Panen Telat, Petani di Jatitujuh Tidak Untung

Panen Telat, Petani di Jatitujuh Tidak Untung

MAJALENGKA – Musim panen setiap tahun ibarat memakan buah simalakama bagi para petani. Di satu sisi petani bisa memetik hasil dari jerih payah menanam padi, tapi di sisi lain harga gabah padi justru anjlok dari harga normal sehingga tidak meraih untung yang besar. Seperti yang terjadi di kawasan Jatitujuh, ketika memasuki musim panen ini harga gabah anjlok sampai hampir 40 persen dari harga ketika paceklik. Hasan, salah seorang petani asal Jatitujuh mengaku jika saat ini harga jual gabah sudah menyentuh angka Rp380 ribu per kuintal. Dengan harga tersebut, tidak ada keuntungan besar yang bisa didapat para petani bahkan bisa impas dengan modal tanam pun petani sudah bersyukur. Sebab selama masa tanam kemarin petani cukup besar mengeluarkan modal untuk mempertahankan kelangsungan tanaman padinya, mulai dari benih, pupuk, hingga perawatan pencegahan hama lainnya. “Hancur harganya, sekarang pas lagi banjir stoknya. Yang paling akhir panenya cuma dihargai Rp380 ribu per kuintal. Kalau yang awal-awal panenya sih mending bisa dijual sampai Rp450 ribuan per kuintal. Padahal, normalnya ketika kondisi paceklik bisa di atas Rp500 ribu,” keluhnya. Menurutnya, harga gabah anjlok cukup membingungkan para petani. Sebab jika ingin disimpan dulu stok gabahnya sambil menunggu harganya bagus, mereka justru butuh uang untuk kembali memulai masa tanam kedua. Jika terus menunggu terlalu lama, khawatir ketika tanaman padi sudah tumbuh dan membutuhkan air musim hujanya justru sudah berakhir. Bahkan, jika menghitung sebulan kedepan akan memasuki bulan Ramadan dan mereka butuh uang. Apalagi menjelang kenaikan kelas dan tahun ajaran baru untuk membeli kebutuhan perlengkapan sekolah. Belum lagi bagi yang naik tingkat dari jenjang sekolah dasar ke jenjang sekolah lanjutan, tentu harus menyiapkan uang cadangan untuk berjaga-jaga. Petani lainnya asal Kertajati, Endang mengaku jika harga jual gabah di daerahnya masih lumayan karena bisa dihargai senilai Rp420 ribu per kuintal. Namun, itupun hitungannya para petani hanya dapat mengambil keuntungan yang tipis dari hasil jerih payah mereka menanam padi. Menurutnya, harga jual gabah di daerahnya relatif sedikit lebih tinggi dari kecamatan tetangga, lantaran saat ini ketersediaan lahan pertanian sudah berkurang, karena sebagian terkena pembebasan lahan untuk pembangunan bandara, serta lahan pertanian lain yang tidak kena gusur banyak yang beralih fungsi menjadi pemukiman-pemukiman warga. (azs)      

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: