Bukan Segel, Hanya Teguran
PT Pelindo Pertegas Aktivitas Bongkar Muat Batubara Tetap Lanjut LEMAHWUNGKUK - Informasi yang beredar bahwa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyegel Pelabuhan Cirebon karena belum memperbaharui perizinan, mendapat sanggahan PT Pelindo II Cabang Cirebon. Menurutnya, papan pengumuman yang terpampang di Pos III Pelabuhan Cirebon, bukanlah penyegelan, melainkan hanya pengawasan untuk melengkapi berkas revisi amdal. General Manager Pelindo II Cabang Cirebon Hudadi Soerja Djanegara didampingi Asisten GM Pengendalian Kinerja Imam Wahyu membeberkan, pada tahun 2008-2009 pihaknya telah mengajukan masterplan revisi amdal ke Kementerian Perhubungan. Hanya saja, waktu itu amdal tidak keluar. Kemudian, pada tanggal 28 November 2014, pihaknya mengajukan revisi dokumen amdal lagi ke Kementerian Perhubungan dengan nomor surat TS.12/28/11/1/C.Cbn-14, dilanjutkan surat nomor TS.12/29/12/1/C.Cbn-14 perihal permohonan arahan terkait adendum amdal tahun 1995 kepada asisten deputi kajian dampak lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Namun, belum juga ada keputusan dari Kementerian perhubungan. Oleh karena itu, PT Pelindo Cabang Cirebon mendapat sanksi administratif dari kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Padahal, revisi dukumen amdal tersebut karena akan ada Rencana Induk Pelabuhan (RIP). “Saat ini, PT Pelindo II Cabang Cirebon sedang menyusun dokumen perbaikan amdal berupa pekerjaan studi amdal pengembangan Pelabuhan Cirebon sesuai surat perjanjian nomor PPR102/28/10/1/C.Cbn-2015 tanggal 28 Oktober 2015,” jelasnya saat menggelar konferensi pers di hadapan para wartawan, Senin (1/2). Hudadi menjelaskan, surat perjanjian tersebut dengan PT Bina Lingkungan Lestari sesuai dengan arahan asisten deputi kajian dampak lingkungan pada tanggal 22 Januari 2015 dan tanggal 27 Januari 2015. Karena ada rencana pengembangan pelabuhan, maka disarankan untuk menyusun dokumen amdal pengembangan dengan penyesuaian rencana induk pelabuhan yang disusun oleh Kementerian Perhubungan cq Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Priok, yang pada awalnya diperkirakan selesai bulan November 2015. “Tapi, terjadi keterlambatan karena sampai saat ini masih belum mendapat rekomendasi dari KSOP Cirebon, Pemerintah Kota Cirebon, Gubernur Jawa Barat, yang selanjutnya untuk mendapatkan persetujuan dari Kementerian Perhubungan RI,” ungkapnya. Lebih lanjut dia mengungkapkan, program yang telah dilaksanakan adalah pengumuman rencana kegiatan amdal pengembangan PT Pelindo II Cabang Cirebon tercantum di salah satu harian umum regional, Jawa Barat, pada tanggal 27 Januari 2016 dan akan diadakan konsultasi publik dalam rangka studi analisis dampak lingkungan pengembangan Pelabuhan Cirebon. Upaya nyata itu telah dilakukan berkoordinasi dengan KSOP Cirebon dan Kantor Lingkungan Hidup Kota Cirebon untuk menjaga aktivitas bongkar muat dengan tidak menimbulkan dampak bagi lingkungan. Misalnya, setiap alat bongkar muat harus dilengkapi dengan spayer, menutup kendaraan dengan terpal, mewajibkan menyiram badan truk sebelum meninggalkan area pelabuhan, serta pelaksanaan konstruksi memasang jaring penahan debu di sekitar rumah sakit dan Jalan Madura yang dilengkapi sparator, serta menanam pohon bambu. “Jadi pemasangan papan peringatan yang berlokasi di Pos III Pelabuhan Cirebon dinilai kurang tepat dan tidak selaras dengan segala upaya dan proses yang telah ditempuh dan dilaksanakan oleh PT Pelindo II,” pungkasnya. Pemasangan papan teguran berupa pengawasan dari KLHK, lanjutnya, harus ada izin dari KSOP yang mempunyai otoritas di situ. Tapi, tidak ada komunikasi sama sekali. Sehingga memunculkan persepsi yang berbeda-beda. “Akibatnya, isu yang berkembang simpang siur. Meski demikian, aktivitas bongkar muat batubara masih tetap berjalan,” paparnya. Perwakilan KSOP M Dani Jaelani mengatakan, sanksi administratif KLHK ini ditujukan kepada PT Pelindo II Cabang Cirebon. Sehingga tidak ada kaitannya dengan aktivitas bongkar muat batubara. “Kami hanya meminta kepada semua pihak yang berkepentingan agar turut mengawasi aktivitas bongkar muat batubara. Jika masih ditemukan debu batubara maka itu layak dilaporkan. Nanti akan kita benahi agar debu tidak sampai berterbangan,” singkatnya. Wibawa Walikota dan Dewan Ternoda Ketua Komisi B DPRD Kota Cirebon Didi Sunardi mengatakan, seluruh upaya telah dilakukan. Mulai dari penyampaian aspirasi warga, demo, membuat surat rekomendasi, hingga turun instruksi dari kementerian terkait. Namun, dari semua itu tidak ada satupun yang dipedulikan. Hal ini terbukti masih berlangsungnya bongkar muat batubara. Dalam hal ini, politisi PDIP itu menilai wibawa walikota selaku kepala daerah dan pemegang kebijakan tertinggi di Kota Cirebon, menjadi ternoda karena persoalan batubara. Tidak hanya walikota, DPRD Kota Cirebon selaku lembaga penyelenggara pemerintahan turut pula merasakan degradasi marwah representasi masyarakat Kota Cirebon. “Saya tidak bisa ngomong apa-apa lagi,” ucapnya kepada Radar sembari menghela nafas panjang, Senin (1/2). Pasalnya, kata Didi, sekelas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kesehatan saja tidak dianggap, apalagi Pemkot dan DPRD Kota Cirebon. Padahal, di lapangan rakyat sangat menderita akibat aktivitas bongkar muat batubara tersebut. Didi menjelaskan, masyarakat sekitar Pelabuhan Cirebon sangat merasakan dampak kesehatan yang terpuruk akibat debu batubara. Karena itu, mereka memaksa untuk Pemerintah Kota Cirebon bersama DPRD menutup bongkar muat batubara. Anggota DPRD Kota Cirebon dari daerah pemilihan Kejaksan-Lemahwungkuk itu menerangkan, sebagai wakil rakyat dari daerah yang terdampak bongkar muat batubara, Didi mengambil sikap untuk terus berjuang bersama anggota dewan lainnya dari dapil yang sama. “Saya mengamankan rekomendasi walikota dan ketua DPRD. Intinya bongkar muat batubara harus ditutup,” ucapnya. Sikap ini sudah menjadi keputusan bersama 35 anggota dewan dan Walikota Cirebon Drs Nasrudin Azis SH. Karena itu, dewan mendesak walikota mengambil sikap tegas. Sebab, pada prinsipnya pemerintah pusat akan mengikuti keinginan daerah. Karena yang paling merasakan dampaknya adalah daerah. Ditambah, sudah ada hasil uji petik yang dilakukan Kementerian Kesehatan dan Kementerian Lingkungan Hidup, dimana dampak bongkar muat batubara merusak kesehatan masyarakat dan generasi penerus bangsa. “Pak Azis harus bersikap tegas. Ini menyangkut nasib rakyatnya,” desaknya. Terpisah, mantan Ketua Fraksi Golkar, Andi Riyanto Lie menjelaskan, energi batubara sebenarnya tidak lagi menjadi energi alternatif di beberapa Negara. Karena itu, dirinya merasa heran di Indonesia justru batubara masih digunakan sebagai energi alternatif. Menurutnya, yang terpenting saat ini, Andi Lie mementingkan bagaimana kesehatan anak cucu. “Kita terselamatkan dari debu batubara dan pemerintah memiliki tanggung jawab atas kesehatan rakayat, khususnya para generasi muda bangsa,” ungkapnya. (sam/ysf/abd)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: