Disdik Keberatan Larangan Penggunaan LKS

Disdik Keberatan Larangan Penggunaan LKS

KESAMBI - Larangan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan terhadap penggunaan lembar kerja siswa (LKS), dikiritik Kepala Dinas Pendidikan, Dr Wahyo MPd. Dia berpendapat, LKS merupakan sarana bagi siswa untuk mengerjakan latihan soal dan pekerjaan rumah. “Siswa tanpa soal (LKS), ibarat wartawan tanpa alat tulis atau rekaman. Kalau tidak diperbolehkan  lalu mereka (siswa) belajarnya bagaimana?” tanya Wahyo, saat diwawancarai Radar, Senin (25/7). Wahyo tak menampik, pelarangan LKS disebabkan aspek bisnis dalam penjualan melalui koperasi sekolah. Tapi, mengingat pentingnya LKS untuk siswa, dia meminta dipertimbangkan sistem lain yang dapat meminimalisasi komersialisasi. Sehingga LKS tidak perlu dilarang. Namun demikian Wahyo mengaku belum membaca detail surat larangan dari Mendikbud tentang penggunaan LKS di sekolah-sekolah. Wahyo baru memerintah staf-nya untuk mengunduh permendikbud tersebut. Di tempat terpisah, Walikota Cirebon, Drs Nasrudin Azis SH mengatakan, larangan dari pemerintah pusat wajib ditaati. Dia juga meminta agar LKS tidak dijadikan lahan bisnis. Kendati demikian Azis juga belum melihat Permendikbud larangan LKS secara lengkap. Informasi yang diterimanya belum lengkap, sehingga belum bisa memberi tanggapan lebih lanjut. “Tinggal disesuaikan saja. Saya baru tahu malah dari rekan media, disdik belum melaporkan ada perubahan dari pemerintah pusat,“ katanya. Namun, walikota menduga pelarangan LKS di sekolah mengacu Permendikbud 8/2016 tentang buku yang digunakan oleh satuan pendidikan. Dalam permendikbud itu memang tidak diperbolehkan  penggunaan buku LKS. Bahkan LKS dianggap tidak perlu lagi, karena seharusnya latihan -latihan soal dibuat oleh guru sendiri. Kemudian, di dalam dalam kurikulum baru tidak ada LKS. Larangan ini juga mengacu kepada PP 178/2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan pada pasal 181. Disebutkan bahwa pendidikan dan tenaga kependidikan baik perorangan maupun kolektif dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar dan pakaian seragam di tingkat satuan pendidikan. JANGAN MEMBERATKAN SISWA Di lain pihak, meski sudah ada pelaran LKS dari kemendikbud, namun beberapa orang tua siswa menilai lembar kerja masih diperlukan sisa. Salah satu orang tua murid, Dini Suhandini mengatakan, kesan komersialisasi dari LKS memang sangat kental. Tapi, di sisi lain siswa juga masih memerlukan dan orang tua bisa memantau hasil belajar siswa lewat LKS.  \"Yang penting diawasi ketat, supaya tidak ada dugaan LKS itu dibisniskan,\" katanya. Dengan demikian, kata Dini, penilaian negatif yang selama ini diberikan, tidak ada lagi. Dini menyarankan, LKS sebaiknya dibuat sendiri oleh guru, sesuai dengan rencana pembelajaran yang sudah ada. Misalnya, seorang guru mengajar bidang studi IPA, boleh membuat LKS IPA untuk pengayaan materi di kelas, tetapi bukan untuk diperjualbelikan. \"Dan yang penting LKS ini harus sesuai dengan kebutuhan siswa dan bersifat edukatif,\" tambahnya. Sama halnya dengan yang dikatakan Dian Puji Astuti. Selama ini, Dian keberatan karena harus membeli LKS karena setiap mata pelajaran paling tidak ada satu LKS. \"Kadang untuk beli LKS aja sampe ratusan ribu, belum lagi beli buku di luar untuk tambahan belajar,\" ungkapnya. Dian menyarankan, dengan peraturan kementerian pendidikan tentang pelarangan LKS bisa mengurangi beban biaya pendidikan. Gantinya, guru bisa membuat soal latihan untuk siswa. Soal latihan yang dibuat guru akan lebih mengena dan tidak akan memberatkan dari sisi biaya. (abd/mik)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: