Tetap ada berkas yang harus mereka lampirkan sebagai data tambahan,” ujar Yuliarso. Sumber Radar di Griya Sawala menyebutkan, pernyataan ketua BK yang meminta kepada Nurhaedi untuk melengkapi data kekurangan seperti tidak perlu menjadi harga mati untuk menuntaskan persoalan ini. Apalagi BK yang mengurus etik anggota dewan. Karenanya, masih kata sumber Radar, dirinya heran BK begitu ngotot minta bukti tambahan sebagai bukti pendukung. “Sebenarnya BK tetap bisa memanggil pengadu dan teradu untuk diminta klarifikasi. Apalagi ini hanya persoalan etik dewan,” pungkas sumber Radar yang namanya minta tidak dikorankan. Sebelumnya, Direktur CV Baginda, Nurhaedi mempertanyakan mekanisme dari Badan Kehormatan (BK) DPRD Kota Cirebon yang tergolong aneh dalam memproses kasus “papa rebut proyek”. Sebab, sekretariat DPRD belum menyerahkan surat pemberitahuan kekurangan berkas itu kepada dirinya. Padahal, di dalam berkas tersebut tercatat alamat pelapor dan nomer telepon yang bisa dihubungi. “Lucu, masa kita yang harus jemput bola. Aneh lembaga DPRD kok tidak mengerti teknis administrasi,” jelasnya. Dia mengatakan, jika BK tidak bisa menuntaskan masalah ini, pihaknya akan menempuh jalur hukum. Sebab, apa yang dilakukan ketua DPRD itu adalah penyalahgunaan wewenang dan masuk ranah tipikor. “Saya yakin, BK tidak akan berani mengambil sikap,” ucapnya. Politisi PPP Kota Cirebon itu menjelaskan, statemen Kabid Cipta Karya DPUPESDM, Edi Kuwatno di media sudah cukup bukti untuk memproses ketua DPRD. Tapi, BK justru banyak berkilah, ini, itu. “BK itu lemah di tataran seperti ini,” tegasnya. (sam/abd)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: