Aop Bantah Guru Ilegal

Aop Bantah Guru Ilegal

Mengaku Sempat akan Ditusuk Iwan MAJALENGKA - Pada persidangan yang melibatkan terdakwa Iwan Himawan bin Santani di Pengadilan Negeri Majalengka, Rabu (4/7), terungkap kesaksian dan fakta baru seputar kasus pencukuran Guru SDN Panjalin, Aop Saopudin. Dalam persidangan Aop menyangkal status dirinya ilegal usai salah satu pengacara terdakwa Iwan, Mahmud Jawa SH, menanyakan legalitas status Aop sebagai guru dan anggota PGRI. Guru honorer lulusan IAIN Syekh Nurjati ini, menunjukan bukti keabsahan dirinya sebagai guru dengan menunjukan Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) yang dikeluarkan langsung oleh Kementrian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) dengan nomor 1549758660200023. Menurut Aop, NUPTK adalah nomor identitas yang bersifat nasional untuk seluruh Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK). NUPTK diberikan kepada seluruh PTK baik PNS maupun non PNS sebagai nomor identitas yang resmi untuk keperluan identifikasi dalam berbagai pelaksanaan program dan kegiatan yang berkaitan dengna pendidikan dalam rangka peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan. Aop juga menjawab tuntas pertanyaan kuasa hukum terdakwa yang meragukan keanggotaannya dalam organisasi tempat bernaung para guru yakni PGRI, dengan menunjukan kartu keanggotaany di PGRI yang hingga kini masih berlaku. Disamping itu, sebelumnya dihadapan majelis hakim yang diketuai kepala Pengadilan Negeri (PN) Majalengka Tardi SD, dan hakim anggota Ahmad Budiawan, dan Ratnasari Nilam, Aop menceritakan jika dirinya juga nyaris ditusuk Iwan, saat terdakwa Iwan menodongkan gunting. “Kerah baju saya dicengkeweng pake tangan kiri, sambil didorong-dorong lalu tangan kanannya pegang gunting yang ditodongkan kearah saya di MTs PUI Panjalin. Untung saja dipisahkan sama dua rekan saya. Dia juga sempat memaki dengan sebutan kamu guru honor bisa apa? Saya tidak terima kamu cukur anak saya, saya akan cukur kamu supaya impas,” ujar Aop, dalam kesaksiannya. Aop juga menolak jika pengguntingan rambut yang dilakukannya terhadap murid-murid di SDN V Panjalin Kidul bersifat sepihak, pasalnya Aop menilai tindakannya ini didasari atas silabus kurikulum berbasis satuan pendidikan yang ditandatangani pihak sekolah, dewan guru, dan komite sekolah sebagai perwakilan orang tua siswa, yang didalamnya juga dicantumkan tentang tata tertib sekolah dan sanksi yang dikenakan terhadap siswa yang melanggar, diantaranya kerapihan rambut siswa. Dalam silabus tercantum bahwa siswa laki-laki yang rambut bagian sampingnya melebihi telinga, poni menutupi mata, dan bagian belakang melewati kerah rambut, termasuk dalam ketegori pelanggaran tata tertib sekolah. Namun, dalam peraturan tersebut, guru BK yang berwenang menertibkan para siswanya yang melanggar, wajib memberi teguran sebelumnya dan memberi tengat waktu minimal tiga hari sebelum “mengeksekusi” rambut siswanya yang melanggar. Pada bagian ini, terjadi perbedaan pendapat mengenai tafsiran tenggat tiga hari yang disebutkan dalam peraturan tersebut. Aop menilai, jangka waktu tiga hari tersebut, dihitung dari awal pihak sekolah memberi peringatan kepada para siswanya terkait himbauan berpenampilan rapih jelang pelaksanaan UTS, yakni pada hari jumat tanggal 16 Maret 2012. Artinya, jika menghitung waktu eksekusi terhadap siswa yang melanggar di tanggal 19 Maret 2012, terdapat jeda waktu tiga hari sehingga pihak sekolah melalui guru BK, berhak mengeksekusi siswa yang melanggar tersebut. Namun, pengacara terdakwa berpendapat lain. Menurut pengacara terdakwa, imbauan tersebut dilakukan pada tanggal 16 Maret, maka waktu pelaksanaan eksekusi yang diberi tenggat waktu minimal tiga hari setelah ada peringatan/imbauan, mestinya tanggal 19 maret 2012 belum masuk dalam waktu yang diperbolehkan untuk dilakukan eksekusi. Perdebatan terkait pertanyaan kuasa hukum terdakwa dan pembelaan dari saksi korban (Aop) ini berjalan cukup alot hingga memakan waktu hampir satu jam. Alhasil, sidang beragendakan keterangan Aop sebagai saksi korban dalam kasus tersebut yang dimulai sejak pukul 11.00 WIB, baru usai pada pukul 15.00 WIB. Agenda sidang akhirnya ditunda dan diagendakan kembali hingga Kamis (12/7). (azs)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: