Vaksin Palsu Bukti Pengawasan Negara Lemah
JAKARTA – Para orang tua terduga korban vaksin palsu di RS Harapan Bunda terus melakukan aksi menuntut rumah sakit (RS) melakukan medical checkup untuk anak-anak mereka. Mereka kemarin (17/7) mengumpulkan surat pernyataan dari para orang tua korban vaksin palsu di RS swasta yang berlokasi di kawasan Jakarta Timur tersebut. Aksi penggalangan surat pernyataan itu dilakukan sejak Minggu (17/7). Hingga sore kemarin (20/7), sekitar 600 surat bermaterai yang ditandatangani orang tua korban pasien vaksin. Isi surat tersebut, memberi kewenangan kepada Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) untuk membantu para orang tua mendapatkan hak sebagai korban imun palsu. Ketua YLBHI Alvon Kurnia Palma mengatakan, aksi itu merupakan buntut lemahnya respons pemerintah dan manajemen RS Harapan Bunda atas tuntutan para orang tua korban. Berdasar data yang dikumpulkan, banyak korban pasien vaksin palsu yang belum ditindaklanjuti oleh pihak RS maupun Kementerian Kesehatan (Kemenkes). “Negara sejauh ini hanya menyederhanakan masalah,” ujarnya, kemarin. Menurut dia, manajemen RS Harapan Bunda semestinya terbuka menjawab dan memenuhi tuntutan-tuntutan orang tua yang diduga korban vaksin palsu. Pihak RS juga harus menjamin upaya pemulihan terhadap korban yang terkena dampak vaksin palsu. “Jangan ada diskriminasi,” pintanya. Sampai kemarin, pihak RS Harapan Bunda memang masih menutup diri terkait penanganan vaksin palsu. Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Puri Kencana Putri menambahkan, negara harus bertanggung jawab atas kejahatan vaksin palsu. Menurutnya, kejahatan tersebut merendahkan kesehatan anak-anak dan mengancam masa depan kesehatannya. “Ini bukan masalah hilang permen diganti dengan cokelat, tapi lebih dari itu,” ungkapnya. Sementara proses penanganan kasus vaksin palsu di Bareskrim mulai menunjukkan perkembangan. Setidaknya untuk 23 tersangka berkas kasus akan selesai dalam waktu dekat. Untuk awalan ada sekitar empat berkas yang segera dilimpahkan ke Kejaksaan. “Akhir pekan ini ya selesai,” ujar Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Agus Rianto. Pada bagian lain, Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Brigjen Agung Setya mengatakan, kesulitan dalam penyidikan adalah memilah mana bayi yang menerima vaksin palsu dan tidak. Sebab, RS atau klinik biasanya menyediakan dua jenis vaksin dari puskesmas dan dari produsen vaksin palsu. “Menemukan data bayi yang menerima vaksin palsu itu perlu kejelian,” ujarnya. Terpisah, kemarin Presiden Joko Widodo melantik Kepala BPOM yang baru, Penny Kusumastuti Lukminto, di Istana Negara. Penny tidak berasal dari internal BPOM seperti yang selama ini ada. Sebelumnya, dia merupakan pejabat fungsional di lingkungan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Doktor Teknik Lingkungan lulusan University of Wisconsin, Madison, Amerika Serikat itu diberi tugas memperkuat sistem pengawasan obat dan makanan. “Pak presiden menegaskan permasalahan ke depan itu adalah manajemen, pengelolaan, tata kelola dari pengawasan obat dan makanan,” ujarnya usai dilantik. Dia akan berusaha memperbaiki beberapa sistem pengawasan yang lemah. Ada dua hal yang dia soroti. Pertama adalah kemandirian BPOM. BPOM harus independen dalam mengawasi obat dan makanan yang beredar di masyarakat. Kedua, soal tindak lanjut dari hasil pengawasan. Menurut dia, tindak lanjut hasil pengawasn BPOM itu juga periu diawasi. Apakah benar-benar ditindaklanjuti atau tidak. Pun apabila ditindaklanjuti, harus dipastikan dalam koridor yang benar. (tyo/idr/mia)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: