Mencuri Kado Valday Ranieri
LONDON – Hari ini katanya Valentine’s Day. Hari yang katanya hari kasih sayang. Tapi jangan berharap ada kasih sayang di Emirates, London, malam nanti. Sebab, tidak akan ada kasih sayang dalam bentrok Arsenal menantang Leicester City. Yang ada hanyalah hari yang penuh kebencian. Karena dengan hanya membenci itulah Arsenal bakal menghentikan laju klub berjuluk The Foxes itu di puncak klasemen. Sekaligus memberi jalan memanaskan persaingan di papan atas. Makanya, tidak ada alasan Arsene Wenger memberikan kado Valday atau Valentine’s Day untuk Claudio Ranieri. ’’Kisahnya memang romantis, seluruh negeri ini pun mendukungnya (Leicester). Tapi kami meredamnya dan bermain lebih bahaya,’’ ujar Wenger, dikutip dari situs resmi klub. Semudah itukah Wenger mencuri kado Valday dari tangan Ranieri? Dalam enam bulan Premier League ini saja, sudah empat pelatih top terbuai rayuan dari The Tinkerman – julukan Ranieri – dan merelakan kado tiga angkanya bagi pelatih berkebangsaan Italia itu. Mulai dari Jose Mourinho (eks pelatih Chelsea), Mauricio Pochettino (Tottenham Hotspur), Juergen Klopp (Liverpool) dan Manuel Pellegrini bersama Manchester City-nya yang pekan lalu dipermalukan Ranieri 1-3 di Etihad (6/2). Bekal itu yang membuat Leicester belum terkalahkan dalam 10 laga terakhirnya di Premier League. Satu hal yang membuat Wenger konfiden bisa bertahan dari godaan Ranieri. Pengalaman menekuk Leicester 2-5 di King Power Stadium pada 26 September jadi modalnya. Bedanya, godaan Ranieri saat itu masih belum sedahsyat sekarang ini. Godaan dari Ranieri baru dahsyat sejak Desember. Dalam sesi konferensi persnya, Wenger menyebut sudah melihat potensi bahaya Leicester dari sisi kecepatan transisi defense – offense-nya. Begitu juga dengan kecepatan pemain-pemainnya. ’’Itu yang harus kami antisipasi. Bedanya, sekarang kami main di rumah sendiri. Kekuatan penguasaan bola harus kami mainkan sama baiknya dengan membendung counter attack mereka,’’ tutur Wenger. Belajar dari pengalaman dibobol Leicester dua kali, Wenger bakal merombak defense-nya. Tetap dengan formasi 4-2-3-1, duo bek tengah akan jadi spot perombakannya. Tidak ada nama Per Mertesacker di situ. Yang ada Gabriel Paulista yang berduet dengan Laurent Koscielny. Ketangguhan Koscielny dimaksudkan untuk mereduksi umpan-umpan silang dari Riyad Mahrez. Sedangkan untuk menutup kecepatan pergerakan Jamie Vardy dipilihlah Gabriel yang lebih punya kecepatan ketimbang Mertesacker. Demikian pula dengan posisi poros gandanya. Aaron Ramsey yang bertipikal sprinter akan bertugas menutup serangan cepat dari lini tengah Leicester. ’’Apa yang jadi kekuatan mereka, dan di mana mereka bisa menghabisi kami, itu yang harus kami cermati,’’ lanjutnya. Meski begitu, dikutip dari Mirror, Wenger mewanti-wanti pemainnya untuk tidak terbawa ritme cepat Leicester. Pelajaran dari City yang stamina pemainnya dihabisi Leicester sejak menit pertama. ’’Diperlukan cara yang lebih efisien,’’ sebutnya. Tidak seperti Wenger yang sibuk dengan permainan otaknya. Ranieri justru lebih santai. Sebagaimana diberitakan Leicester Mercury, menurutnya justru Arsenal yang akan bermain di bawah tekanan. ’’Sementara kami tidak perlu merasa tertekan, karena ini memang sudah jadi pekerjaan kami,’’ ucap Ranieri. Mantan pelatih Inter Milan itu kemudian menggambarkan serileks apa pemainnya menatap laga yang katanya penentu papan atas ini. Tidak ada sesi latihan tertutup, tidak ada juga sesi meeting untuk membongkar strategi Arsenal. ’’Yah, kami hanya pergi ke pantai, berenang, dan berjemur,’’ imbuhnya. Ranieri dan para pemainnya tidak perlu tertekan. Ranieri hanya perlu melihat sejauh apa sepak bola antitesisnya berjalan melawan possession football Arsenal. Sama seperti Diego Simeone yang mengalahkan possession football Real Madrid dan Barcelona untuk membawa Atletico Madrid juara La Liga 2013-2014. Statistik sudah membuktikan. Dibandingkan dengan klub-klub papan atas lainnya, Arsenal bersama City dan Tottenham Hotspur rata-rata mampu mencatat penguasaan bola sekitar 55 persen. Lalu, berapa Leicester? Hanya 45 persen dan di papan atas! Tidak sekedar menapak tilasi sepak bola antitesisnya. Dalam ulasan Michael Cox di ESPN disebutkan bahwa Leicester sudah seperti Atleti. Dari sisi personalnya punya kemiripan. Ingat Vardy, ingat Diego Costa yang selalu berkeliaran di depan defense lawan. Melihat peran Shinji Okazaki mengingatkan fans Atleti akan David Villa. Sekarang, tinggal bagaimana Ranieri memaksimalkan peran Robert Huth dan Wes Morgan di lini pertahanan sebagai kunci counter attack yang selama ini jadi trademark Leicester. ’’Walaupun bukan seperti pressure, kami akan mencoba untuk tetap mempertahankan level permainan kami seperti sekarang ini. Memulainya lagi dengan bagus, menjaganya, dan memperbaiki standar permainan kami lebih baik lagi,’’ koarnya. (ren)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: