Penahanan Wakil Ketua DPRD Majalengka Segera Dilimpahkan ke Bandung

Penahanan Wakil Ketua DPRD Majalengka Segera Dilimpahkan ke Bandung

MAJALENGKA – Perkara dugaan tindak pidana korupsi dana CSR PT SHS segera dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Bandung, proses penahanan AS juga kemungkinan besar segera dilimpahkan dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Majalengka ke Lapas di Bandung. Penasehat hukum AS, Chepy S Pamungkas SH membenarkan perihal pelimpahan penahanan, namun pihaknya belum bisa memastikan kapan politisi Gerindra itu dipindahkan. Sampai saat ini wakil ketua DPRD Majalengka non aktif itu masih menjalani masa penahanan di Lapas Majalengka untuk kepentingan penyidikan oleh Kejaksaan Negeri Majalengka. “Sekarang beliau masih di sini (Lapas Majalengka, red), tadi pagi saya baru mengunjungi beliau,” ujar Chepy, ditemui usai menjenguk AS di Lapas Majalengka kemarin (20/7). Biasanya untuk perkara Tipikor yang masih dalam proses peradilan, terdakwa dititipkan ke Lapas Sukamiskin. Namun Chepy belum tahu ke lapas mana, yang jelas ke salah satu Lapas di Bandung. “Biasanya yang belum vonis dan masih proses pengadilan di Kebonwaru,” ujarnya. Cepy juga menegaskan proses sidang lebih baik segera dilakukan, agar lebih mendekatkan proses pendampingan dan proses peradilah. Mengingat sidang perkara tindak pidana korupsi biasanya dilakukan di Pengadilan Tipikor Bandung. Pihaknya masih tetap optimis perjuangan panjang memunculkan keadilan yang menguntungkan kliennya. Berkas-berkas pembuktian yang dibutuhkan untuk proses peradilan sudah siap, dan bisa dijadikan pembelaan yang meringankan kliennya dari tuntutan yang dilayangkan jaksa penuntut umum. Sebelumnya, Chepy merasa punya celah kuat untuk menyangkal pokok perkara yang dituduhkan kejaksaan terhadap kliennya. Apalagi informasi terakhir menyebutkan, laporan hasil pemeriksaan (LHP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap kasus PT SHS ini belum ada. Padahal jika yang didakwakan terhadap kliennya adalah kasus tipikor, maka lazimnya pada umumnya awal dari proses penyelidikan adalah ketika ditemukan unsur kerugian Negara pada LHP BPK terhadap laporan keuangan instansi Negara dan pemerintahan. Setelah ditemukan kerugian di LHP BPK, kemudian meningkat ke penyidikan dan menjerat para tersangka. “Kita uji penyidikan kejaksaan landasan hukumnya apa. Sampai sekarang kita berpegang teguh pada Undang-undang BPK bahwa penyidikan dimulai dari LHP BPK ketika ditemukan kerugian Negara. Ini dasarnya apa, kerugian negaranya berapa juga sampai hari ini belum jelas,” ungkapnya. Dia menambahkan, untuk penanganan tindak pidana korupsi yang tergolong tindak pidana khusus atau extraordinary crime, penanganannya juga berbeda dengan tindak pidana umum. Harus berpatokan pada UU BPK dan dimulai dari LHP BPK. (azs)    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: