Pariwisata Indonesia Sebentar Lagi Salip Malaysia

Pariwisata Indonesia Sebentar Lagi Salip Malaysia

SURABAYA– Sektor pariwisata seharusnya menjadi tumpuan masa depan Indonesia. Sebab, selain potensinya yang besar, sektor pariwisata bersama dengan industri kreatif diprediksi meraih kejayaan di era kultur produk sekarang. Hal itu diungkapkan Menteri Pariwisata Arief Yahya dalam diskusi ruang ide bertajuk Pariwisata Pilar Utama Bangkitkan Ekonomi Daerah kemarin (14/4). Pada diskusi yang berlangsung di Semanggi Room Graha Pena, Surabaya, tersebut, hadir para tamu terbatas yang terdiri atas narasumber, klien, dan mitra kerja Jawa Pos (Radar Cirebon Group). Menurut Arief, perkembangan tren dunia sudah melewati tiga tahap, yakni agrikultur, manufaktur, dan era teknologi informasi. “Nah, sejak dua tahun lalu, secara perlahan kita masuk ke fase cultural product,” sebutnya. Di fase itu, produk-produk yang berbasis kreativitas seperti pariwisata, start-up technology, dan karya seni akan banyak dicari. “Karena itu, saya bilang ke Presiden (Jokowi), kita harus serius mempromosikan pariwisata Indonesia. Syukurlah, presiden paham, anggaran kami kemudian ditambah hingga Rp11 triliun,” cerita Arief yang disambut tepuk tangan hadirin. Lantas, strategi promosi pariwisata apa yang cepat? Arief mengatakan menggunakan strategi klasik, yakni menciptakan musuh bersama (common enemy). Pada tahap awal, sektor pariwisata dua negara tetangga, yaitu Malaysia dan Indonesia, dibandingkan. Hasilnya mengejutkan. Devisa dari pariwisata Indonesia sebentar lagi menyalip penerimaan devisa pariwisata Malaysia. “Pada 2014 penerimaan devisa kita hanya setengah dari Malaysia dan seperempat dari Thailand. Dua tahun lagi, kita bisa menyalip Malaysia. Devisa kita akan mencapai setengah dari yang didapatkan Thailand,” ujarnya. Menurut data World Travel & Tourism Council (WTTC), tahun lalu kontribusi sektor pariwisata terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia memang hanya USD 82,4 miliar atau 9,6 persen. Itu masih lebih rendah daripada Malaysia yang kontribusinya mencapai USD 38,9 miliar atau 13,1 persen terhadap PDB. Thailand malah lebih tinggi karena kontribusi sektor pariwisatanya mencapai 20,8 persen atau USD 81,6 miliar. Pada 2014 kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia hanya 9,4 juta orang. Sementara itu, wisman Malaysia sudah mencapai 27,4 juta. Thailand malah berada di bawah Malaysia, yakni 24,8 juta turis. Meski tertinggal, Arief yakin Indonesia mampu menyalip negara pesaing dengan cepat. Sebab, berdasar data dan prestasi Indonesia di bidang pariwisata, tidak semuanya buruk. Beberapa bahkan menunjukkan kinerja yang positif. “Indonesia mengalahkan Malaysia dan Thailand untuk strategi branding secara online. Branding “Wonderful Indonesia” kita berada di peringkat ke-47, lebih tinggi daripada Malaysia yang berada di posisi ke-96 dan Thailand di peringkat ke-83,” lanjutnya. Selain itu, Indonesia mendapatkan 10 penghargaan internasional di bidang pariwisata tahun lalu. Di sisi lain, Malaysia hanya menang dua penghargaan. “Jadi, skor kita dengan Malaysia sudah 10:2. Saya yakin dua tahun lagi kita sangat bisa menyalip Malaysia,” tegas pria 55 tahun itu. Untuk mewujudkan tekad tersebut, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Misalnya, wisata buatan (man-made) yang masih kurang di Indonesia. Arief menuturkan, ada tiga faktor yang menarik wisman berkunjung ke suatu negara, yakni budaya (culture), alam (nature), dan wisata buatan (man-made). Pengaruh faktor budaya mencapai 60 persen, alam 35 persen, dan wisata buatan 5 persen. Indonesia unggul dalam hal budaya dan alam, namun lemah di wisata buatan. ’’Kalau ini, kita masih kalah sama Singapura,” lanjutnya. Kesiapan sumber daya manusia (SDM) juga harus diperhatikan. Tahun ini baru ada 125 ribu tenaga kerja di bidang pariwisata yang tersertifikasi sesuai dengan standar Mutual Recognition Arrangement (MRA). Padahal, kabutuhannya mencapai 375 ribu. Pada 2019 Indonesia bahkan membutuhkan 500 ribu tenaga kerja tersertifikasi. Sertifikasi MRA diakui di Asia Tenggara sehingga sangat dibutuhkan untuk memenangkan era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).  (rin/c7/kim)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: