Jelang Idul Adha, Pesanan Tusuk Sate Citangtu Datang dari Luar Daerah

Jelang Idul Adha, Pesanan Tusuk Sate Citangtu Datang dari Luar Daerah

USAHA apa pun jika digeluti dengan tekun akan menghasilkan keuntungan. Termasuk juga memanfaatkan bambu untuk dibuat tusuk sate. Sekilas pekerjaan itu sepele tapi mendatangkan berkah bagi masyarakat Talahab, Kelurahan Citangtu, Kecamatan/Kabupaten Kuningan. Dari Talahab, setiap harinya ribuan tusuk sate dikirim ke sejumlah rumah makan. Seperti sudah menjadi rutinitis, momen Hari Raya Idul Adha selalu menjadi berkah tersendiri bagi warga Lingkungan Talahab. Penyebabnya, warga Talahab yang menggeluti usaha sampingan membuat tusuk sate alias sujen mendadak ketiban rezeki nomplok dengan banyaknya orderan. Jika di hari biasa orderan bisa dihitung dengan jari, menjelang Idul Adha, pesanan meningkat tiga kali lipat dari hari biasanya. Salah seorang pembuat tusuk sate, Tarsih (45) menerangkan, jika sejak sebulan terakhir ini dirinya harus sedikit kerja lebih keras membuat tusuk sate dari bilah bambu bersama ibunya. Meski hanya mengandalkan alat sederhana berupa pisau raut tradisional, namun Tarsih mengaku bisa membuat hingga 3.000 batang tusuk sate setiap harinya. Padahal hari biasa, dirinya hanya membuat seribu tusuk sate. Tarsih menduga, membeludaknya pesanan tusuk sate lantaran datangnya Hari Raya Idul Adha. Seperti tahun lalu, banyak masyarakat yang membutuhkan tusuk sate guna dipakai menyate daging kurban. “Ya sejak satu bulan terakhir, permintaan tusuk sate meningkat drastis. Ini biasa menjelang Lebaran Idul Adha. Tapi karena keterbatasan tenaga, jadi maksimal hanya tiga ribu batang saja per harinya. Lebih dari itu, saya tidak mampu,” kata Tarsih. Meningkatnya permintaan tusuk sate, papar Tarsih, praktis berdampak pada harga yang saat ini sudah naik dari harga biasa. Namun, kenaikannya tidak seberapa yakni hanya Rp 100/ikat dari harga sebelumnya Rp 500 menjadi Rp 600 per ikat isi 100 batang tusuk sate. Tarsih bersyukur dengan meningkatnya pesanan karena berdampak terhadap pendapatan yang diraihnya. “Lumayan saja kang, untuk tambah-tambah uang dapur. Sambil ngisi waktu luang, daripada bengong di rumah, lebih baik bikin tusuk sate,” terang Tarsih yang suaminya bekerja sebagai sopir angkot. Menurutnya, jika hampir setiap hari ada saja pengepul yang datang ke kampungnya mencari tusuk sate buatan tangan warga Talahab. Selain dijual lagi di sejumlah pasar tradisional di wilayah Kuningan, tusuk sate buatan warga Talahab juga dipasarkan ke wilayah Cirebon, bahkan sampai ke Indramayu. Membuat tusuk sate, lanjut dia, merupakan aktivitas sehari-hari sebagian besar ibu-ibu rumah tangga di Kampung Talahab. Potensi bambu yang melimpah di wilayah Citangtu, menjadi latar belakang banyaknya kaum wanita memanfaatkannya untuk menambah pendapatan keluarga sambil mengisi waktu luang. Untuk bisa membuat tusuk sate, Tarsih dan warga lain tidak bisa mendapatkan bahan baku bambu secara cuma-cuma. Melainkan harus mengeluarkan modal. Untuk satu batang bambu panjang dibelinya seharga Rp25 ribu. Dari satu batang bambu tersebut, bisa menghasilkan sekitar 15.000 batang tusuk sate atau 150 ikat sujen. Cara membuatnya juga mudah. Bilah bambu utuh tersebut dipotong sesuai ukuran yang sudah ditentukan kemudian dibelah kecil-kecil. Selanjutnya setiap batang bilah bambu kecil tadi diraut dengan pisau khusus dan salah satu ujungnya ditajamkan. “Setelah dapat banyak, kemudian dijemur di bawah terik matahari langsung. Setelah dipastikan kering, tusuk sate tersebut kemudian digeleng-geleng di karet ban bekas untuk menghilangkan serat bambu yang tajam hingga tusuk terasa halus,” ujarnya. Setelah itu, baru tusuk sate diikat dengan jumlah per ikatnya sebanyak 100 batang dan siap dijual. Meski keuntungan yang didapat tidak seberapa, namun warga Talahab masih menjalani usaha membuat tusuk sate tersebut secara turun temurun. (agus panther)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: