Abas, Penjual Bubur Ayam di Emperan Toko Cilimus; Enam Jam Bisa 150 Mangkok
Siapa sangka dari berjualan bubur ayam dengan menggunakan gerobak dorong, bisa membangun rumah, membeli mobil serta kendaraan roda dua. Itulah yang kini dirasakan Abas, penjual bubur ayam yang mangkal di emperan toko di Jalan Raya Cilimus. Sudah 15 tahun pria asal Panambangan, Kecamatan Beber, Kabupaten Cirebon, itu mencari nafkah dari berjualan bubur ayam. Laporan: Agus Panther, Cilimus SORE itu sekitar pukul 17.00 WIB, lalu lintas di Jalan Raya Cilimus tidak terlalu padat. Sebuah mobil jenis carry warna merah marun datang dari arah Cirebon, dan langsung belok ke sub terminal Pasar Cilimus lalu parkir. Pengemudinya segera turun. Bagian belakang pintu mobil dibuka, dan diturunkannya sebuah dandang terbuat dari almunium. Satu karung plastik berisi kerupuk matang, serta peralatan lainnya ikut diturunkan sang pemilik mobil. Dengan cekatan, pria bertubuh sedang itu mengangkutnya menuju seberang jalan. Sebuah gerobak sederhana sudah mangkal di trotoar tepat depan sebuah toko mebel yang sudah tutup sejak pukul 15.00 WIB. Lelaki bernama Abas itu kemudian menata barang dagangannya. Dandang berisi bubur dan kuahnya dimasukan ke dalam gerobak. Kompor gas langsung dinyalakan. Begitu juga kerupuk, ayam yang sudah disuwir-suwir, dan bumbu lainnya ditata di atas gerobak yang sudah menemaninya selama bertahun-tahun itu. Belum juga semua beres ditata, mendadak beberapa orang berdatangan. Mereka lantas memesan bubur yang baru saja dimasukan ke dalam gerobak. Dengan ramah Abas melayani permintaan pembeli, kendati semua barang dagangannya belum tertata. Tangannya yang terampil langsung membuat beberapa pesanan bubur ayam khas Kuningan yakni campur kuah sop. Rasa bubur ayam yang gurih, lezat dan memakai bumbu khusus itu rupanya menjadi daya tarik tersendiri bagi para penggemar bubur. Di sekitar ruas jalan itu sebenarnya banyak pedagang bubur ayam yang mangkal. Namun, bubur ayam yang dijual Abas dan berada di sebelah utara Pasar Cilimus itu terbilang paling ramai dikunjungi pembeli. Sejak buka pukul 17.00 WIB dan tutup sekitar pukul 22.00 WIB, Abas mampu menjual sebanyak 150 mangkok atau hanya dalam hitungan enam jam saja. Satu porsi bubur ayam dijual Abas dengan harga Rp9 ribu. Kemudian satu tusuk sate ayam dijualnya seharga Rp2 ribu per tusuk. Seperti Rusdi, pria asal Panawuan. Lelaki itu mengaku sudah seperti ketagihan dan cocok dengan olahan bubur ayam buatan Abas. Selain buburnya lembut, juga kuahnya yang kental membuat nafsu makannya selalu bertambah. Tak heran jika dia kerap menyambangi tempat jualan Abas hanya untuk menikmati satu mangkok bubur ayam. “Kelezatannya itu yang membedakannya dengan bubur ayam sejenis yang ada di Cilimus. Mungkin bumbu-bumbu yang diraciknya khusus sehingga rasanya juga sangat terasa di lidah. Apalagi harganya terjangkau oleh kantong saya,” ujarnya. Abas sendiri sudah cukup lama menjadi penjual bubur ayam di tempat tersebut. Tidak kurang dari 15 tahun, Abas berjualan. Dia mengaku bisa menjual 150 porsi dalam beberapa jam saja. Jika malam Minggu, dia terpaksa menambah stok dagangannya lantaran pengunjungnya banyak yang datang. “Alhamdulillah saya bisa menjual 150 mangkok sekali jualan. Sudah sekitar 15 tahun saya jualan bubur ayam. Satu porsi bubur ayam saya jual Rp9 ribu. Keluarga saya yang lain juga sama jualan bubur ayam, seperti yang di Caracas. Tadinya bareng sekarang misah. Untungnya lumayan buat menafkahi keluarga di kampung,” katanya di sela melayani pembeli. Sebelumnya, Abas meracik semua bumbu bubur ayamnya di rumah. Itu dilakukannya sejak pagi hingga sore hari setelah belanja ke pasar. Untuk menghasilkan bubur yang lembut, dibutuhkan waktu berjam-jam mengolahnya. Sedangkan bumbu yang lainnya terbilang lumayan enteng. “Kerupuk tinggal menggoreng, ayam juga dimatangkan dulu dan diberi bumbu. Setelah itu digoreng dan kemudian disayat-sayat sampai irisan kecil. Nah hati, ampela dan usus ayam, saya buat sate tusuk. Satu tusuknya saya jual Rp2 ribu,” tuturnya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: