Istri Bung Tomo Berpulang, Ini Pesan kepada Anaknya…
Sutomo alias Bung Tomo bertemu Sulistina di medan perang. Mereka kemudian menjalin cinta sejati, hanya maut yang memisahkan. Kemarin Sulistina menyusul sang suami ke haribaan Ilahi. Laporan: DIDA TENOLA-MUNIROH, Surabaya BAMBANG Sulistomo masih belum percaya. Bahkan, sampai di pemakaman Ngagel pun, dia merasa ibunya, Sulistina, belum berpulang. ”Rasanya masih seperti ngimpi kehilangan ibu,” kata Bambang dengan suara bergetar setelah pemakaman kemarin. Sulistina mengembuskan napas terakhir setelah dua pekan menjalani perawatan di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta. Jenazahnya diterbangkan ke Surabaya kemarin, disalati di Masjid Al Akbar setelah Asar, lalu dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Ngagel. Almarhumah didiagnosis mengalami infeksi paru-paru. Akibatnya, sosok kelahiran 24 Oktober 1924 itu sering batuk. Sampai-sampai saat batuk, makanan bisa ikut masuk ke paru-paru. “Kami ucapkan terima kasih kepada semuanya. Dokter, presiden, dan panglima TNI yang membantu mulai dari rumah sakit sampai di Surabaya. Semoga ibu diampuni segala dosa dan diterima semua ibadah serta pengorbanannya,” ucap Bambang. Sebagai istri Bung Tomo, pahlawan nasional yang melegenda dalam pertempuran Surabaya, Sulistina cukup dikenal di kalangan petinggi negeri ini. Ucapan belasungkawa datang dari Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, KSAD Jenderal TNI Mulyono, Gubernur Jatim Soekarwo, dan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Setelah menyalati di Masjid Al Akbar, Soekarwo ikut mengantar jenazah ke pemakaman. Ada juga Panglima Komando Armada RI Kawasan Timur (Pangarmatim) Laksamana Muda Darwanto, Panglima Kodam V/Brawijaya Mayor Jenderal I Made Sukadana, dan Kapolda Jawa Timur Irjen Anton Setiadji. Tahlil bersahutan menyambut kedatangan jenazah Sulistina. Bendera Merah Putih menyelimuti petinya. Menurut Bambang, ibundanya meninggal dalam keadaan tenang, dikelilingi keluarga. Wajahnya tampak tersenyum. Sulistina sebelumnya meminta dimakamkan bersama suami di Surabaya. Bung Tomo wafat pada 7 Oktober 1981. Sebelum wafat, pahlawan nasional itu berpesan untuk dimakamkan di pekuburan umum. Bukan di taman makam pahlawan. Alasannya, dia ingin berkumpul dengan rakyat. “Ibu pun berpesan seperti bapak. ’Lek aku wis mati, aku kuburen sebelahe bapak (kalau aku meninggal, makamkan di sebelah bapak, red)’,” kenang Bambang. ”Ibu ingin selalu mendampingi bapak. Bapak selalu ingin mendampingi ibu,” lanjutnya. Bagi Bambang, Sulistina merupakan sosok pahlawan. Sama dengan Bung Tomo. Sulistina mendukung penuh perjuangan suami. Saat kekurangan karena masih masa perjuangan melawan kolonialisme, dia membantu Bung Tomo beternak bebek. Ketika kesulitan untuk membelikan seragam buat anak-anaknya, dia menjahit sendiri pakaian tersebut. Sulistina juga ikut bertempur sebagai perawat. Bahkan, Bung Tomo bertemu sang istri saat mengangkuti korban perang ketika bertugas sebagai tenaga medis. ”Bapak susah, seneng, dan prihatin didampingi. Ibu tidak pernah mengeluh,” ucapnya. Semasa hidup, Sulistina pernah berpesan kepada Bambang agar tidak pernah mengkhianati Merah Putih dan pengorbanan rakyat. Sebab, Sulistina melihat sendiri betapa banyak arek Suroboyo dan warga seluruh Indonesia yang gugur berjuang pada pertempuran mempertahankan kemerdekaan. Bambang menambahkan, hingga akhir hayat, Sulistina memiliki mimpi yang belum terwujud. Dia ingin membuat museum peradaban bangsa. Sulistina menyebut bangsa ini pernah besar seperti masa Majapahit. Karena itu, dia ingin memberi nama Museum Perdamaian Dunia Suryo Mojopahit. Tempatnya di Trowulan. ”Masyarakat sana sudah menunggu. Ibu juga sudah lapor kepada gubernur, mudah-mudahan dikabulkan,” ujarnya. Selain itu, Sulistina menyesalkan pembongkaran markas pejuang 45 di Surabaya. Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini pernah berjanji mengembalikan bangunan tersebut. ”Ibu Risma datang ke rumah bertemu ibu, janjinya seperti itu. Kita tidak boleh menghilangkan jejak perjuangan,” ujarnya. Sementara itu, Pakde Karwo –sapaan Soekarwo– menyampaikan belasungkawa yang mendalam atas nama pribadi dan masyarakat Jawa Timur. Dia juga berdoa agar keluarga ikhlas dan kuat lantaran kehilangan ibu tercinta. Menurut Pakde Karwo, Sulistina patut menjadi teladan bagi semua perempuan. Selain istri, almarhumah seorang pejuang. Tanpa pamrih, dia berjuang untuk negara. “Perjuangan beliau menjadi pengilon (cermin, red) kita semua,” ujarnya. (*/c10/ang)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: