Wakil Bupati Berjanji Tak Hanya Jadi Ban Serep
Pertama di Indonesia, Duet Perempuan Menang Pilkada Duet Sri Hartini-Sri Mulyani sukses mencatat sejarah sebagai pasangan bupati-wakil bupati perempuan pertama di Indonesia. Pengalaman sebagai istri mantan bupati menjadi bekal mereka untuk mengelola pemerintahan. BOY ROHMANTO, Klaten KEYAKINAN itu muncul di atas becak. Dalam sebuah perjalanan dengan menaiki kendaraan roda tiga tersebut, ajakan Sri Hartini untuk bersama membangun Klaten sekaligus mencetak sejarah membulatkan tekad Sri Mulyani. Sri Mulyani akhirnya setuju untuk maju mendampingi Sri Hartini yang mencalonkan diri sebagai bupati Klaten. Sebuah keputusan yang terbukti tepat. Meraup 321.593 suara atau 48,90 persen dukungan dalam pilkada serentak 9 Desember lalu. Duet Sri itu menorehkan sejarah sebagai pasangan bupati dan wakil bupati pertama di Indonesia yang sama-sama perempuan. “Amanah ini sunggu berat. Tapi, saya yakin kami bisa menjawab kepercayaan warga Klaten,” kata Yani- sapaan akrab Sri Mulyani- kepada Radar Solo (Radar Cirebon Group). Duet Sri Hartini-Sri Mulyani menjadi bagian dari 46 kandidat perempuan yang berjaya dalam pilkada serentak 9 Desember lalu. Data Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi menyebutkan, 24 di antara 46 kandidat perempuan itu mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Sedangkan 22 lainnya mencalonkan diri sebagai wakil kepala daerah. Di Klaten, duet Sri yang mengusung akronim Hati Mulya itu mengungguli dua lawannya, One Krisnata-Sunarto (41,54 persen) dan Mustafid Fauzan-Sri Harmanto (9,56 persen). Tak ada calon bupati incumbent dalam pilkada Klaten. Sebab, bupati sebelumnya, Sunarna, sudah dua periode memerintah. Sunarna sekaligus menjadi semacam benang merah yang menghubungkan kedua Sri. Hartini merupakan wakil bupati pada periode kedua kepemimpinan Sunarna di kabupaten di Jawa Tengah yang berbatasan dengan Jogjakarta tersebut. Adapun Yani merupakan istri Sunarna. “Saya banyak belajar dari Pak Sunarna (bupati sebelumnya, red). Banyak tugas pemerintahan yang didelegasikan ke saya sehingga sudah tidak ada rasa canggung ketika memimpin rapat yang dihadiri pimpinan satuan kerja perangkat daerah (SKPD),” ungkap Hartini, yang juga istri bupati Klaten periode 2000-2005, almarhum Haryanto Wibowo. Bekal itulah yang sangat membantu Hartini mengatur strategi untuk melaksanakan visi-misi yang sudah disampaikan selama kampanye. Pengalaman lima tahun menjadi istri bupati dan lima tahun sebagai wakil bupati juga memberinya pijakan tentang cara mengelola pemerintahan. “Ke depan, tentu yang paling utama dan akan sering saya lakukan adalah koordinasi dengan Bu Sri Mulyani. Pembagian tugas yang proporsional menjadi sangat penting,” ungkap Hartini. Koordinasi semestinya tak sulit karena sudah biasa mereka lakukan dalam lima tahun terakhir. Yakni, saat Hartini menjadi wakil bupati dan Yani berposisi sebagai ketua tim penggerak PKK. “Kami selalu koordinasi untuk menghadiri kegiatan. Kendati memang tidak selalu kami hadir bersama dalam satu tempat,” kata Yani, perempuan kelahiran Klaten, 4 Mei 1977. Koordinasi itu pula yang menjadi kunci kemenangan mereka dalam pilkada. Karena sama-sama perempuan, mereka berkomunikasi dengan lancar dan tanpa sungkan. Pembagian tugas dalam meminang hati rakyat selama masa kampanye lalu pun mulus dilakukan. Menurut Hartini, sejak rekomendasi DPP PDI Perjuangan turun dan memilihnya bersama Sri Mulyani, dirinya sudah percaya bahwa yang dipilih partai bukan orang sembarangan. “Jadi, saya sejak awal sudah percaya bahwa kami mampu untuk membawa Klaten menjadi lebih baik. Ke depan, pembagian tugas yang proporsional di antara kami menjadi sangat penting,” ungkap Hartini lagi. Yani sangat sepakat dengan rencana Hartini tersebut. Peran sebagai wakil bupati harus benar-benar sesuai dengan tugas pokok dan fungsi. Bukan hanya formalitas atau diibaratkan ban serep. “Banyak peran yang bisa dilakukan wakil bupati. Jadi, selama koordinasi dilakukan dengan baik, saya yakin roda pemerintahan berjalan baik,” imbuhnya. Apalagi, bagi kedua Sri, kemenangan dalam pilkada bukan hanya kemenangan pasangan Hati Mulya. Melainkan kemenangan seluruh masyarakat Klaten, terutama mereka yang telah berpartisipasi dalam pilkada. Baik yang memilih mereka maupun tidak. “Ini bukan tujuan akhir pilkada, justru baru awal,” ucap Hartini. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: