[MENGHARUKAN] Korban Tragedi Mina Tahun Lalu, Baru Dipulangkan dalam Keadaan Masih Koma
Agar Culan nyaman selama perjalanan, pendamping memutarkan rekaman surah Ar-Rahman dan Yasin serta berbicara dalam bahasa Indonesia. Sudah bisa merespons dengan menitikkan air mata. Laporan: Salsabyl Ad’n-Lisvi Nailati P, Jakarta SUASANA halaman depan Gedung Sasana Manggala Praja Bandara Halim Perdanakusuma kemarin siang (1/5) lebih ramai daripada hari-hari biasa. Belasan mobil memenuhi area parkir gedung yang diperuntukkan tamu VVIP itu sejak pagi. Bukan pejabat negara yang ditunggu Menteri Kesehatan Nila Moeloek, pejabat Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), hingga perwakilan Kedutaan Besar Arab Saudi di Jakarta. Melainkan seorang guru sekolah dasar (SD) asal Padang Pariaman, Sumatera Barat, bernama Culan Kasim binti Kasim. Sayang, perempuan 55 tahun tersebut tak bisa menikmati sambutan itu. Sebab, keadaan dia koma setelah terjatuh dalam tragedi Mina pada musim haji lalu, persisnya September 2015. Itu berarti Hajah Culan sudah delapan bulan koma. Dia menjadi pasien koma pertama yang dipulangkan pemerintah Arab Saudi sebagai salah seorang korban haji musim 2015. Culan diberangkatkan dari Bandara Internasional King Abdul Aziz Jeddah Sabtu (30/4) pukul 19.00 waktu setempat dengan pesawat medevac milik pemerintah Saudi. Dengan perjalanan sembilan jam, dia akhirnya tiba pukul 12.40 WIB di landasan pacu Halim dan disambut Nila beserta dua ambulans. Namun, Culan tak lantas langsung bisa secepatnya diangkut ke ambulans. Proses tersebut membutuhkan waktu satu jam lebih. Apa yang membuatnya lama? Menurut Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan Muchtaruddin Mansyur, penyebabnya adalah alat bantu yang tak boleh lepas dari perempuan 58 tahun itu. “Saat ini dia sedang dalam keadaan koma karena heatstroke (kondisi stroke yang disebabkan panas ekstrem, red),” jelasnya. Dampaknya, lanjut Muchtaruddin, itu memengaruhi kinerja motorik, termasuk pernapasan. “Karena itu, dia membutuhkan ventilator untuk bernapas. Pemindahan antara ventilator pesawat dan ambulans inilah yang butuh waktu lama,” ujarnya. Memang bukan perjalanan mudah. Juga tidak murah. Menghabiskan Rp2 miliar. Itu belum termasuk biaya pengobatannya selama delapan bulan dirawat di Jeddah. Menurut Muchtaruddin, biaya harian di rumah sakit tersebut minimal Rp20 juta. Saat pertama ditemukan jatuh, terang Muchtaruddin, Culan mengalami koma berat dengan gejala gagal organ-organ penting. Mulai gagal ginjal hingga infeksi saluran pernapasan. “Namun, saat ini dia sudah stabil tanpa meninggalkan luka atau infeksi bekas perawatan,” ungkapnya. Kesediaan pemerintah Saudi memulangkan Culan bermula saat Menteri Kesehatan Nila Moeloek dan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin bertemu dengan Menteri Haji Arab Saudi Bandar bin Muhammad Hajjar. Pertemuan itu dilakukan untuk menandatangani MoU Haji 2016 pada 13 Maret lalu. “Dalam kesempatan itu, Ibu Nila menyempatkan diri menemui korban tragedi Mina yang belum dipulangkan. Salah satunya Hajah Culan. Di sinilah dia menemukan informasi bahwa Ibu Culan itu bisa dipulangkan, namun tidak dengan cara biasa,” paparnya. Untung, dalam kunjungan tersebut Nila bertemu dengan beberapa pejabat rumah sakit yang rupanya keturunan Indonesia. Salah satunya Nimat Nur Hasan Matasif yang menjabat health promotion manager di rumah sakit tersebut. Dari sanalah Nila mulai menghubungi secara personal keluarga untuk menanyakan kesediaan mereka agar Culan dipulangkan dengan bantuan ventilator. “Setelah keluarga bersedia, pemerintah kedua negara mulai bekerja. Kemenlu bekerja secara diplomasi. Lalu, Ibu Nimat bekerja dari internal Arab Saudi,” ungkapnya. Berselang lima minggu, rencana akhirnya siap dilaksanakan. Namun, pelaksanaannya sungguh tidak mudah. Pasien harus dijaga tetap stabil dalam pesawat. Di sinilah peran Nimat sebagai diaspora menjadi sangat penting. Perempuan berdarah Palembang itu secara personal mendampingi Culan dalam perjalanan tersebut. Selama perjalanan itu, Nimat mengaku mempunyai dua senjata untuk menemani Culan. Pertama, pemutar MP3 yang berisi surah Ar-Rahman dan Yasin. “Rekaman ini adalah rekaman surat yang dibacakan Syekh Abdul Basit Abdussamat. Tokoh yang bisa membaca lafal Alquran dengan sangat indah,” ungkap Nimat kepada Jawa Pos (Radar Cirebon Group). Senjata kedua adalah kalimat Indonesia. Saat ditanya, perempuan yang sudah bekerja di bidang kesehatan selama 33 tahun itu sebenarnya sangat malu dengan keterampilannya berbahasa Indonesia. Nimat merasa memang kurang berlatih berbahasa Indonesia sehingga terpatah-patah saat berbicara. Saat diwawancarai pun, dia lebih memilih berbahasa Inggris. Namun, untuk membuat Culan nyaman, dia pun berusaha sekuat tenaga berbicara bahasa Indonesia. “Selamat pagi, Bu. Saya Nimat dari rumah sakit di Jeddah. Kita mau pergi ke Jakarta, bertemu dengan bapak dan anak. Kita di kapal terbang. Saya bicara sedikit-sedikit, tapi insya Allah Ibu ngerti,” ujarnya saat diminta mengulang perkataan ke Culan selama penerbangan. Kata-katanya dan rekaman surah tersebut diakui Nimat sangat membantu. Meski tak bisa mengeluarkan senyuman, binaran mata Culan berubah drastis. Seakan dia tahu akan bertemu dengan keluarga. “Jujur, saya menganggap orang Indonesia sebagai saudara jauh. Dan Hajah Culan sudah saya anggap bibi saya sendiri. Saya harap dia bisa cepat sembuh saat sudah dekat dengan keluarga,” ujarnya. Tentu saja semua itu juga tak akan terjadi jika tidak disertai penjagaan medis yang baik. Menurut Nimat, pesawat yang mengangkut Culan merupakan salah satu ambulans udara tercanggih di dunia. Awak-awak medis yang menemani dia pun sangat cakap. Mulai dokter ICU Ayman, perawat ICU Adillah, sampai paramedis Omeral Harbi. Nimat mengaku sangat bangga menjadi perwakilan dari pemerintah Saudi untuk memulangkan Culan. “Saya berterima kasih kepada Raja Salman bin Abdulaziz yang memang memprioritaskan kesehatan para peserta haji. Sebab, peserta haji adalah tamu Tuhan dan kami berusaha melayani sebaik-baiknya tamu itu,” terangnya. Andy Frenky, anak ketiga Culan, sangat berterima kasih kepada pemerintah, khususnya Nila Moeloek yang menghubunginya secara personal. Dia merasa teberkati bisa menjadi dekat kembali dengan sang ibu. “Saya kaget ternyata mama menangis setiap saya dan ayah ngomong. Sampai sekarang di rumah sakit pun reaksinya dengan air mata,” ungkapnya di Rumah Sakit Umum Pemerintah (RSUP) Fatmawati Jakarta. Secara umum, Andy melihat kondisi ibunya membaik. “Ibu bisa berkomunikasi. Beliau mendengar dan merespons. Hanya tidak bisa berbicara lantaran ventilator yang terpasang di tenggorokannya,” ucap dia. Kebahagiaan juga dirasakan suami Culan dan putri bungsu mereka, Nelvira Aurria (23). Keduanya sempat meneteskan air mata saat berada di ICU ruang A1 lantai 4 Gedung Bougenville, Sentra Vaksinasi Haji dan Umrah RSUP Fatmawati. Begitu pula Ermawati (54), ibu mertua Andy yang turut rombongan dari Padang menjemput Culan di bandara. “Yang sabar ya, istigfar,” tutur Ermawati menceritakan apa yang disampaikannya kepada sang besan. Menurut Nelvira, selama ini keluarga di Indonesia tak pernah putus memantau kondisi Culan. “Biasanya tim KJRI yang menjenguk atau suster dari rumah sakit akan mengabarkan kondisi ibu secara rutin,” ujar Nelvira. Selama di Saudi, Culan dirawat suster asal Malaysia. Karena itu, keluarga di Indonesia tidak memiliki kesulitan dalam memahami penjelasan suster tentang kondisi Culan. “Mereka selalu mengabarkan, baik lewat telepon maupun video call,” tambah Andy. Dia mengakui, kondisi ibunya dilaporkan semakin baik jika diperlihatkan video tentang keluarganya di Indonesia. Misalnya sewaktu perwakilan KJRI datang dan memperlihatkan video-video anak-anaknya yang dikirim lewat pejabat KJRI. Kelegaan keluarga Culan semakin bertambah karena mereka tak perlu mengkhawatirkan masalah biaya. ”Selama di Saudi, pihak kerajaan yang menanggung dan di Indonesia kami dijamin BPJS dari pemerintah,” ucap Andy. Saat ini masih ada satu lagi WNI korban tragedi Mina yang belum pulang. Yakni Siti Nasokah Nasikin Musair (55), yang juga menderita heatstroke dan sedang dirawat di Rumah Sakit Jeddah Bagian Barat. Sayang, kondisinya masih belum memungkinkan untuk dipulangkan. “Saya minta peserta haji 2016 berhati-hati. Sebab, ibadah haji tahun ini juga sama seperti tahun lalu. Suhu di Mina bisa mencapai 50 sampai 51 derajat Celsius. Apalagi, banyak peserta haji yang sudah masuk umur renta. Harus disiapkan dan dicek benar kesehatannya,” tutur Nila. (*/c9/ttg)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: