Dewan-Eksekutif Menyerah

Dewan-Eksekutif Menyerah

Sekolah Swasta Ancam Gugat Perwali, Jika Penambahan Kuota Negeri Diterapkan CIREBON - Dewan dan eksekutif menelan ludah sendiri. Meski tahu melanggar aturan, namun karena desakan sejumlah LSM, akhirnya menyerah dan memutuskan untuk membuka kembali kuota pendaftaran ulang PPDB online yang seharusnya berakhir, Jumat (13/7). Ketua DPRD Kota Cirebon, Nasrudin Azis mengakui, keputusan untuk membuka kembali kuota pendaftaran ulang, merupakan langkah salah. Namun karena desakan berbagai pihak, memaksanya untuk mengalah. Ketua DPC Partai Demokrat itu berharap, keputusan tersebut tidak menghadirkan masalah baru, tetapi jadi solusi. Dia juga membantah, pembukaan kembali pendaftaran ulang untuk kepentingan pribadi, melainkan kemaslahatan bersama. “Dengan adanya polemik ini, jujur saya dihadapkan pada kondisi yang sulit, tapi saya berharap langkah ini menjadi solusi,” ujar dia kepada Radar, kemarin. Azis menilai, kisruh PPDB online merupakan dampak dari ketidaksiapan semua pihak, mulai Disdik, sekolah, maupun orang tua murid. Akibatnya, setiap elemen saling memaksakan kehendak masing-masing, lantaran ada ketidakpuasan. “Semoga dengan keputusan pembukaan kuota pendaftaran ulang, semua pihak bisa memaklumi,” ujarnya. Ditanya apakah berarti PPDB online gagal? Azis enggan mengomentarinya. Dia hanya mengatakan, PPDB online perdana ini masih banyak kekurangan. Untuk itu, ke depan pihaknya akan mencari formula yang andal, agar bisa mengaplikasikan PPDB online yang lebih matang. Senada, Ketua Komisi C DPRD Kota Cirebon, P Yuliarso membenarkan jika kuota penerimaan siswa ditambah lagi. Namun sampai kapan penambahan waktu itu dibuka, Yuliarso enggan berkomentar. Jika penambahan waktu dibuka, apakah tidak akan semakin menambah polemik, karena beberapa sekolah sudah ada yang melebihi kuota (rombel)? Yuliarso mengatakan, hal itu sebagai salah satu implikasi yang akan ditimbulkan, di samping situasi belajar semakin tidak kondusif. Yuliarso juga tidak menampik, membuka kembali kuota merupakan pelanggaran terhadap perwali. Namun, langkah tersebut diambil DPRD karena didominasi oleh desakan masyarakat. “Jelas menyalahi aturan, tapi tidak ada jalan lain, mau tidak mau dengan keputusan tersebut, pihak sekolah harus menerima pendaftaran ulang sesuai keinginan siswa,” ungkapnya. Pada kesempatan itu, Yuliarso juga menyalahkan para kepala sekolah yang dinilainya luput. Di awal pendaftaran, lanjutnya, orang tua siswa mengisi formulir yang menentukan sekolah dengan pilihan 1-3, dilengkapi dengan tanda tangan. Itu artinya, jika anak tidak masuk di sekolah pilihan 1, maka kemungkinan besar masuk di sekolah pilihan 2 atau 3. Luputnya kepala sekolah, kata Yuliarso, dilihat dari kepemilikan formulir. Diketahui Yuliarso, baik panitia penerimaan siswa baru maupun kepala sekolah, tidak memiliki copy-an formulir tersebut. “Tidak memiliki bukti tertulis, ya ketika muncul polemik seperti ini, kepala sekolah tidak bisa menjawab apa-apa. Padahal prosedur PPDB online sudah disepakati bersama sejak awal,” bebernya. Sementara, pengamat dan anggota dewan pendidikan, Drs Salmon mengatakan, jika keadaan mendesak apa boleh buat, meski menyalahi aturan sekalipun. Namun, penambahan kuota itu sendiri harus dibatasi, karena sekolah negeri memiliki batas ideal untuk menampung siswa barunya. Ditanya perihal pengaruh dari kelebihan kuota, Salmon mengatakan, kurang maksimalnya proses pendidikan akan terjadi. “Maksimal rombel 40, kalau pembukaan kuota jumlah siswa di kelas hingga 60, mana bisa belajar efektif,” tegasnya. Bahkan, hal yang lebih buruk ketika pihak sekolah mencampuradukkan siswa yang memiliki kadar kecerdasan berbeda. Hal ini akan sangat mengganggu proses pendidikan, akibat patah semangatnya siswa yang memiliki tingkat kecerdasan menengah ke bawah. “Akan patah semangatnya, karena merasa terseret dalam mengikuti dan memahami pelajaran,” terangnya. Kondisi seperti ini, lanjut Salmon, akibat dari Disdik yang lamban dalam menanggulangi persoalan pendidikan. Tak hanya itu, pemerintah kota juga kurang inovatif dan perhatian terhadap potensi yang dimiliki. Sehingga, paradigma masyarakat terpaku pada sekolah negeri, padahal jumlah sekolah kejuruan pun cukup banyak di Kota Cirebon. “Kualitas sekolah kejuruan di Kota Cirebon cukup baik, apalagi jika pemerintah kota perhatian dan memiliki komitmen untuk menggali potensi sekolah kejuruan,” ujar dia. Dengan menggali potensi sekolah kejuruan, maka kisruh akibat rebutan kursi sekolah negeri tidak akan terjadi. Semua bakat dan potensi yang dimiliki anak sekolah di Kota Cirebon, akan tertampung dan tersalurkan. Salah satu indikasi sekolah kejuruan kurang diminati, sambungnya, karena kualitasnya memang menurun. Tapi, menurunnya kualitas sekolah, bukan tanpa campur tangan Disdik yang kurang perhatian. Karena BOP terlambat, kesejahteraan guru honorer tidak terjamin, makan semangat para guru untuk mengajar jadi melemah. Karena bagaimanapun, kebutuhan ekonomi tidak bisa digantikan dengan apa pun. “Ganti formasi Disdik, masih banyak orang pintar di luar yang bisa meningkatkan kualitas pendidikan,” tegasnya. Sementara Ketua Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS), Drs Abu Malik MPd mengancam akan melakukan gugatan jika benar ada keputusan untuk menambah kuota pendaftaran. “Jangan sampai perwali yang telah dibuat, malah dilanggar. Kalau tetap memaksakan penambahan ke sekolah negeri yang sudah ada kuotanya, maka perwali bisa digugat oleh sekolah-sekolah swasta,” ujarnya. Dia juga menyesalkan tidak dilibatkannya sekolah-sekolah swasta. Padahal dewan seharusnya sadar, banyak sekolah swasta yang kekurangan murid. Kekesalan serupa disampaikan Ketua Forum Tenaga Honorer Sekolah Swasta (FTHSS), Dede Permana mengaku pesimis dengan hasil pertemuan antara DPRD dan Kadisdik. Karena evaluasi yang dilakukan Dewan dan Disdik, justru evaluasi yang tidak bisa melakukan perubahan. Karenanya Dede menyayangkan pertemuan yang hanya melibatkan Disdik serta Kepsek sekolah-sekolah negeri. Sedangkan sekolah swasta justru ditinggalkan. Padahal, kalau berbicara tentang pelaksanaan pendidikan, maka Disdik harusnya melibatkan semua komponen pelaksana pendidikan, mulai dari sekolah negeri dan sekolah swasta. “Justru yang merusak sistem pendidikan adalah pihak-pihak yang memaksakan diri,” tandasnya. KUOTA SMPN 7 MENGGELEMBUNG HINGGA 183 SISWA Penambahan rombongan belajar (rombel), ternyata bukan isapan jempol. Tidak tanggung-tanggung, sebuah sumber internal sekolah menyebut, di SMPN 7 jumlah siswa yang mengikuti MOS dan diterima sebanyak 543 siswa, padahal daya tampung sesuai website PPDB online hanya 360 kursi, atau selisih 183 siswa. Kondisi tersebut, lanjutnya, berdampak pada kapasitas kelas yang membeludak. Satu kelas diisi rata-rata 60 siswa. “Bagaimana mau enak, sekelas jumlah siswanya 60. Yang 60 siswa sekelas itu jumlahnya 5 kelas,” ujar sumber koran ini yang mengaku seorang guru, kemarin. Masih menurut sumber tersebut, jebolnya rombel sejumlah SMP dan SMA negeri di Kota Cirebon, juga karena banyaknya siswa yang masuk lewat jalur prestasi yang sebagian besar tidak dimunculkan nama-namanya di website PPDB online maupun yang diumumkan di masing-masing sekolah. Pantauan Radar, Rabu (18/7) di SMPN 7, memang seperti kelebihan kapasitas dengan memaksakan penambahan jumlah siswa. Sumber koran ini juga mengatakan, biaya yang diterapkan agar siswa dapat diterima di SMPN 7 sekitar Rp3 juta. Berbagai cara dilakukan agar bisa memasukkan para siswa titipan tersebut ke sekolah-sekolah yang dituju, meski harus melanggar petunjuk teknis yang sudah ditetapkan Disdik. Sementara Kepala SMPN 7 Kota Cirebon, Drs R Agus Setiadiningrat MM MPd saat dikonfirmasi kembali membantah adanya tudingan itu. Namun dia tidak menjelaskan lebih jauh perihal penggelembungan kuota di sekolah yang dipimpinnya. Terpisah, Kabid Litbang Dewan Pendidikan Kota Cirebon, M Rafi SE mengakui adanya indikasi titip-menitip siswa baru, meski pada PPDB saat ini sudah menggunakan sistem online. “Ternyata pada praktiknya, sejumlah sekolah masih kurang transparan dalam pelaksanaan PPDB,” ungkapnya. Indikasi titip-menitip siswa baru tersebut dengan berbagai modus, seperti mengaburkan keterangan sekolah asal dan penambahan nilai 5 pada kolom prestasi, yang seharusnya hanya untuk peraih prestasi internasional. “Pelaksanaan PPDB online tidak sesuai target yang diharapkan,” tegasnya. (atn/abd/aff/nda)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: