Kota Suci dengan Ekonomi Mandiri

Kota Suci dengan Ekonomi Mandiri

Perjalanan Umrah Ramadan dan Lebaran Radar Cirebon Group Bersama Salam Tour (7) Kota Makkah terlarang bagi non muslim. Landasan perintahnya jelas. Alquran surat At-Taubah ayat 28, yang intinya melarang non muslim masuk Masjidilharam dan Kota Makkah. Hal ini berimbas pada berbagai sisi. Termasuk perekonomian. Makkah harus mandiri dalam segala hal. Laporan Yusuf Suebudin, Makkah SALAH satu bentuk perhatian pemerintah Arab Saudi terhadap kebutuhan masyarakat, yakni toko modern hingga tempat makan. Berdasarkan informasi dari Direktur Utama Salam Tour Ustadz H Dede Muharam Lc, Makkah memiliki tempat makan modern yang selalu ramai. Setiap hari, sepanjang waktu. Namanya restoran cepat saji Al-Baik. Modelnya seperti restoran cepat saji modern yang menu utamanya ayam. Logo Al-Baik juga ayam. Seusai salat magrib, saya menempuh perjalanan sekitar 12 kilometer keluar dari area Masjidilharam. Bersama Ustadz Dede Muharam dan Ustadz Syakir Madura menuju restoran cepat saji Al-Baik. Sebenarnya, tujuan utama keluar setelah salat magrib itu ke rumah Sayid Ahmad bin Muhammad Alawi Al-Maliki. Penerus ulama internasional ahlusunnah wal jamaah Sayid Muhammad bin Alawi Al-Maliki. Mobil taksi yang mengantar menurunkan kami di Jalan Ar-Rasaifah. Masih di dalam Kota Makkah. Sesampai di depan rumah Sayid Ahmad, kebetulan sedang ada kegiatan di luar. Alhasil, kami salat isya dan tarawih di depan kediaman ulama yang keluarganya sangat akrab dengan Indonesia ini. Usai salat tarawih, perut terasa lapar. Ustadz Dede Muharam mengajak makan di restoran cepat saji Al-Baik. \"Ini seperti restoran cepat saji lainnya. Konsep modern berlandaskan syariah,\" ujarnya kepada Radar, kemarin. Sesampai di restoran cepat saji Al-Baik, antrian begitu panjang. Manusia menumpuk di tiga titik. Lantai 1, lantai 2 dan halaman depan. Saya kira ada pesta diskon yang biasanya ramai menjelang Idul Fitri. Diskon besar hingga 90 persen yang kadang tidak masuk akal. Jika pakai harga sebenarnya, bisa rugi bandar. Ternyata, antrian itu para pembeli. Tanpa diskon. Mereka rela mengantre lama. Saya dapat antrian nomor 829. Masih ada 150 pembeli di depan yang harus saya tunggu. Sekitar satu jam setelah pesan, makanan baru datang. Padahal, Al-Baik baru buka sore hari menjelang magrib. Sampai selesai pulang, sudah ada ribuan pembeli datang silih berganti. Terlihat dari nomor antrean di ruang pesan. Isi menunya sama seperti restoran cepat saji di Indonesia. Isinya roti, kentang goreng, ayam goreng dan minuman bersoda. Tanpa nasi. Rasanya, luar biasa. Sangat cocok dengan lidah Indonesia. Saya sempat berseloroh agar Al-Baik membuka cabang di Indonesia. Khususnya wilayah III Cirebon. \"Ini hanya ada di Arab Saudi. Bentuk kemandirian. Karena non muslim dengan beragam restoran cepat sajinya, tidak boleh masuk Kota Makkah,\" terang Dede Muharam yang sejak 1995 akrab dengan kehidupan kota mulia itu. Restoran cepat saji Al-Baik menjadi bagian dari gaya hidup modern masyarakat Kota Makkah. Tidak hanya anak muda, berbagai kalangan usia menikmati kebersamaan di Al-Baik. Termasuk perempuan. Tempat mengantri untuk perempuan ada sendiri. Juga tempat makannya. Semua terpisah. Saya, Ustad Dede dan Ustadz Syakir makan di lantai II Al-Baik. Hampir semua meja masih banyak makanan tersisa yang layak konsumsi. Bahkan, setengah porsi masih utuh. Ini salah satu kekurangan. Kata orangtua dulu, nasinya nanti menangis kalau tidak dihabiskan. Berarti ada banyak roti, kentang, ayam dan minuman bersoda yang mencucurkan air mata kesedihan. Karena mereka tidak termakan habis. Untuk itu, kami komitmen menghabiskan seluruh makanan yang dipesan. Berhasil. Hal ini membuat heran pembersih meja yang datang beberapa saat setelah konsumen selesai makan. Pembersih meja itu tanya dari mana Anda? Indonesia. Hanya geleng kepala dan senyuman yang diberikan. Mungkin kata pembersih meja itu, ini doyan atau lapar? Bukan itu. Kami komitmen menghabiskan makanan. Selama di Madinah-Makkah dalam rangkaian umrah, saya sangat merindukan makanan Cirebon. Khususnya docang dan baso favorit saya. Ini menjadi catatan saat pulang nanti. Dua makanan itu masuk daftar tunggu. Tertutupnya Kota Makkah dari non muslim yang membawa beragam modernisasi, tidak membuat kemandirian mereka terhenti. Justru, beragam inovasi muncul. Seperti restoran cepat saji Al-Baik. Mengadopsi modernisasi dengan tetap memegang teguh prinsip dan tidak meninggalkan jati diri. (*/bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: