Sekali Lagi Soal Italia (dan Belgia)

Sekali Lagi Soal Italia (dan Belgia)

Oleh : Kurniadi Pramono DI tangan pelatih Antonio Conte, mantan gelandang Italia era ‘90-an, Italia bagai prajurit berdarah dingin. Cukup 180 menit pertandingan, Gli Azzurri sudah memastikan diri lolos ke perdelapan final. Sungguh satu anomali, karena dalam turnamen jangka pendek yang melelahkan, Italia biasanya tampil dengan mental mesin diesel. Terlambat start, bergerak lamban, namun semakin tangguh dan perkasa di saat yang lain kehabisan stamina. Dinihari nanti, Italia akan tampil tanpa beban berlebihan. Melawan Irlandia, apapun hasilnya, Italia tetap bersandang juara Grup D. Karena masalahnya, satu-satunya kompetitor yang bisa menyamakan raihan poin, hanyalah Belgia, apabila mereka menang atas Swedia. Sekalipun Italia kalah dari Irlandia, keduanya akan sama angka 6, namun Italia akan lebih diuntungkan peraturan karena pernah menang 2-0 atas Belgia di babak penyisihan ini. Kondisi ini tentunya memaksa Antonio Conte perlu lebih jeli mempersiapkan timnya di 16 besar. Bagaimana dia menjaga kebugaran pemain dan kelengkapan formatur andalannya untuk turun ke lapangan di babak gugur 16 besar? Dua defender hebat asal klub yang sama Juventus, Giorgio Chiellini dan Leonardo Bonucci, sudah membukukan kartu kuning. Ini artinya lampu kuning untuk Italia, jangan sampai mereka atau satu di antara keduanya memeroleh status missed next match. Tentu saja kalau hal tersebut sampai terjadi, maka peluang mereka lolos ke 8 besar akan sedikit terancam. Dengan situasi dan kondisi seperti itu, besar kemungkinan Antonio Conte tak akan ambil risiko besar menurunkan tim inti dinihari nanti melawan Irlandia. Banyak diperkirakan pengamat bahwa Gli Azzurri akan turun dengan lapisan kedua, bahkan ada spekulasi sang kapten kiper senior Gianluigi Buffon akan dibangkucadangankan. Sekarang tentang calon lawan Italia di babak perdelapan final, yakni tim peringkat kedua dari Grup D. Sampai tulisan ini dibuat, pertandingan Kroasia versus Spanyol dan Ceko melawan Turki belum berlangsung. Bicara kemungkinan terbesar adalah Kroasia yang membayangi posisi Spanyol di peringkat teratas. Skenario umum bahwa Spanyol akan mengalahkan Kroasia namun Ceko akan cuma seri dengan Turki. Maka Kroasia akan menantang Italia. Namun jika Spanyol dan Ceko menang (dalam jumlah gol setidaknya 2), maka Ceko yang menduduki peringkat kedua. Dengan nilai sama 4, karena Ceko dan Kroasia draw 2-2 dalam pertandingan awal, maka Ceko akan dinyatakan menang dalam selisih gol yang lebih baik daripada Kroasia. Lalu skenario ketiga, yang tidak populer adalah premature big match,  yakni antara Italia versus Spanyol. Ini akan terwujud manakala Kroasia mengalahkan Spanyol, sehingga hasil Ceko versus Turki tak berpengaruh, Andrea Iniesta dan kawan-kawan mutlak menempati posisi runner-up Grup D. Dua laga pemungkas Grup E dinihari nanti, akan mengakhiri seluruh rangkaian perhelatan babak penyisihan grup Euro 2016. Selain pertemuan Italia dengan Irlandia di Stade Pierre Mauroy, di Kota Kenangan Lille, pada saat bersamaan Swedia dan Belgia bertarung maut di stadion utama di Kota Sejarah Nice. Belgia baru saja menikmati masa kebangkitan setelah menang 3-0 dalam laga emosional melawan Irlandia. Kekalahan 0-2 dari Italia di pertandingan awal, semula menjadikan keraguan status mereka sebagai salah satu favorit juara. Namun setelah tampil gemilang melumat Irlandia, pelatih pribumi Marc Wilmots dengan emosional memeluk satu per satu pemainnya, seolah mengatakan dengan pasti bahwa mereka akan berangkat ke 16 besar. Rumor yang sempat beredar luas di kalangan pers yang meliput Euro 2016, keretakan terjadi di kubu tim berjuluk Setan Merah ini seusai mereka kalah 0-2 dari Italia. Beberapa pemain kasak-kusuk mengungkap ketidaksukaannya pada stategi dan pemilihan pemain yang dilakukan Marc Wilmots. Parahnya, beberapa pemain tak mau bertegus sapa, ini tercium oleh wartawan yang mengintai mereka sampai ke lobi hotel mereka. Sebenarnya kalau mau jujur, Belgia adalah harapan sepak bola indah seiring mentalnya Belanda dari kualifikasi. Belgia sekarang ini ditaburi bintang para pemain berbakat. Dari Thibaut Courtois (Chelsea), Simon Mignolet (Liverpool), Thomas Vermaelen (Barcelona), Jan Vertonghen (Totenham Hotspur), Marouane Fellaini (Manchester United), Radja Nainggolan (AS Roma), Christian Benteke (Liverpool), Kevin de Bruyne (Manchester City), Eden Hazard (Chelsea), Romelu Lukaku (Everton) dan Dries Mertens (Napoli) hingga Divock Origi (Liverpool). Selain kekuatan materi pemainnya, fakta ketidakhadiran Belgia dalam tujuh kali pergelaran Euro sejak 1988, kecuali tahun 2000 ketika berstatus sebagai tuan rumah bersama Belanda, juga menambah motivasi sendiri bagi mereka untuk membuktikan bahwa tim kelas platinum ini memang pantas menduduki peringkat 1 digit di ranking FIFA dalam  dua tahun terakhir. Dalam Piala Dunia 2014, dua tahun lalu di Brasil, Belgia nyaris menembus semifinal menyamai rekor mereka di Piala Dunia 1986 era Eric Gerrets. Namun Belgia kalah tipis 0-1 di perempat final dari musuh yang sama, Argentina. Tentu saja hal terhentinya Belgia di perempat final itu sedikit di bawah harapan rakyat Belgia yang memiliki tiga bahasa resmi (Belanda, Prancis dan Jerman) di negaranya itu. Dan Euro 2016 inilah harapan itu muncul lagi. Satu halangan yang harus disingkirkan lebih dulu sebelum berbicara lebih lanjut. Jika dinihari ini Belgia mengalahkan atau setidaknmya seri dengan wakil dari Skandinavia, Swedia, maka mereka mendampingi Italia lolos ke perdelapan final. Calon lawan Belgia sebagai runner-up Grup E, adalah juara Grup F, yakni antara Hungaria, Islandia, atau Portugal.  (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: