Pemilik Tanah di Kanci Blokade Proyek PLTU II
ASTANAJAPURA - Pemagaran akses pintu masuk menuju areal pembangunan mega proyek PLTU tahap II Cirebon, yang terletak di Blok Karang Mulya Desa Kanci, Kecamatan Astanajapura, kembali berhenti sementara. Pasalnya, warga setempat melakukan blokade dengan memasang kayu dan spanduk bertulis ‘dilarang melakukan aktivitas dalam bentuk apapun di areal lahan ini’. Selain spanduk, mereka juga memasang papan pengumuman dengan pesan, bahwa tanah dan bangunan ini statusnya dalam pengawasan AmKa & Associates. Menurut informasi, pemasangan spanduk dan papan pengumuman tersebut dilakukan sejak Sabtu malam (23/7) lalu oleh sekelompok warga yang mengaku mengklaim sebagai pemilik tanah. Meski demikian, para pihak yang berkepentingan dalam mega proyek ini tetap mengedepankan mediasi, sehingga proses pemagaran berhenti sementara. Aparat kepolisian pun hanya ditugaskan berjaga-jaga di sekitar areal tersebut. Menurut Humas PT Cirebon Energi Prasarana, Petrus Sihono, yang menjadi tuntutan masyarakat adalah persoalan kepemilikan tanah. Sebenarnya, sudah ada kesepakatan dengan warga yang diwakili pemegang kuasa, sepanjang tanah itu terbukti secara sah milik warga, pasti akan dibeli. “Saat itu mereka setuju, di tengah jalan kita mulai melakukan klarifikasi, verifikasi dan cek data langsung dengan membuka arsip tanah di BPN,” tuturnya. Lebih jauh, saat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI dan warga bersama kuasa hukumnya diminta menunjukkan bukti-bukti kepemilikan tanah, ternyata data yang dimiliki KLHK RI lebih kuat ketimbang warga, sehingga tanah ini secara sah masih milik KLHK RI. “Timbullah rasa kecewa, karena tidak memenuhi ekspektasi yang mereka harapkan. Sehingga, muncullah aksi blokade,” imbuhnya. Untuk sementara, lanjut dia, langkah yang diambil adalah melakukan koordinasi dengan pemilik tanah bersama kuasa hukumnya, tentu dengan cara-cara persuasif demi terciptanya kondusivitas daerah dan keamanan, serta kenyamanan bersama. “Kita akan tetap menjalin komunikasi dengan baik. Tapi, kalau mereka membahayakan keselamatan warga sekitar dan para pekerja, tentu kami akan melaporkan kepada pihak yang berwenang,” tambahnya. Terkait persoalan harga yang diajukan oleh pemilik tanah, bukan menjadi persoalan, asalkan sesuai dengan harga pasaran tanah yang ada. “Namanya jual beli pasti ada negosiasi. Kami siap membeli sepanjang tanah itu diperlukan untuk pembangunan PLTU tahap II ini,” terangnya. Dengan situasi seperti ini, pihaknya mengaku sangat terganggu aktivitas pelaksanaan pembangunan mega proyek yang baru saja berjalan. Apalagi, kontraktor sudah membuat jadwal yang sudah direncanakan. “Kita tidak ada toleransi waktu, karena semua pekerjaan sudah terjadwal sesuai dengan kontrak kerja yang ada,” pungkasnya. (jun)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: