Giliran Mau Digusur, Pada Teriak Mau Alih Profesi
PATROL - Komunitas Pengelola Kafe (Kopek) bersama puluhan warga yang tinggal di Desa Legok dan Ganyong dan Sukahaji, meluruk Kantor Kecamatan Patrol, Senin (21/3). Mereka ingin menemui Camat Patrol, Teguh Budiarso S Sos MSi, untuk menyampaikan aspirasi terkait rencana pembongkaran warung remang-remang (warem) tahap kedua yang akan dilakukan 30 Maret 2016. Kopek meminta Pemerintah Kabupaten Indramayu tidak membongkar bangunan yang mereka gunakan untuk usaha. Bahkan Kopek menyatakan siap beralih profesi. Kesiapan tersebut dibuktikan dengan membuat surat pernyataan akan meninggalkan usaha menjual minuman beralkohol dan tidak menyediakan sarana untuk transaksi prostitusi. Setelah sempat melakukan orasi, mereka kemudian diterima Kepala Seksi (Kasi) Ketentraman dan Ketertiban (Trantib) Sudarjo dan Kasi Kesejahteraan Sosial Kesos Azis. Sekitar 60 warga peserta aksi kemudian diajak dialog, disaksikan Danramil Kapten Inf Catur P Irian dan Wakapolsek Patrol AKP Mashudi. “Kami minta ada mediasi terlebih dahulu. Jangan asal main bongkar saja, kita juga manusia dan warga negara yang mempunyai hak untuk hidup dan mendapatkan tempat usaha,” ujar Koordinator Kopek, Budi Asmara, kepada Radar, Senin (21/3). Menurut Budi, keinginan pemerintah daerah memberantas porstitusi dan minuman beralkohol tidak harus menggunakan jalan pembongkaran lapak. Apalagi, para pemilik kafe sudah bersedia untuk berganti usaha dengan memanfaatkan bangunan yang sudah ada. “Pada intinya kami siap meninggalkan profesi yang selama ini kita jalani, ini sesuai keinginan pemerintah daerah, jadi tidak perlu sampai dibongkar,” tandasnya. Perwakilan warga Desa Legok, Warsim meminta pemerintah daerah mengkaji ulang rencana pembongkaran. Sebab, bangunan di Desa Legok hingga Ganyong banyak bangunan rumah tinggal, sehingga banyak warga terdampak. “Kalau dibongkar, nanti kami tinggal di mana? Kami mendirikan bangunan di kawasan itu, karena tidak memiliki lahan,” katanya. Pemerintah, kata dia, harus melihat sisi positif adanya rumah dan warung di kawasan itu. Desa Legok dan Ganyong yang dulunya sepi, kini menjadi ramai. Masyarakat yang biasa lewat seringkali ketakukan, sekarang tidak lagi. “Kalau jamannya Presiden Soeharto warga diberi kebebasan memanfaatkan lahan kosong milik negara untuk ditempati walaupun sejengkal. Kalau dipikir-pikir enakan dulu,” selorohnya. Menanggapi keinginan warga dan para pemilik kafe, Kasi Trantib Kecamatan Patrol, Sudarjo menegaskan, bangunan liar yang ada di Desa Legok dan Ganyong tetap dibongkar. Pasalnya bangunan di kawasan itu menutupi saluran irigasi dan pembuangan. Di samping itu, pemkab berupaya menegakan Perda 4/2011 tentang prostitusi, Perda 5/2016 tentang minuman beralkohol dan Perda 7/2013 tentang ketertiban umum. “Sebagian bangli yang ada di kawasan tersebut untuk usaha porstitusi dan menjual mihol, itu bertentangan dengan perda,” tegas dia. Mengenai aspirasi yang disampaikan warga, pihaknya tidak bisa memutuskan. Sebab, tuntutan itu merupakan kewenangan Pemerintah Kabupaten Indramayu. “Kami hanya bisa menampung, akan kita sampaikan,” ujar Sudarjo. (kom)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: