Perkosa Anak, Hukum Seumur Hidup atau Mati

Perkosa Anak, Hukum Seumur Hidup atau Mati

JAKARTA- Pelaku pencabulan dan pemerkosaan anak bakal ditembak mati.  Sanksi paling berat dalam sistem peradilan di Indonesia itu menjadi salah satu usulan yang muncul untuk membuat jera para predator anak. Pidana untuk para pelaku pencabulan atau pemerkosaan itu sebelumnya sudah mencapai paling lama 15 tahun sesuai UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak. Lamanya hukuman sama dengan ancaman untuk pelaku pembunuhan. Tapi, hukuman selama itu dianggap masih belum cukup membuat para pelaku kejahatan seksual itu  takut. Dalam rapat  di Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) kemarin, diusulkan penjara seumur hidup bagi pelaku pencabulan dan pemerkosaan. Bahkan, sampai hukuman mati bila korban tewas gara-gara pencabulan atau pemerkosaan itu. Rapat itu dihadiri Menko PMK Puan Maharani, Menkum HAM Yasonna Laoly, dan Menkes Nila Moeloek. Puan Maharani mengatakan ancaman hukuman yang diperberat itu diharapkan bisa membuat para pelaku kejahatan itu jera. Termasuk orang-orang yang punya niat jahat juga akan berfikir ribuan kali. “Kami sudah sepakat kalau hukuman itu akan diperberat. Sampai hukuman mati. Ini akan kami usulkan ke presiden,” kata Puan usai rapat koordinasi. Bukan hanya  hukuman pidana saja. Tapi, sanksi sosial bagi pelaku juga disepakati akan diusulkan ke presiden. Sanksi sosial itu berupa pengumuman identitas pelaku pada masyarakat. Salah satu bentuknya, nama pelaku yang sudah terbukti itu akan dipublikasikan di media massa baik cetak maupun elektronik. “Karena yang pelaku lakukan itu sudah diluar batas kemanusiaan. Keji sekali,” ujar putri Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Pemberatan hukuman ini turut diamini oleh Menkum HAM Yasonna Laoly. Politisi Parta Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini menegaskan, pelaku bisa terancam hukuman mati kalau korban tewas akibat ulah kejinya. “Jadi pemberatannya dari 15 tahun ke 20 tahun. Lalu ke seumur hidup. Tapi kalau korban meninggal, hukuman mati. Kemudian kalau korban cacat atau apa, itu nanti teknisnya dibahas sama tim, itu nanti sampai hukuman mati,” paparnya. Pemberatan hukuman ini tentunya akan mengubah beberapa pasal dalam UU 23/2002 tentang perlindungan anak. Perubahan, kata dia, dititikberatkan pada pasal 81 dan 82. “Nanti kita lihat perkembangannya. Ini segera akan ratas,” ungkap mantan anggota Komisi II DPR RI periode 2004–2009 itu. Lalu, bagaimana dengan pelaku anak? Yasonna menyampaikan, untuk kasus ini tentu ditangani berbeda sesuai dengan UU peradilan anak. Sehingga, perlakuan pun tidak akan sama dengan orang dewasa. Lalu, masih ada lagi opsi yang dimunculkan dalam pemberian efek jera bagi predator anak itu. yakni hukuman kebiri kimia. Bentuknya memberikan suntikan dengan obat khusus untuk menekan libido. Kebiri itu akan menjadi semacam hukuman pendamping bagi pelaku predator anak. Presiden pun mendorong agar kebiri itu bisa segera diterapkan. Namun, dalam kajian di Kementerian koordiantor bidang PMK hukuman kebiri itu menuai banyak halangan. Salah satunya soal siapa yang akan menyuntikan obat penurun libido itu. Opsi utama yang muncul dalam pembahasan tersebut adalah dokter. Tapi, dokter pun tidak mau karena itu dianggap menyalahi kode etik. Deputi Bidang Koordinasi Perlindungan Perempuan dan Anak Kemenko PMK Sujatmiko menuturkan mereka telah menggelar rapat dengan asosiasi profesi dokter. Kalangan dokter rupanya enggan untuk terlibat dalam pemberian suntikan kebiri bagi para pelaku kejahatan seksual itu. lantaran dianggap bertentangan dengan sumpah mereka sebagai dokter. ”Karena dokter itu menyembuhkan penyakit. Bukan sebaliknya,” kata Sujatmiko. Mantan duta besar Indonesia untuk Sudan itu menuturkan bahwa kalangan organisasi keagamaan juga menolak kebiri. Lantaran dianggap sebagai salah satu bentuk mencabut hak asasi manusia yang punya hak untuk reproduksi. ”Secara teknis pemberian suntikan itu juga sulit. Karena hanya ngefek tiga bulan saja,” imbuh dia. Diakui Menkes Nila Moeloek, suntik kebiri ini memang memiliki resiko positif dan negatif. Sehingga, perlu dibahas ditingkat lebih tinggi. Kebiri kimia adalah tindakan memasukkan bahan kimia antiandrogen baik melalui pil maupun suntukan ke dalam tubuh pelaku. Tujuannya, memperlemah hormone testosterone. ”Dari sisi kesehatan kami harus jelaskan sisi positif negatifnya. Nanti bapak presiden yang putuskan. Yang jelas, semua setuju adanya pemberatan hukuman bagi pelaku,” tegasnya. Salah satu penolakan keras disampaikan oleh Persatuan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI). Wakil Ketua PDSKJI Eka Viora menyampaikan, efek samping dari obat suntik kebiri ini tidak main-main. Banyak sistem tubuh tubuh yang akan terpengaruh. Salah satunya, fungsi sekunder laki-laki. Pelaku yang mendapat suntik kebiri lama kelamaan bisa seperti perempuan. ”Payudara membesar. Ini waria pasti senang. Karena muncul sifat perempuannya,” tutur Eka. Bukan perkara itu saja, di sisi kesehatan, tulang penerima suntikan kebiri akan mudah keropos. Oleh karenanya, dia minta hukuman ini dipertimbangkan kembali. ”Membunuh juga itu. Apa bedanya?,” tegasnya.  Dia mengatakan, efek jera bisa ditumbuhkan melalui pidana seumur hidup. Menurutnya, hukuman penjara sejatinya bisa efektif karena disertai pendampingan saat dalam penjara. Semua hasil pembahasan dalam rapat di Kemenko bidang PMK itu akan disampaikan kepada presiden Jokowi.  Setidaknya ada dua opsi dalam penerapan segera sanksi berat bagi pelaku kejahatan itu. misalnya melalui peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpuu). Dalam Perpuu itu bisa pula dimasukan aturan soal kebiri kimia itu. Terpisah, sinyal kuat soal persetujuan pemberatan hukuman ini diberikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menurut Presiden, kejahatan seksual terhadap anak yang kian marak, harus disikapi dengan tegas dan segera. \"Kita sudah bicarakan bahwa kejahatan seksual terhadap anak kita nyatakan sebagai kejahatan luar biasa,\" ujarnya usai rapat kabinet paripurna di Istana Negara kemarin (10/5). Karena sudah dinyatakan sebagai kejahatan luar biasa, maka penanganan, sikap, dan tindakan seluruh elemen, baik itu pemerintah maupun masyarakat, untuk kasus-kasus serupa itu juga harus berbeda. \"Penanganannya harus luar biasa,\" katanya. Presiden pun menginstruksikan Kapolri Badrodin Haiti, Jaksa Agung M. Prasetyo, serta menteri terkait untuk menindaklanjuti kasus kejahatan seksual dengan cepat dan tegas. Terkait rencana hukuman kebiri, pemerintah siap mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu). Kapan akan diproses? \"Secepat-cepatnya,\" tegas Jokowi. Wakil Ketua DPR Agus Hermanto menilai bahwa praktik kejahatan seksual memerlukan penegakan hukum yang tegas dari pelaku. Peraturan yang ada saat ini belum bisa memberikan sanksi yang berat dan efek jera kepada pelaku. ”Ini merupakan PR dari pemerintah dan anggota, supaya peraturan perundang-undangan bisa direvisi atau disesuaikan dengan hal-hal yang terjadi saat ini,” kata Agus di gedung parlemen.(bay/gun)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: