Internet, Penyebab Utama Kekerasan Seksual terhadap Anak di Kota Cirebon

Internet, Penyebab Utama Kekerasan Seksual terhadap Anak di Kota Cirebon

CIREBON - Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Terhadap Anak dan Perempuan (P2TP2A) menyatakan kasus kekerasan terhadap anak di wilayah Cirebon dan sekitarnya masih tinggi. Sejak tahun 2002 hingga sekarang ada 400 kasus kekerasan terhadap anak. “Data terakhir tahun 2015 saja ada 100 kasus. Sedangkan di tahun 2016, belum dapat direkap. Tapi, setiap harinya ada satu orang anak yang mendapat kekerasan,” ujar Ketua Harian P2TP2A Cirebon, drg Siska L Muliadi kepada Radar, Rabu (17/2). Menurutnya, korban kekerasan banyak dialami anak usia 3-17 tahun. Namun, jumlah kekerasan terhadap anak tidak meningkat atau bisa disebut stabil yang pernah berhenti, karena setiap tahunnya pasti ada kekerasan. Paling banyak korban pada balita. “Tingkat kekerasan terhadap anak di Kota Cirebon masih tinggi. Ini membuat kami ingin bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Seni Budaya Korea Selatan untuk menciptakan taman bermain. Sebab, di Kota Cirebon minus taman-taman bermain,” jelasnya. Tidak hanya itu, kekerasan anak juga diakibatkan, banyak orang tua yang menitipkan anaknya kepada tetangga yang memiliki fasilitas dan media memadai. Seperti televisi, jaringan internet melalui media gadget dan youtube. “Terbukanya akses informasi melalui media sosial dan internet menjadi penyebab paling utama. Dari jumlah kasus kekerasan terhadap anak, hampir 85 persen adalah kekerasan seksual. Kalau kekerasan fisik masih tidak terlalu banyak,” ucapnya. Dia mengungkapkan, untuk meminimalisasi terjadinya kekerasan terhadap anak, pihaknya membuat taman cerdas yang terletak di RW 10, Kelurahan Kecapi, Kecamatan Harjamukti. Di sana ada lapangan badminton dan lapangan futsal. “Terus terang, di daerah Kecapi itu banyak pengguna narkoba pada usia muda. Jadi, kami memproteksi dengan mengadakan taman cerdas. Itu baru satu pilot project kita. Sebetulnya kami ingin semua RW. Tapi, kami tidak bisa,” imbuhnya. Menurutnya, kebanyakan korban dialami dari keluarga sendiri yakni sodara sepupu yang melakukan kekerasan. Selain itu, masalah kekerasan juga karena ketergantungan ekonomi, karena ekonomi keluarga korban sangat minim. “Jadi hidup korban tergantung dari para pelaku, karena ketidakberdayaan secara ekonomi,” bebernya. Ditambahkannya, P2TP2A menampung semua korban dari Sabang sampai Merauke. “Sebetulnya hanya wilayah III Cirebon. Tapi kadang-kadang datang dari Surabaya, dari Arab Saudi ada tiga korban yang hamil. Korban minta menolak anak. Tapi, kami tidak bisa melakukan hal itu,” tuturnya. (sam)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: