Tanpa Survei KHL, Upah Minimum Kota Tergantung Gubernur

Tanpa Survei KHL, Upah Minimum Kota Tergantung Gubernur

MAJALENGKA - Memasuki September biasanya setiap elemen lintas sektoral di bidang ketenagakerjaan yang tergabung dalam Dewan Pengupahan Kabupaten (Depekab), mulai melakukan proses survei kebutuhan hidup layak (KHL). KHL menjadi salah satu dasar pertimbangan ditetapkannya Upah Minimun Kabupaten (UMK) tahun berikutnya. Namun, tahun ini proses tersebut tidak dijalankan sama sekali. Hal itu didasari perubahan mekanisme dalam proses penyusunan UMK. Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Di mana proses penyusunan UMK berubah total. Dari metode yang telah dijalankan selama belasan tahun, menjadi lebih simpel dan tidak banyak memakan waktu serta energi. Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Ahmad Suswanto menyebutkan, mulai tahun ini Depekab tidak akan melaksanakan survei ke pasar-pasar tradisional untuk mendata harga barang kebutuhan pokok. Seiring terbitnya PP 78/2015 Oktober tahun lalu, maka mekanisme yang lama dinyatakan tidak berlaku lagi dalam proses penyusunan UMK. PP itu merupakan turunan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang ditetapkan per 23 Oktober 2015. Di dalamnya mengatur mekanisme penyusunan UMK bagi seluruh kabupaten dan kota di Indonesia. Di mana di dalamnya penyusunan UMK tidak lagi ditentukan rapat pleno Depekab. \"Termasuk tidak ada lagi proses survei KHL seperti yang biasa dilaksanakan di tahun-tahun sebelumnya,” ujarnya. Dalam Pasal 44 ayat (2) PP 78/2015 disebutkan bahwa penentuan besaran UMK dihitung berdasarkan rumus, formula upah tahun berjalan ditambah angka inflasi nasional dan PDRB (produk domestik regional bruto). Sedangkan sebelumnya, UMK ditentukan lewat mekanisme rapat pleno yang digelar Depekab, dengan memperhatikan besaran angka KHL yang sudah muncul dari hasil survei. Kasi Hubungan Industrial Dinsosnakertrans Aan Andaya SSos menambahkan, dengan aturan baru ini maka persentase kenaikan UMK nasional akan sama kenaikannya. Hal itu karena nilai inflasi dan PDRB yang dijadikan rumus penghitungan adalah tingkat nasional. “Dengan adanya aturan ini, maka persentasi kenaikan UMK di setiap daerah akan sama. Jadi kalau di Bandung kenaikan UMK-nya 10 persen dari UMK tahun berjalan, maka di kita (Majalengka, red) juga sama besaran kenaikannya,” ujarnya. Dia menambahkan, berdasarkan mekanismenya, penetapan UMK Majalengka akan langsung dilakukan gubernur, setelah muncul nilai upah minimum provinsi (UMP) Jawa Barat tahun 2016. Sedangkan UMK sendiri sebagaimana diamanatkan dalam PP tersebut, besarannya tidak boleh lebih rendah dari nilai UMP. Misalnya jika gubernur menetapkan UMP 2016 di angka Rp 1,5 juta per bulan, maka UMK Majalengka dan kabupaten/kota lain di Jawa Barat tidak boleh lebih rendah dari Rp 1,5 juta per bulan. (azs)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: