Kemenkes Tidak Punya Data Korban Vaksin Palsu
JAKARTA – Penanganan korban vaksin palsu di 14 rumah sakit, enam bidan, dan dua klinik berjalan lambat. Hingga kemarin (16/7), kementerian kesehatan (kemenkes) masih kewalahan mendata korban vaksin palsu itu. Pendataan itu menjadi langkah awal sebelum diperiksa untuk kemudian diberikan vaksin ulang. Sejauh ini yang telah diselesaikan hanya pendataan korban di Bidan M Elly Novita di Ciracas sebanyak 197 anak. Sedangkan untuk korban yang lain masih ditelusuri terus. Rupanya kemenkes juga belum punya data pasti penggunaan vaksin palsu di tiap-tiap fasilitas layakanan kesehatan (fasyankes). Termasuk periodesasi pemanfaatan vaksin tersebut. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenkes Untung Suseno Sutarjo menjelaskan mereka masih memetakan periodesasi fasyankes yang mendapatkan distribusi vaksin itu. Sebab, ada fasyankes yang menggunakan hanya dua bulan, delapan bulan, dan setahun. ”Ini belum selesai memang. Setiap rumah sakit beda-beda. Ada yang on off on off,” kata Untung usai rapat koordinasi satgas penanggulangan vaksin palsu di Kemenkes Jalan Rasuna Said kemarin (16/7). Dari pengakuan pembuatan vaksin memang telah dimulai pada 2003. Tapi, rupanya tidak sepanjang tahun produsen itu memproduksi vaksin. Mereka pernah tiarap selama setahun saat muncul kasus vaksin pada tahun yang sama. Saat itu, ada temuan vaksin yang telah kedaluwarsa tapi diperjualbelikan. Selain korban vaksin palsu di Ciracas, kemenkes juga sedang mendata korban dari RS Harapan Bunda, Kramat Jati dan RS Sayang Bunda di Bekasi. Tapi, itupun belum seluruhnya selesai seluruhnya. ”Harbun (RS Harapan Bunda, red) baru seperempat. Kalau jelas semua baru dipanggil (korbannya, red),” tambah Untung. Dia berdalih pendataan kemenkes itu juga harus didukung data dari Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim. Penyidikan bareskrim memang bisa sampai menjangkau pada data anak-anak yang terpapar vaksin abal-abal. Setelah data itu didapatkan, kemenkes akan menghubungi keluarga korban untuk divaksin ulang. ”Nanti dihubungi. Ditelepon satu persatu untuk diberi jadwal kapan dan dimana vaksin ulang,” jelas dia. Gara-gara belum punya data yang pasti itu, Kemenkes pun meminta masyarakat juga bisa mengecek sendiri kondisi anak-anaknya. BPOM juga pernah merilis temuan yang tidak kalah mengejutkan. Ada 37 fasyankes di 9 Propinsi yang diduga mendapatkan vaksin dari sumber tidak resmi. BPOM menyebutkan lima dari 39 sampel vaksin yang diambil dari 37 fasyankes itu dipastikan palsu. Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes Maura Linda Sitanggang menuturkan bahwa warga yang ragu dengan kondisi imunitas anaknya bisa mengecek langsung ke fasyankes tempat buah hatinya diberi vaksin. Mereka bisa menanyakan jenis dan keaslian vaksin. ”Kalau masih ragu juga bisa tanya call center kemenkes di 1500567,” kata dia. Dia menjelaskan imunitas anak itu sebenarnya bisa dilihat dari kondisi anak. Misalnya, anak tidak terserang polio, hepatitis, atau difteri. Bisa dideteksi pula dari ada tidaknya kejadian luar biasa (KLB) suatu penyakit di satu daerah. ”Yang perlu diingat kalau vaksin yang diedarkan pemerintah itu asli. 90 persen anak tercakup vaksin itu,” kata Linda. Selain itu, kemenkes juga punya tim yang memantau kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI). Tim itu memantau anak sakit atau tidak setelah imunisasi. Mereka mencatat bila ada efek samping dari imunisasi. Linda menuturkan vaksin ulang di fasyankes yang terpapar vaksin palsu itu akan dimulai pekan depan di Ciracas. Akan ada pemeriksaan pendahuluan terlebih dahulu sebelum vaksin ulang. Sementara itu, Ketua Komisi Informasi Pusat (KIP) John Fresly mengingatkan, identitas rumah sakit yang menggunakan vaksin palsu termasuk informasi publik yang wajib diumumkan secara serta merta. Karena itu, langkah kemenkes mengumumkan 14 RS pengguna vaksin palsu, harus dilanjutkan. Fasilitas dan layanan kesehatan (fasyankes) di provinsi-provinsi lain yang juga diindikasikan menjadi wilayah penyebaran juga harus segera diumumkan. Setidaknya, lanjut dia, di sembilan provinsi sebagaimana yang sempat diutarakan menteri kesehatan beberapa waktu lalu. \"Harus segera diumumkan, sebab mereka juga juga punya hak yang sama untuk mengetahui fasyenkes mana saja yang menggunakan vaksin palsu di daerah mereka,\" tegas John. Dia membeber, pengumuman fasyenkes pengguna vaksin palsu harus diumumkan secara serta-merta karena berkaitan dengan kepentingan hajat hidup orang banyak. Dengan adanya pengumuman, masyarakat diharapkan tidak lagi berspekulasi terhadap kondisi kesehatan anak-anak mereka yang menerima vaksin selama ini. Hal itu sesuai ketentuan Pasal 10 UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Termasuk, Peraturan Komisi Informasi No. 1 tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik (SLIP). Khusus, di UU Keterbukaan Informasi Publik juga diatur tentang ketentuan pidana bagi badan publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, memberikan, dan/atau menerbitkan informasi publik yang wajib diumumkan secara serta-merta. Ada ancaman pidana kurungan paling lama 1 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5 juta. John juga berharap saluran media yang digunakan pemerintah nantinya dalam mengumumkan informasi serta-merta tentang penyebaran vaksin palsu juga yang mudah dijangkau masyarakat. \"Dapat diumumkan melalui media massa, layanan pesan singkat (sms), media sosial di internet, maupun broadcast message,\" pungkasnya. Terpisah, Plt Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Tengku Bahdar Johan Hamid mengatakan bahwa pihaknya akan mendampingi Kemenkes saat vaksinasi ulang pada Senin (18/7). Rencananya, ada tiga fasilitas kesehatan (faskes) yang sudah siap melakukan vaksin ulang. Yakni, Puskesmas Ciracas, RS Harapan Bunda Jakarta Timur dan RS Sayang Bunda Bekasi. Vaksinasi ulang tersebut merupakan tindaklanjut dari hasil pendataan pasien korban vaksin palsu yang dilakukan pihak faskes bersangkutan. Sebelumnya, pihak puskesmas dan RS mendata seluruh orangtua yang merasa bahwa anaknya merupakan korban vaksin palsu. ”Kami akan bantu apa yang bisa kami lakukan sesuai permintaan satgas (vaksin palsu, red),” terangnya. Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aman Bhakti Pulungan meminta masyarakat untuk tenang menyikapi polemik vaksin palsu. Menurutnya, seluruh korban akan mendapatkan semua pelayanan sesuai dengan efek yang ditimbulkan dari vaksin palsu itu. ”Tanpa mengesampingkan anak-anak sebagai korban,” tandasnya. (jun/dyn/tyo)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: