Disperindag Janji Tegur Produsen Makanan

Disperindag Janji Tegur Produsen Makanan

CIREBON - Makanan atau bahan makanan yang terindikasi mengandung zat kimia berbahaya, harus segera dicabut dari pasaran, karena akan merugikan para konsumen. Ketua Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) Kabupaten Cirebon, Anas Basuki meminta instansi terkait segera melakukan tindakan cepat. “Pemerintah Kabupaten Cirebon melalui dinas terkait harus segera melakukan tindakan penarikan produk makanan yang tercampur zat kimia berbahaya,” paparnya menanggapi ditemukannya zat-zat berbahaya pada 4 jenis makanan yakni kerupuk belang, kerupuk mlarat, kolang-kaling, dan mi kuning oleh Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Bandung, beberapa hari lalu. Dijelaskannya, yang berwenang melakukan tindakan penarikan adalah Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Cirebon bekerja sama dengan Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian Perkebunan Peternakan dan Kehutanan (Distanbunakhut) Kabupaten Cirebon. Ketiga dinas tersebutlah yang memiliki otoritas dalam melakukan pengawasan dan pengujian sejumlah makanan yang biasa dikonsumsi masyarakat. “Ketiganya harus segera bertindak agar bisa menekan angka kerugian masyarakat,” jelasnya. Namun sebelumnya, ketiga dinas tersebut harus melayangkan surat teguran kepada para produsen makanan maupun pedagang, agar tidak lagi menjual makanan yang tercampur zat berbahaya. Jika setelah surat teguran dilayangkan dan tindakan penarikan sudah dilaksanakan, tapi di lapangan masih banyak dijumpai makanan yang tercemar zat tersebut, maka produsen dan penjual bisa terjerat Undang-Undang perlindungan konsumen dengan denda di atas Rp200 juta. “Jika makanan tersebut menimbulkan efek berbahaya bagi konsumen, seperti keracunan atau hingga meninggal dunia, maka produsen bisa diancam pidana,” ungkapnya. Saat disinggung apakah dengan ditemukannya zat berbahaya pada makanan yang biasa dikonsumsi masyarakat, sebagai bentuk kelalaian dari dinas terkait, terutama Disperindag yang lalai dalam memberikan sosialisasi kepada masyarakat, dengan tegas Anas membantahnya. Menurutnya, setiap bulan dan triwulan pihaknya bersama Disperindag selalu memberikan sosialisasi kepada masyarakat maupun pelaku usaha untuk mengenali makanan atau bahan makanan yang mengandung bahan kimia berbahaya, sehingga tidak digunakan untuk konsumsi ataupun diperjualbelikan. “Terakhir kita lakukan sosialisasi kepada masyarakat di Desa Mertapada Kulon, Kecamatan Astanajapura,” terangnya. Malah yang kurang kooperatif dan tidak ikut melakukan sosialisasi adalah Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon dan Distanbunakhut Kabupaten Cirebon. “Dua instansi ini yang sering absen, padahal ada yang membidangi persoalan konsumen,” ungkapnya. Ketika dikonfirmasi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon, dr Hj Endang Susilowati MKes belum memberikan keterangan terkait penemuan makanan yang mengandung zat kimia berbahaya. Terpisah, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Cirebon, Drs Haki berjanji akan segera memberikan teguran sekaligus pembinaan terhadap produsen makanan yang menggunakan bahan berbahaya. Namun sebelumnya, pihaknya akan menelusuri perusahaan-perusahaan terkait. “Fungsi kami pembinaan, jika masih membandel nanti arahnya ke ranah hukum. Dan itu di luar tupoksi kami,” katanya. Ditanya apakah pihaknya akan menarik empat jenis makanan berbahaya itu, Haki mengatakan soal penarikan makanan bukan kewenangan Disperindag. “Tugas kami hanya memberikan pembinaan, sosialisasi dan pengawasan,” ungkapnya. Senin (30/7) hari ini, dia akan akan koordinasi dengan jajarannya, terutama bidang Perlindungan Konsumen untuk membeli sampel makanan yang diduga mengandung zat berbahaya. “Kami akan segera mengecek langsung ke Pasar Jamblang. Rencananya besok (hari ini, red) akan dibicarakan dan langsung membeli sampel makanan yang dimaksud,” ujarnya. Pada kesempatan itu, Haki juga membantah jika dinas yang dipimpinnya tidak melakukan pengawasan dan sosialisasi. Yang benar, lanjutnya, Disperindag sudah memberikan informasi kepada masyarakat mengenai bahan tambahan yang berbahaya untuk makanan. Di antaranya bahan tambahan makanan yang terdapat dalam hasil temuan BPPOM yakni formalin, boraks dan zat pewarna tekstil. “Pewarna tekstil jelas sudah ada keterangan tidak boleh digunakan untuk makanan. Jika produsen menggunakan untuk bahan tambahan makanan, itu berarti produsen yang nakal,” ungkapnya. Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Cirebon, Arif Rahman ST juga membela Disperindag. Menurutnya, Disperindag melalui Bidang Perlindungan Konsumen sudah memberikan sosialisasi kepada masyarakat. Sosialisasi tersebut mengimbau kepada produsen untuk tidak menggunakan bahan-bahan berbahaya dalam mengolah makanan. Saat ini, kata alumnus Universitas Gajah Mada (UGM) Jogjakarta ini, tugas Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Cirebon untuk mengontrol penyebarluasan bahan-bahan berbahaya tersebut. “Dinkes harus mengawasi peredaran bahan-bahan berbahaya itu sesuai peruntukannya. Zat pewarna teksil untuk teksil, formalin dan boraks untuk pengawet mayat, tidak untuk pengawet makanan,” ujarnya. Bagi anggota dewan dari PKS ini, persoalan pengunaan zat berbahaya dalam makanan dipengaruhi masalah ekonomi. Produsen menginginkan keuntungan besar dengan menggunakan cara-cara praktis. Sehingga memilih zat yang murah sebagai pewarna ataupun pengawet, tanpa mempertimbangkan aspek buruk bagi kesehatan konsumen. “Pengawasannya yang kurang. Disperindag sebatas pada sosialisasi, sementara untuk Dinkes mempunyai kewenangan untuk sampai mana zat-zat tersebut beredar,” tuturnya. Jika produsen tetap nakal, maka dia mengimbau masyarakat untuk bersama-sama memboikot tidak membeli. Dengan begitu, dapat memberikan efek jera kepada pedagang atau produsen ‘nakal’. “Kepada para pedagang dan produsen, supaya menyadari kekeliruannya. Meski saat ini tidak diadili secara hukum, namun pengadilan akhirat tetap berlaku,” tandasnya. (jun/swn/via)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: