Jonan Pending Dulu Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung
JAKARTA – Menteri Perhubungan (Menhub) Ignasius Jonan secara tegas mengisyaratkan izin proyek kereta cepat Jakarta-Bandung tidak akan maju ke tahap selanjutnya, bila studi kelayakan atau feasibility study (FS) belum direvisi. Permintaan revisi ini sudah disampaikan pada PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) menyusul perubahan trase proyek high speed train pertama di Indonesia ini. Seperti diketahui, izin trase kereta cepat sudah dikeluarkan oleh Kemenhub beberapa saat lalu. Dalam izin tersebut, trase kereta cepat diberikan Kemenhub mulai dari Halim-Tegalluar, Bandung. Untuk panjang trase 142,3 Kilometer (km). Jonan menjelaskan, izin trase yang diberikan memang berbeda dengan apa yang ada dalam FS dari KCIC. Dalam FS yang diserahkan, KCIC mengajukan trase dari Gambir-Tegalluar, Bandung dengan panjang 152,3 Km. Pada permohonan tersebut jumlah investasi diperkirakan sebesar USD 5,53 miliar. Menurutnya, dengan berkurangnya panjang trase ini maka jumlah investasi pun diperkirakan ikut terkerek turun. Oleh karenanya, dia meminta gara PT KCIC untuk segera melakukan revisi. Lalu, berapa kira-kira penurunan angka investasinya? Jonan mengaku belum bisa memperkirakan. Dia meminta agar KCIC yang membuat perhitungan jelas terkait hal ini. “Belum tahu. Makanya kita minta mereka untuk segera revisi,” tuturnya ditemui usai rapat bersama Komisi V DPR RI di kompleks parlemen kemarin (25/2). Mengingat pentingnya revisi studi kelayakan ini, Jonan pun mengisyaratkan, bahwa proyek tidak akan maju bila revisi belum rampung. Revisi nilai investasi ini jadi prasyarat untuk bisa maju ke tahap perijinan konsesi. “Iya betul (prasyarat). Belum bisa diteken (konsesi) kalau belum selesai,” katanya. Meski demikian, kesepakatan lain dalam konsesi yang diajukan oleh pemerintah tentu juga harus dipenuhi. Salah satunya terkait penyerahan seluruh sarana dan prasarana KCIC saat perjanjian konsesi berakhir. Konsesi sendiri telah disepakati berakhir 50 tahun setelah masa konstruksi selesai. Sayangnya, KCIC menolak menyerahkan prasarana yang berada di atas tanah yang bukan milik KCIC. “Nggak bisa, kalau prasarana perkeretapian itu setelah konsesi, prinsipnya harus diserahkan pada negara. Lah kalau prasarana tidak diserahkan terus bagaimana? Nempel di mana? Di langit?” papar Jonan. Dalam kesempatan yang sama, anggota Komisi V Nizar Zahro turut menyoroti dokumen FS kereta cepat ini. Menurutnya, FS masih campur aduk. Tersisip beberapa data yang tercantum berasal dari pihak Japan International Cooperation Agency (JICA). Hal ini tentu aneh mengingat ini proyek dari pihak China. Seperti misalnya, data pergerakan penumpang dari Jakarta-Bandung dengan semua moda transportasi saat ini. Selain itu, menurutnya, proyek ini memiliki kemungkinan besar merugi. Bahkan dari studi di 10 negara yang menerapkan, delapan diantaranya justru merugi. “Apakah kita akan biarkan negara mengerjakan proyek yang jelas-jelas merugi?” tutur politisi asal Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra ) itu. (mia)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: