Cuma Lewat SMS, KSOP Bilang Tak Bisa Datang

Cuma Lewat SMS, KSOP Bilang Tak Bisa Datang

CIREBON - Diam-diam Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI terus mendalami pelanggaran aktivitas bongkar muat batubara yang telah dilakukan PT Pelindo II Cabang Cirebon. Bahkan, sudah dua kali penyelidikan dilakukan KLHK. Sayangnya, Kepala Kantor Kesyahbandaran Otoritas Pelabuhan (KSOP) mangkir pada pemanggilan kedua. Padahal, pada pemanggilan pertama Manager Teknik Pelindo menghadiri undangan tersebut guna dimintai keterangan. “Harusnya hari ini giliran kepala KSOP dimintai keterangan. Tapi, kepala KSOP tidak hadir tanpa pemberitahuan,” ujar Kepala Sub Direktorat Pencemaran Lingkungan Hidup KLHK, Anton Sardjanto kepada Radar, Senin (7/3). Harusnya, kata Anton, KSOP memberi informasi jauh-jauh hari sebelumnya ketika hari ini tidak bisa hadir. Tapi, informasi itu justru disampaikan lewat SMS melalui kepala seksi KSOP. Menurutnya, pelanggaran yang dilakukan KSOP ini bisa sampai ke ranah pidana. Sebab, kegiatan atau aktivitas bongkar muat batubara dianggap sudah mencemari lingkungan sekitar dengan debu. “Sanksi tersebut tertuang pada pasal 98/99 Undang Undang nomor 23/2009 tentang perlindungan lingkungan hidup,” terangnya. Selain melanggar pasal 98/99, PT Pelindo II Cabang Cirebon juga telah melanggar izin lingkungan yang tertuang dalam pasal 109 UU no23/2009. Sebab, kegiatan bongkar muat batubara tetap dilakukan. Padahal, KLHK telah memberikan peringatan yang terpampang di Pos III Pelabuhan Cirebon. “Memang dampak debu batubara sekarang tidak terasa. Karena musim hujan. Tapi, anggota DPRD Kota Cirebon membawa dan menyerahkan barang bukti ke KLHK untuk terus kita tindaklanjuti,” ucapnya. Lebih lanjut dia mengatakan, proses penyelidikan ini bisa sampai masuk ke tahap penyidikan, jika dari penyelidikan ditemukan dua alat bukti. “Dua alat bukti saja sudah cukup kuat,” paparnya. Sementara itu, Sekretaris Komisi A DPRD Kota Cirebon, Dani Mardani SH MH menyampaikan, sebagian anggota DPRD datang ke KLHK dan Kementerian Perhubungan RI. Pada intinya, dari KLHK sendiri sudah menyurati Kementerian Perhubungan untuk segera menutup aktivitas bongkar muat batubara. Sebab, revisi amdal PT Pelindo II Cabang Cirebon belum juga dilakukan. Kemudian, dari sisi kesehatan kualitas udara akibat debu batubara bisa mengganggu kesehatan masyarakat Kota Cirebon. “Jika dibiarkan tetap beroprasi, maka bisa kasus ini bisa sampai ke pidana. Bahkan, kasus ini tergolong kasus perdana pada aparatur negara, karena pelanggaran itu ada diunsur kementrian perhubungan. Apalagi, KSOP mangkir saat dipanggil KLHK untuk dimintai keterangan hari ini,” jelasnya. Terpisah, Kepala Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Kota Cirebon, Agung Sedjiono mengatakan, desakan penutupan batubara harus dilihat dulu ke mana arah masyarakat itu sendiri. Sebab, DPRD sudah mengawal sampai ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Perhubungan RI. “Penutupan batubara itu harus terarah, jangan setengah-setengah. Sekarang rombongan DPRD sedang berada di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kementerian Perhubungan menindaklanjuti penutupan batubara,” ujar Agung. Menurutnya, pemasangan jaring yang dilakukan PT Pelindo II Cabang Cirebon untuk menghalau debu batubara agat tidak berterbangan, jelas tidak efektif. Partikel debu itu sangat kecil, maka jaring yang harus dipasang lubangnya harus lebih kecil dari debu. “Emang ada jaring seperti itu,” tuturnya. Selain itu, aktivitas bongkar muat batubara di Pelabuhan Cirebon itu terpencar-pencar. Kondisi ini pun diakui juga oleh Pelindo. Artinya, tidak fokus mengatasi batubara. Sebetulnya, untuk meminimalisasi debu itu harus ada pelabuhan khusus untuk batubara. “Untuk membuat pelabuhan baru itu urusan Kementerian Perhubungan. Lagi pula, butuh waktu lama membuat pelabuhan khusus batubara. Sebab, pelabuhan untuk membuat masterplan itu ada tiga, jangka pendek, menengah dan panjang. Mungkin baru bisa digarap 2050,” ungkapnya. (sam)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: