RIP Beres, Dewan Merasa Ditelikung, Edi: Kita Akan Panggil Walikota!

RIP Beres, Dewan Merasa Ditelikung, Edi: Kita Akan Panggil Walikota!

KEJAKSAN – Di coffee morning, sejumlah anggota DPRD mengungkapkan kekecewaan kepada Walikota Cirebon, Drs Nasrudin Azis SH, karena menandatangani rekomendasi Rencana Induk Pelabuhan (RIP) tanpa mendengar sikap para wakil rakyat. Parlemen merasa ditelikung, apalagi penerimaan tembusan baru 7 September 2016. Jaraknya, 13 hari dari tanggal penandatanganan yang dilakukan walikota. “Kami akan panggil walikota. Walikota harus menjelaskan kenapa menandatangani RIP,” ujar Ketua DPRD, Edi Suripno MSi, dalam coffee morning  di Ruang Rapat Paripurna Griya Sawala, Selasa (13/9). Menurut Edi, tak sebatas menjelaskan latar belakang menandatangani RIP, walikota juga perlu memberi klarifikasi atas aktivitas bongkar muat batubara di Pelabuhan Cirebon. Sebab, dirinya khawatir penandatanganan RIP dipelintir dengan isu bahwa batubara di Pelabuhan Cirebon dibuka kembali. “Prokontra di masyarakat sangat kencang. Jangan sampai informasinya simpang siur, harus jelas,” tegas dia. Soal RIP, Edi juga tak begitu mempersoalkan. Apalagi pengembangan menyangkut kepentingngan masyarakat banyak. Kemudian, RIP juga ada kaitannya dengan program pemerintah pusat tentang tol laut yang digagas Presiden Jokowi. Satu poin yang disoroti Edi hanya curah kering yang diantaranya terdapat batubara, semen, beras dan aspal. Ketua Komisi B DPRD, Ir H Watid Sahriar berharap walikota memenuhi undangan DPRD. Tidak hanya walikota, Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) selaku pemegang otoritas kesyahbandaran juga harus dihadirkan. Kedua belah pihak itu bertanggungjawab untuk memaparkan konsep sejelas-jelasnya, kemudian diinformasikan kepada masyarakat. “Sampai sekarang kami belum menerima desain pengembangan pelabuhan termasuk skala-nya juga belum. Itu kan ada di poin rekomendasi walikota, itu sudah dipenuhi belum? Dewan harus tahu itu semua,” tegas Watid. Anggota Komisi C DPRD, Jafarudin juga mempertanyakan keputusan walikota menandatangani RIP, tanpa konsultasi dengan DPRD. “Dewan tidak pernah diajak komunikasi. Lagi-lagi hal seperti ini terulang, tahu-tahu RIP sudah ditandatangani saja,” sesalnya. Diungkapkan Jafarudin, asumsi masyarakat dengan RIP ditandatangani walikota, batubara boleh dibuka lagi. Kesalahan persepsi ini perlu penjelasan agar masyarakat tidak resah. Kemudian, agar isu ini tidak dimanfaatkan pihak-pihak yang berkepentingan. “Publik bertanya-tanya benarkah batubara dibuka lagi. Itu yang ramai di masyarakat,” ungkapnya. Ketua Fraksi Bangkit Persatuan, Suyogo mengaku istilah RIP ini dirinya pernah lihat gambarnya saat reses. DPRD ingin memastikan apakah gambar itu sesuai dengan RIP yang diajukan atau tidak. Informasi-informasi semacam ini penting untuk diketahui. Sehingga, anggota dewan sebagai wakil rakyat bisa mempertanggungjawabkan informasi yang disampaikan. Sedangkan Wakil Ketua DPRD, Lili Eliyah SH MH juga meminta walikota hadir. Lili menilai, walikota mesti mempertanggungjawabkan penandatanganan rekomendasi RIP. Salah satu bentuknya ialah dengan menjelaskan kepada parlemen. (abd)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: