Hasil Survei, Wisatawan ke Cirebon Cuma Berburu Kuliner
Akses yang mudah menuju Kota Cirebon, membuat pembangunan di kota udang bergerak cepat. Sayangnya, kecepatan akses dari ibu kota negara maupun ibu kota provinsi, belum dimanfaatkan secara maksimal oleh pemerintah kota. RADAR Cirebon yang melakukan suvei kepada wisatawan yang berkunjung di Keraton Kasepuhan, Goa Sunyaragi dan pusat keramaian, berhasil menyimpulkan sejumlah fakta menarik. Dari 90 responden yang mayoritas didominasi asal Jakarta, mereka datang ke Kota Cirebon karena tertarik dengan wisata kuliner. Kendati demikian, tingkat kunjungan wisatawan di akhir pekan belum dimaksimalkan untuk menambah pundi-pundi pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor pariwisata. Buktinya, 59 persen para pengunjung tersebut lebih memilih perjalanan pulang pergi daripada menginap. Kalaupun menginap, 59 persen diantaranya menggunakan hotel di wilayah Kota Cirebon, 16 persen memilih hotel di Kabupaten Kuningan, 11 persen di hotel yang berada di Kabupaten Cirebon dan sisanya tinggal di rumah kerabat. Yang tidak kalah mencengangkan, 29 persen pengunjung dari luar kota datang ke kota udang untuk meeting, incentive and conference (MICE). Sedangkan dari kategori asal kota, wisatawan domestic didominasi asal Jakarta dengan 27,78 persen, disusul Bandung 21,11 persen dan Pekalongan 7,78 persen. Untuk wisatawan mancanegara asal Libya 3,33 persen dan Malaysia 2,22 persen. (Selengkapnya lihat infografis) Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Cirebon, Imam Reza Hakiki mengakui, untuk agenda kegiatan pada September sampai Oktober 2016 ini cukup mengundang banyak orang datang ke Cirebon. Pria yang akrab disapa Kiki itu yakin tingkat okupansi atau hunian hotel di Kota Cirebon mengalami peningkatan. Terlebih, pada September ini ada kegiatan Pekan Olahraga Nasional (PON). “Kami sudah melihat jadwal dan yakin September-Oktober okupansi naik,” ucap Kiki, kepada Radar, Minggu (4/9). Meskipun pada September-Oktober diyakini mengalami kenaikan okupansi, namun faktanya sepanjang Agustus tingkat hunian hotel cenderung lesu. Begitupula restoran yang ada di hotel. Para tamu yang datang banyak diantaranya karena kuliner dan belanja batik. Sehingga mereka makan di luar restoran hotel. Kiki menilai, sosialisasi dan promosi dari Pemerintah Kota (Pemkot) Cirebon belum bisa dikatakan optimal. Selama ini, promosi pariwisata di kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya dan lainnya, tidak terlalu terdengar. PHRI Cirebon berharap Pemkot Cirebon melakukan sosialisasi lebih luas. \"Nggak perlu jauh-jauh, sosialisasi yang dekat saja karena mereka itu pangsa pasar kita. Jakarta, Bandung, kota-kota di Jawa Barat, Banten dan Jawa Tengah,\" ujar pengusaha muda ini. Informasi yang dihimpun PHRI Cirebon, kata Kiki, ada beberapa fakta menarik. Banyak pengunjung yang berkegiatan di Kota Cirebon, tetapi menginapnya di Bandung. Hal itu tidak dapat dicegah. Karena itu, perlu adanya inovasi dalam pengembangan parisiwata dan potensi yang ada. Keberadaan Tol Cikopo-Palimanan (Cikopo) mestinya bisa dieksploitasi. Dengan adanya akses tol, diharapkan banyak yang berkunjung ke Cirebon tetapi tidak sekadar mampir. Bila para pengunjung ini menginap, artinya akan banyak dampak lain yang didapat. \"Untuk supaya orang bisa nginap itu kan harus banyak daya tarik. Daya tarik banyak, tapi kurang promosi orang juga nggak tahu. Promosinya memang harus dioptimalkan,\" tandasnya. Kiki tidak memungkiri, banyak wisatawan yang pulang pergi Cirebon-Jakarta dan tidak menginap di hotel. Kemudian mereka datang untuk wisata kuliner, mengunjungi keraton, kemudian pulang. Wisata keluarga dan hiburan di Kota Cirebon kurang mendapat respons. Hasil survei yang dilakukan Radar Cirebon selaras dengan fakta ini. Kepala Bidang Kepariwisataan Dinas Pemuda Olahraga Budaya dan Pariwisata (Disporbudpar) Kota Cirebon, Edi Tohidi SE MM beralasan, anggaran menjadi kendala promosi. Kendati demikian, Edi yakin bahwa tanpa promosi besar-besaran sekalipun, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kota Cirebon mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Berdasarkan data disporbudpar, data kunjungan wisata tahun 2014 mencapai 596.046. Jumlah tersebut mengalami peningkatan di tahun 2015 menjadi 686.121 wisatawan. Jumlah itu terdiri dari wisatawan asing dan domestik. Peningkatan ini membuktikan Kota Cirebon menjadi daya tarik bagi wisatawan. \"Keraton di Kota Cirebon masih lengkap beserta situs sejarah lainnya. Hal ini menjadi salah satu daya tarik wisata,\" tuturnya. Pria berkacamata ini mengakui, promosi pariwisata masih sangat minim. Hal ini disebabkan faktor anggaran yang terbatas. Secara ideal, setiap kali promosi ke luar Pulau Jawa, minimal ada anggaran Rp100 juta. Dengan jumlah anggaran hanya Rp295 juta untuk sepanjang tahun 2015 lalu, dana yang ada sangat minim untuk sosialisasi dan promosi. Bahkan, anggaran promosi pariwisata tahun 2016 turun menjadi Rp285 juta pertahun. Secara keseluruhan, lanjut Edi Tohidi, anggaran bidang Pariwisata Disporbudpar pada tahun 2015 hingga tahun 2016 jumlahnya mencapai Rp407 juta pertahun dan terbagi untuk beberapa kegiatan. “Itu sangat kurang untuk promosi pariwisata besar-besaran,” katanya. Langkah promosi yang dilakukan hingga ke luar Pulau Jawa, kata dia, hanya dengan mengikuti pameran dan memasang famflet. Pria berkacamata itu menjelaskan, langkah promosi tidak dilakukan di wilayah III Cirebon, karena sudah dianggap mengetahui potensi pariwisata yang ada di Kota Cirebon. \"Kalau kita ditugaskan melakukan promosi pariwisata, ya harus ada penambahan anggaran. Promosi sangat berkaitan dengan anggaran,\" kilahnya. Meski begitu, Edi mengaku, tetap berupaya memberi pengalaman tersendiri kepada para pengunjung. Di hotel dan mall, disporbudpar memberikan masukan agar hotel menghias dengan berbagai atribut khas, mementaskan seni budaya hingga memutar lagu Cirebonan. \"Sebagai destinasi wisata, bisa dibilang Cirebon memiliki segalanya. Tinggal kita promosi dan meningkatkan potensi yang ada,\" tuturnya. Salah satu mahasiswa asing, Abdel Basset Wajeb asal Libya-Afrika mengaku terpesona akan kekhasan, budaya dan kuliner yang dimiliki Cirebon. \"Trip ke Cirebon mengasyikan dan orangnya ramah-ramah,\" kata Basset. Menurutnya, adat istiadat dan budaya Cirebon sudah sepatutnya untuk terus dilestarikan. Ada banyak keunikan dan ragam yang dimiliki Cirebon oleh karenanya ia pun tak mau ketinggal untuk mengabadikan setiap sudut kota Cirebon melalui bidikan kameranya. \"Ada banyak tempat yang saya singgahi dari mulai Keraton, Goa, pantai, wisata kuliner. Saya juga suka dengan batiknya,\" terangnya. Tak hanya itu, Basset menyebut, Kota Cirebon berada di lokasi sangat stategis dan menjadi kota transit, di mana ketika sebuah kota menjadi kota transit, mestinya banyak pendatang yang akan berhenti atau berkunjung ke tempat tersebut. Mereka bisa saja akan menetap di kota cirebon untuk beberapa waktu singkat atau waktu yang cukup lama dan sengaja menjadi warga Urbanisasi di Kota Cirebon. \"Strategis dan ramai,\" kata Basset. Sementara itu, salah satu wisatawan asal Pekalongan, Sri Haryati juga mengaku takjub dengan wisata religi yang ada di Kota Cirebon. Di beberapa tempat kental dengan nuansa islami. \"Saya ke sini karena ingin berwisata religi, karena weekend dan tanggal muda saya mampir bersama keluarga dan cukup ramai,\" kata Sri yang sudah empat kali berkunjung ke Cirebon. Di samping kaya akan kekayaan dan pesona budaya dan kulinernya. Di balik gemerlapnya progres pembangunan Kota Cirebon, nampaknya membuat banyak warga luar daerah berbondong-bondong untuk menjadi warga Kota Cirebon. Salah satu wisatawan pengunjung Keraton Kasepuhan, Risna Putrianti (31) mengaku mengajak keluarganya untuk berwisata ke Cirebon, karena penasaran dengan tayangan di medis sosial. Ia memilih Keraton Kasepuhan sebagai destinasi wisata yang utama karena ingin melihat langsung peninggalan-peninggalan tempo dulu. \"Saya liat di sosial media tentang Cirebon ada Keraton Kasepuhan. Penasaran dengan dengan museum benda kuno, di dalemnya ternyata banyak peninggalan sejarah yang usianya sudah ratusan tahun,\" ujarnya. Risna mengaku baru pertama kali datang ke Cirebon. Ia bersama keluarganya yang tinggal di Jakarta sengaja berkunjung ke Cirebon untuk menikmati tempat-tempat wisata. Risna memilih ke Cirebon saat akhir pekan. Ia menghabiskan waktu libur dua hari, Sabtu dan Minggu bersama anak dan suaminya. Saat di Cirebon, Risna memilih untuk menginap di hotel dengan alasan lebih praktis dan nyaman. \"Nggak punya saudara di Cirebon, jadi nginep di hotel,\" akunya. Tak hanya mengunjungi tempat wisata, Risna dan keluarga pun menikmati kuliner khas Cirebon. \"Paling suka itu nasi jamblang, di Jakarta ada sih yang jualan tapi jarang dan rasanya beda , enak di Cirebon,\" ungkapnya. Bukan hanya Keraton Kasepuhan , tempat wisata lain yang banyak dikunjungi adalah Goa Sunyaragi. Pengunjung obyek wisata Goa Sunyaragi semakin hari semakin meningkat. Wisatawan yang datang berkunjung perhari mencapai 600-1000 wisatawan baik dalam kota maupun luar kota. Jumlah tersebut meningkat ketika menjelang akhir pekan dan musim liburan bisa mencapai 2.000-5.000 pengunjung. Salah satu pengunjung, Dito Prasetyo (34) datang bersama keluarganya dari Jakarta. Ia mengaku sering ke Cirebon untuk sekadar liburan. \"Sekarang akses ke Cirebon sudah semakin mudah, ada Tol Cipali jadi lebih cepat, bisa pulang pergi,\" katanya. Dito menilai, Cirebon punya banyak potensi tempat dan kuliner yang bisa menjadi andalan kota wisata. \"Bolak balik ke Cirebon hampir udah saya datangi tempat wisata dan nyoba kulinernya. Sudah layak jadi kota wisata, tinggal pengelolaannya saja yang harus dimaksimalkan,\" sarannya. (ysf/mik/via)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: