Puluhan Korban Terorisme Belum Dapat Kompensasi

Puluhan Korban Terorisme Belum Dapat Kompensasi

JAKARTA- Para korban kasus terorisme di Indonesia belum bisa mendapatkan hak mendapatkan kompensasi, sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban. Kompensasi belum bisa diberikan karena regulasi yang mengatur hal itu belum rampung direvisi. Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai mengatakan saat ini ada sekitar 30-an korban terorisme dari kasus bom Bali, Solo maupun Jakarta yang masih terkatung nasibnya. Mereka belum bisa menerima kompensasi karena peraturan pemerintah (PP) yang mengatur hal tersebut belum rampung direvisi. Revisi yang dimaksud Haris itu tak lain PP 44/2008. Harusnya PP itu direvisi mengingat UU yang mengatur perlindungan saksi dan korban telah direvisi menjadi UU No. 31/2014. “Karena PP-nya yang baru belum ada, kami masih menggunakan PP yang lama, yakni 44/2008,” kata Haris. Lantaran masih menjalankan PP 44/2008, LPSK tidak bisa berbuat banyak terhadap pemenuhan hak psikososial serta pembayaran ganti rugi untuk korban terorisme. “Dalam UU harusnya sudah jelas yakni kompensasi diberikan tanpa harus menunggu putusan berkekuatan hukum tetap,” terangnya. Haris mengatakan, sejak UU No 31/2014 disahkan LPSK menerima banyak permohonan bantuan medis, psikologis, dan psikososial dari para korban bom di Bali dan Jakarta. Mereka yang mengajukan permohonan bisa diproses ketika ada surat keterangan sebagai korban dari Polda setempat. Namun masalahnya di polda, korban yang tak pernah menjadi saksi tak tercatat namanya. Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono mengungkapkan, sudah hampir dua tahun upaya merevisi PP 44 belum juga diselesaikan pemerintah. Selain PP 44, upaya memberikan kompensasi terhadap korban kejahatan terorisme juga terhalang Keputusan Menteri Keuangan (KMK). “Revisi PP 44 ini sangat penting karena menyangkut kompensasi bagi korban tindak pidana terorisme dan pelanggaran HAM berat,’’ katanya. Untuk revisi keputusan Menkeu, Supriyandi mengatakan ICJR telah berkirim surat agar Kementerian yang dipimpin Bambang Brojonegoro itu segera melakukan revisi. Keputusan Menkeu yang dimaksud ialah No. 983/KMK.01/1983 tentang Tata Cara Pembayaran Ganti Kerugian. Keputusan itu menjadi mimpi buruk para korban tindak pidana karena berbelit mekanisme dan jangka waktu pengajuan. (gun)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: