Bukti Legalkan Titipan

Bukti Legalkan Titipan

Ketua Dewan Anggap Kisruh PPDB karena Disdik Tidak Konsisten CIREBON - Keputusan membuka kembali pendaftaran ulang penerimaan peserta didik baru (PPDB), menuai banyak kecaman. Pengamat Kebijakan Publik, Drs Moh Taufik Hidayat MSi menilai, keputusan DPRD dan Pemkot itu, sebagai bukti inkonsistensi. “Diambilnya kebijakan itu menunjukkan inkonsistensi penyelenggara pemerintahan, dalam hal ini pemerintah kota dan DPRD dalam melaksanakan sebuah kebijakan. Seharusnya, baik pemkot ataupun DPRD tidak boleh dipengaruhi oleh pihak mana pun,” ujarnya saat ditemui di Kampus 1 Unswagati, kemarin. Tidak konsistennya dua lembaga itu, kata dia, jelas membuat masyarakat dan pelaksana kebijakan lainnya menjadi bingung. Selain itu, kepercayaan masyarakat pada pemerintah dan DPRD juga dipertaruhkan. “Tidak menutup kemungkinan, inkonsistensi kebijakan ini akhirnya membuat masyarakat tidak memercayai pemerintah, karena dianggap bisa disetir sekelompok orang,” tukasnya lagi. Tidak hanya berdampak pada dua hal tadi, diambilnya keputusan untuk membuka kembali pendaftaran ulang PPDB, seolah melegalkan praktik titip-menitip. Keputusan tersebut, kata dia, semakin memperjelas aksi titip-menitip saat pelaksanaan PPDB. Dan jelas, kata dia, hal ini sangat bertentangan dengan tujuan awal dilaksanakannya PPDB online. “Awal dilaksanakannya PPDB online itu kan agar transparan dan bersih dari aksi titip-menitip. Tapi realitasnya justru semakin menampakkan kalau praktik seperti itu ada,” jelasnya. Keputusan yang diambil juga, seolah mengabaikan nasib sekolah swasta. Padahal, kata dia, sekolah swasta merupakan mitra dari pemerintah dan harus diberdayakan. “Keputusan ini jelas perlahan-lahan bisa mematikan sekolah swasta. Dan pemerintah juga seharusnya memerhatikan sekolah swasta,” tegasnya. Senada, pengamat pendidikan, Drs Kurniawan MSi menyatakan, desakkan masyarakat melalui LSM harusnya tidak mengubah apa pun dalam penerimaan siswa baru maupun PPDB online. Sebab, saat ini sudah masuk tahap awal pembelajaran di hampir sekolah negeri yang ada di Kota Cirebon. “Pendidikan kalau sudah dicampuri politik tidak akan benar,” ujarnya. Berbeda halnya jika siswa yang telah diterima dalam PPDB online itu mengundurkan diri, hal itu bisa dimaklumi dan diganti dengan siswa lain. “Harus tetap melihat nilai UN, kalau memenuhi silakan saja. Kalau tidak memenuhi, jangan dipaksakan untuk masuk, bisa merusak sistem pendidikan,” ucapnya. Terpisah, Wakil Ketua DPRD Kota Cirebon, Edi Suripno SIP MSi mengatakan, bila memang pihak swasta tidak puas atau merasa dirugikan dengan adanya keputusan tersebut, DPRD siap menggelar hearing kembali dan mencari solusi terbaik. “Tidak perlu ada gugat menggugat, kalau memang ada yang ingin disampaikan dan ingin melakukan hearing, kami siap memfasilitasi,” ujarnya ditemui di aula Griya Sawala, kemarin. Ditanya tentang deadline terakhir pendaftaran, pria yang juga ketua DPC PDIP Kota Cirebon ini mengatakan, seharusnya, saat keputusan rapat dibuat, hari itu juga pendaftaran ditutup. “Jadi hanya satu hari. Saat rapat tanggal 17 itu, ya hanya bisa daftar di hari itu saja,” tukasnya. Edi juga membantah bila jumlah siswa baru di pendaftaran PPDB online yang baru sangat banyak. Dia mengaku hanya sekitar 4 siswa per kelas. “Paling tidak banyak, maksimal 4 siswa perkelas,” tuturnya. Berbeda, Ketua Komisi C DPRD Kota Cirebon, HP Yuliarso BAE mengakui bila keputusan yang diambil melanggar perwali dan tidak memikirkan nasib sekolah swasta. Politisi Partai Demokrat ini mengatakan, sekolah swasta memiliki hak untuk melakukan gugatan bila keputusan tersebut dianggap merugikan. “Sekolah swasta memiliki hak untuk menggugat, apalagi ini sudah menyalahi perwali,” tukasnya. Ketua DPRD Kota Cirebon, Drs H Nasrudin Azis justru menyalahkan Dinas Pendidikan atas kisruh yang terjadi saat ini. Menurutnya, kebijakan untuk membuka kembali pendaftaran ulang, karena imbas dari kebijakan Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Cirebon yang melakukan kesalahan sejak awal. “PPDB online tetap ditutup. Tapi, harus ada kebijakan tentang nasib siswa yang belum masuk. Ini harus dipikirkan,” ucapnya. Selama ini, lanjutnya, DPRD tidak pernah meminta untuk membuka kembali PPDB online, meskipun sistem PPDB online sudah mengalami permasalahan dan kesalahan sejak awal. Kesalahan sistem PPDB online di Kota Cirebon, terlihat dari beberapa nama siswa yang tidak memenuhi passing grade (urutan nilai) di PPDB online, namun tetap bisa terdaftar di PPDB online dan masuk menjadi salah satu murid di SMPN maupun SMAN di Kota Cirebon. Hal itu, katanya, menimbulkan kecemburuan sosial di antara masyarakat Kota Cirebon. Karena itu, sistem PPDB online menjadi permasalahan yang harus diselesaikan. Politisi Demokrat ini menjelaskan, pada pertemuan dengan DPRD, Disdik mengaku sudah siap untuk menjalankan PPDB online, namun dalam perjalanannya, banyak pihak yang melaporkan kepada anggota dewan tentang adanya titip-menitip dengan membayar sejumlah uang yang diminta. Meskipun siswa yang dititipkan tidak memiliki nilai yang mencukupi. “Ini sudah melanggar kesepakatan awal untuk murni dan prosedural,” bebernya. Karena itu, DPRD meminta Disdik untuk membuat kebijakan agar bisa mengakomodasi siswa-siswa asal Kota Cirebon yang belum masuk SMPN dan SMAN di Kota Cirebon. Kebijakan mengakomodir siswa yang belum tertampung melalui PPDB online, bukan berarti tidak mengutamakan kualitas. Nasrudin Azis berpendapat, sistem pendidikan di Indonesia harus dibangun secara merata. Menurutnya, kebijakan baru penerimaan siswa di luar PPDB online tidak akan terjadi jika Disdik Kota Cirebon konsekuen dengan apa yang disampaikan di hadapan anggota dewan. Yaitu, tidak adanya titip-menitip dan tidak memperjualbelikan kursi di PPDB online. Faktanya, kata Nasrudin Azis, banyak oknum di Disdik maupun sekolah-sekolah yang memanfaatkan PPDB online untuk diperjualbelikan. “Ini ada kesalahan berjamaah dari sistem PPDB online. Harus dipertanggungjawabkan secara berjamaah pula,” tegasnya. Sementara, Kepala TU MTs Annur Kota Cirebon, Agung Saputra mengaku khawatir dengan penerapan sistem PPDB yang ada. “Kalau kekhawatiran memang ada, apalagi saat berbincang dengan guru dari sekolah swasta lainnya juga merasa takut kekurangan siswa,” ujarnya singkat. FAHMINA KECAM LSM Aksi LSM yang menuntut PPDB dibuka kembali, dengan menekan Disdik dan pimpinan DPRD, mendapat tentangan dari sesama LSM. Fahmina Institut mengecam sikap LSM yang memaksankan kehendak dengan cara-cara yang tidak santun. Aktivis Fahmina Institute, Erlinus Tahar kepada Radar menyesalkan cara-cara LSM yang melakukan intimidasi kepada kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) dan para kepala sekolah yang menolak titip-menitip dari pihak mana pun, mulai titipan oknum pejabat, anggota DPRD hingga aktivis LSM. Sebagai sesama aktivis LSM, kata pria yang akrab disapa Yunus ini, seharusnya mengawal proses PPDB menjadi bersih. Dia mensinyalir tidak sedikit oknum LSM yang justru jadi calo titip-menitip. Kalau mau mengkritik sistem, kata Yunus, kenapa harus memaksakan titipan-titipannya masuk, bukan sebaliknya melakukan proses hukum. “Jika menemukan pelanggaran, kenapa tidak diproses hukum saja?” tegasnya. Anggota Badan Anggaran DPRD Kota Cirebon, H Ahmad Azrul Zuniarto SSi Apt mengaku saat rapat banggar, ketua DPRD menyodorkan surat untuk ditandatangani pimpinan dewan yang lain. Isi surat tersebut garis besarnya meminta supaya pimpinan lainnya tanda tangan, termasuk anggota dewan lain. Tapi hal itu ditolak dengan alasan jika ikut tanda tangan, berarti menyetujui pembukaan PPDB kembali dan menyetujui keinginan LSM. “Tadi ditolak, karena kalau sampai ikut tanda tangan justru malah kita di dewan terlibat menyetujui perpanjangan pembukaan PPDB. Padahal sistem PPDB online ini sebenarnya untuk memperbaiki sistem penerimaan siswa baru dan saatnya melakukan perubahan. Aturan yang sudah diterapkan justru malah dikalahkan oleh tekanan dari LSM,” imbuhnya. Sementara itu, Bagja yang awalnya menuntut PPDB dibuka kembali, justru merasa kecewa. Ternyata yang terjadi di lapangan, setelah dibuka kembali siswa yang masuk ke sekolah negeri malah dari Kabupaten Cirebon. “Saya sangat menyesal, PPDB dibuka lagi justru malah warga luar Kota Cirebon yang mendaftar, padahal awalnya keinginan kami supaya warga kota bisa masuk ke sekolah negeri,” pungkasnya. (kmg/ysf/abd)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: