Tembak Mati Istri, Seorang Polisi Lalu Ingin Bunuh Diri
BEKASI - Anggota Brimob Polres Kabupaten Bekasi Brigadir ARS (28) diduga menembak mati istrinya AN (26) di kediaman mertuanya di RT 02/RW 02, Kampung Tower, Desa Hegarmukti, Cikarang, Bekasi, Jawa Barat pada Sabtu (12/3) subuh. Usai menembak istrinya, ARS kemudian menembakkan senjata ke arah kepalanya. “Korbannya seorang istri, pelakunya berinisial A. Anggota Brimob,\" kata Kapolres Kabupaten Bekasi Kombes Awal Chairuddin saat dikomfirmasi. Mengenai sebab penembakan itu, Awal enggan berspekulasi. Dia melanjutkan, saat ini ARS masih hidup. Kondisinya dalam tahap kritis dan tengah menjalani perawatan medis di RS Polri Kramatjati, Jakarta Timur. “Kita belum tahu apa yang sebenarnya terjadi. Diduga hendak bunuh diri setelah menembak istrinya. Saat ini pelaku dalam kondisi kritis di RS Polri,\" ujar dia. Sementara Kasubag Humas Kabupaten Bekasi, Iptu Makmur mengatakan, AN terkena luka tembakan tepat di kening. Sedangkan ARS terkena luka tembakan di bagian rahang sebelah kanan. “TKP di rumah mertua Brigadir ARS. Keterangan mertua, tidak ada ribut-ribut tiba-tiba ada suara tembakan. Saat ke sumber suara, ia melihat anaknya tergeletak di sebelah kasur lantai,” tandas Makmur. Api cemburu diduga menjadi penyebab Brigadir ARS tega menembak mati istrinya AN 26), yang diduga istrinya berselingkuh. Dari pemeriksaan sementara, pelaku mengakui dia terbakar api cemburu. \"Pelaku ini cemburu lantaran pasangannya memiliki kekasih. Sementara antara pelaku dan korban kan suami istri,\" kata dia. Tidak hanya itu, korban pun diketahui memiliki tingkat emosional tinggi terhadap pelaku. \"Kemungkinan itu juga yang membuat amarah pelaku memuncak,\" ujarnya. Namun, polisi tidak berhenti sampai di situ. Pelaku terus diperiksa secara intensif dan pengawalan ketat polisi untuk mengetahui motif pelaku. \"Pelaku kan juga sempat ingin bunuh diri usai menembak istrinya. Tapi gagal, dan itu yang kami dalami,\" jelas Makmur. Bukan tidak mungkin pemeriksaan kejiwaan juga bakal dilakukan, mengingat perbuatan pelaku terhadap istrinya tergolong sadis. \"Ya, tunggu saja dulu hasil penyelidikan sementara bagaimana. Yang pasti terus kami dalami,\" tambahnya. Terkait adanya kasus penembakan yang dilakukan anggota polisi, Ketua Presidium Indonesian Police Wacth Neta S Pane menjelaskan bahwa kejadian anggota polisi melukai orang terdekatnya itu terjadi berulang kali setiap tahunnya. Untuk 2015 terdapat enam kasus polisi melukai orang terdekatnya dan pada 2016 ada dua kasus. ”Kasus semacam ini terus berulang setiap tahunnya,” tuturnya. Ada sejumlah penyebab dari kejadian polisi melukai orang terdekatnya tersebut, di antaranya masalah asmara, ekonomi dan gangguan jiwa. Salah satu kasus yang mencolok itu terkait pembunuhan yang dilakukan Anggota Sat Intelkam Polres Melawi Brigadir Petrus Bakus pada kedua anaknya yang berusia lima dan 3 tahun. ”Anggota polisi ini membunuh anaknya dengan cara mutilasi karena dua alasan, pertama karena dituduh selingkuh oleh istrinya dan kedua memiliki gangguan jiwa sejak kecil,” ujarnya. Lalu, kasus anggota Polsek Kepenuhan Riau Bripka ST Simanjuntak yang menembak istrinya setelah terjadi adu mulut antara keduanya. Dipastikan permasalahan diawali karena soal rumah tangga dan asmara. ”Ini yang perlu untuk diketahui,” ujarnya. Menurut dia, kendati diawali persoalan asmara, namun bila didalami ternyata juga berhubungan dengan permasalahan psikologis dari anggota Polri tersebut. Artinya, memang ada masalah terkait kejiwaan anggota Polri. ”Namun, sebenarnya semua ini bisa dicegah,” tuturnya. Bila selama ini petinggi Polri kerap menyebut telah melakukan tes psikologi pada saat rekrutmen, namun perlu dipastikan apakah tes psikologi itu sama dengan tes psikologi masuk ke instansi biasa. ”Sebab, beban kerja dari Polri ini jauh berbeda dengan seperti masuk perusahaan, karenanya tes psikologinya juga harusnya berbeda,” ujarnya. Lalu, kepedulian dari atasan juga selama ini masih terbilang minim. Sebab, atasan sangat jarang untuk meminta anak buahnya yang menghadapi masalah untuk bisa tes psikologi. ”Seharusnya, pengawasan dari atasan lebih dikuatkan. Apalagi, untuk anggotanya yang baru kembali dari daerah konflik,” paparnya. Yang juga penting, anggaran untuk tes psikologis berkala seharusnya juga ditambah. Sehingga, pengawasan yang dilakukan atasan bisa diikuti dengan tes psikologis. ”Kalau diawasi tapi tidak mengetahui psikologisnya, tentu menyusahkan,” jelasnya. Dengan diketahui adanya masalah psikologis, maka barulah atasannya bisa merespons dengan mengurangi tugas dari anggotanya. Misalnya, tidak boleh bertugas di bagian yang berat, seperti reserse atau lalu lintas. ”Inilah yang selama ini belum dilakukan kepolisian,” paparnya. Sementara Kapolri Jenderal Badrodin Haiti belum bisa dimintai komentar terkait kejadian anak buahnya yang menembak istrinya. Telepon dari Jawa Pos (Radar Cirebon Group) tidak dijawab dan pesan singkat belum dibalas. (idr/jpnn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: