Situs Batu Arca di Desa Citundun, Kuningan; Peninggalan Abad Ke-5, Pesan Ortu Jangan Diganggu

Situs Batu Arca di Desa Citundun, Kuningan; Peninggalan Abad Ke-5, Pesan Ortu Jangan Diganggu

Kabupaten Kuningan kaya akan peninggalan situs-situs sejarah. Setelah situs Batu Naga di Jabranti, Kecamatan Karangkancana, kini muncul situs batu Arca di Dusun Karangsari, Desa Citundun, Kecamatan Ciwaru. Laporan: Agus Mustawan, Kuningan SUDAH sejak lama situs ini diketahui keberadaannya. Tapi, sudah lama juga situs ini terlupakan. Bahkan sempat tertutup rimbunan ilalang. Pertengahan 2015 lalu, para pemuda yang tergabung dalam Karang Taruna, mencoba membersihkan dan merawat kembali situs tersebut. Kini, Karang Taruna dan pihak desa berharap pemerintah bisa mengungkap sejarah Arca tersebut. Bukan hanya mengungkap, mereka juga menginginkan keberadaan Arca itu dilindungi agar tidak hilang dicuri. “Sebenarnya sudah lama ada. Dulu, zaman bapak saya kecil sudah ada. Dan mereka selalu berpesan jangan mengganggu batu Arca itu,” ucap Kades Citundun, Rasta Hardimansyah, Senin (25/4). Rasta masih ingat waktu kecil, saat ikut membajak sawah, dia takut melewati Arca itu karena dikeramatkan. “Tapi orang tuanya selalu berkata tidak perlu takut, tapi harus menjaganya,” kenang Rasta. Dahulu, sambung dia, setiap akan bertani masyarakat selalu memberikan sesajen di depan Arca. Jumlah Arca sendiri cukup banyak. Ada Arca Bima, Arjuna, Putri dan anak kecil. Kemudian juga ada batu bangkong (katak, red). Seiring perkembangan zaman, tradisi memberikan sesajen itu hilang dan Arca pun tidak terurus sehingga kerap tertutup ilalang. “Ada atau tidak ada hubungan dengan tradisi lama yang sering memberikan sesajen, kini hasil pertanian tidak sebanyak zaman dulu,” kata Rasta. Dia berharap Arca itu dirawat dan diungkap sejarahnya. “Nantinya akan memberikan manfaat bagi ilmu sejarah di Kuningan dan Indonesia pada umumnya. Tentu juga bisa menjadi tujuan wisata,” sebut pria berumur 45 tahun tersebut. Dia mengaku jumlah warga yang berkunjung makin banyak setelah keberadaan batu-batu itu di-share melalui berbagai media social (medsos). “Makanya kami khawatir ada yang ambil. Kalau warga kami sih sudah pasti gak berani,” tambahnya. Banyak alasan warga tidak mau mengambil arca dan batu-batu jenis lainnya itu. Salah satunya adalah cerita tentang warga yang terus sakit-sakitan setelah mengambil batu bangkong. Konon karena sakitnya tak sembuh, pihak keluarga sepakat untuk mengembalikan batu itu ke tempat semula. Setelah dilakukan, orang yang mengambil batu itu kembali sembuh. “Kepercayaan itu cukup ampuh untuk melindungi benda-benda itu dari orang-orang yang berniat mengambil batu-batu itu. Tapi agar lebih aman kami ingin kompleks itu ditembok dan dipagar,” harapnya. Sementara Kadisparbud Kabupaten Kuningan Drs Teddy Suminar MSi melalui Kabid Kebudayaan Drs Yosep membenarkan adanya situs tersebut. Diperkirakan situs itu ada sejak abad ke-5 atau ketika zaman Hindu. “Nanti akan ada kunjungan dari Balai Arkeologi Bandung untuk meneliti situs tersebut,” ucap Yosep. Terpisah, Amung, salah satu pengunjung yang datang ke lokasi itu berharap ada perhatian dari pemerintah untuk melestarikannya. “Saya sengaja datang karena tertarik dengan kisahnya. Ternyata ada sebagian Arca yang hilang baik bagia tubuh atau arca-arca kecil lainnya. Tidak tertutup kemungkinan di sekitar lokasi masih ada Arca dan tertimbun sawah. Ini butuh perhatian, ini bisa jadi ases wisata bagi Kuningan,” ucap warga Kecamatan Lebakwangi, itu. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: