Pohon Karet Cilimus Terkenal Sampai Luar Negeri

Pohon Karet Cilimus Terkenal Sampai Luar Negeri

CILIMUS – Riwayat pohon karet yang tumbuh di alun-alun Desa/Kecamatan Cilimus sangat panjang. Selain bernilai sejarah pergerakan, juga menjadi kebanggaan masyarakat. Beberapa puluh tahun silam, pohon tersebut sempat terkenal sampai ke luar negeri. Ini diakui salah seorang tokoh sepuh setempat yang identitasnya enggan dikorankan, kemarin (8/6). “Pada tahun 1951-an, sewaktu saya masih kecil, pohon ini sudah besar. Saya bersama teman-teman sering memanjat pohon untuk mencari burung,” ceritanya. Ia mengakui, pohon tersebut jadi kebanggaan masyarakat. Terlebih setelah dibuat pot yang mengelilingi pohon itu. Secara nasional, dinyatakan sebagai pohon yang memiliki pot raksasa. Bahkan salah seorang rekannya yang sempat bekerja di luar negeri menyebutkan, kemasyhuran pohon karet sampai terdengar di Inggris dan Australia. “Pohon ini terkenal sampai ke Inggris dan Australia. Karena tidak ada lagi pohon besar yang berpot raksasa waktu itu. Sudah barang tentu itu jadi kebanggaan kita semua,” tutur sesepuh yang mewanti-wanti agar namanya tidak dikorankan. Kepopuleran pot raksasa itu, sambungnya, mengangkat nama Cilimus yang sejak dulu terkenal dengan kefanatikannya. Bahkan Habib Mustofa dari Jakarta ketika berceramah di Cilimus menyebutkan, Cilimus masuk ensiklopedia sebagai daerah perjuangan. “Wajar apabila pohon tersebut jadi kebanggaan masyarakat di sini. Pohon itu memang sudah berumur ratusan tahun,” ucapnya. Untuk itu, ketika mendengar adanya rencana penataan alun-alun, dirinya menyarankan dua opsi. Sebelum dilakukan penebangan, mestinya ditanami dulu pohon karet pengganti di tengah alun-alun. Sebab ia mengakui, umur pohon ada batasnya terlebih pohon itu sering terbakar. “Kalau mau ditebang, tanami dulu pohon baru di tengah alun-alun. Kalau sudah agak besar, baru dilakukan penebangan. Atau dengan sistem stek, tanamilah di beberapa pot besar. Sehingga jadi keturunan dan tidak punah begitu saja,” ungkapnya. Terpisah, penebangan pohon masih menjadi perguncingan masyarakat. Mereka sangat kehilangan atas upaya penebangan itu. Atop misalnya, salah seorang warga Blok Pasawahan Kulon mengatakan, nenek moyang menanam pohon karet di alun-alun dipastikan punya nilai filosofi. “Nenek moyang kita menanamnya di sana (alun-alun, red) itu pasti ada maksud dan tujuan. Kenapa tidak di kantor kecamatan atau di sinyur atau di tempat lain,” ujar Atop singkat tapi mendalam. Haris Biges, warga Blok Pasawahan Wetan mengutarakan kalimat serupa. Dia mengatakan, sebelum kades lahir dan juga masyarakat Cilimus lainnya, pohon itu sudah ada. Ini mah siapa yang menanam, siapa yang menebang,” ketus dia diangguki Udin Sapru. Baik Atop, Haris maupun Udin, menegaskan pohon karet sudah menjadi ikon Cilimus. Bukan hanya karena pernah jadi arena permainan, cerita zaman dulu keberadaan pohon tersebut tidak terlepas dari sejarah pergerakan para pejuang kemerdekaan. “Tentu kami sangat kehilangan. Entah bagaimana jadinya nanti,” ucap mereka. Radar memperoleh keterangan, sebelum dilakukan penebangan, sejumlah tokoh Cilimus diundang untuk menghadiri prosesi ritual salametan. Namun malam itu hanya sedikit yang menghadiri. Pihak pengembang penataan alun-alun menghadirkan orang pintar asal Garut. Secara gaib, konon para penghuni pohon dipindahkan ke Masjid Al Istiqomah Cilimus. (ded)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: