Masjid Kuno Tanpa Pondasi
Peninggalan Syekh Abdurrahman Tampung Jamaah Berlipat PLERED – Bukti sejarah penyebaran Islam di wilayah Plered, yang berkaitan dengan Sunan Gunung Jati dan generasi penerusnya, hingga saat ini masih banyak dijumpai. Kebanyakan berupa masjid dan makam kuno. Salah satu peninggalan yang dipercaya berusia sekitar setengah abad, Masjid Kaliwulu atau Masjid Syekh Abdurrahman. Pantauan Radar, masjid yang berada di Blok Kauman Desa Kaliwulu Kecamatan Plered, itu masih terasa alami dikelilingi tembok setinggi semeter kurang. Karena kompleks pemakaman di luar tembok masjid terdapat banyak pohon, ada juga yang batangnya berdiameter lebih dari semeter dengan daunnya yang lebat. Letaknya yang jauh dari jalan raya maupun jalan poros desa membuat suasananya hening, sehingga cocok untuk iktikaf, berkomunikasi dengan Sang Khalik. Masuk ke area masjid tersedia dua pintu kecil yang berada di sisi barat. Bangunan masjid saat ini ada lima bagian. Pertama bangunan utama yang nampaknya sebagai bangunan asli dan terpisah di sebelah selatan terdapat bangunan khusus untuk salat perempuan. Satu bangunan baru menyambung dengan bangunan utama. Kemudian di samping kiri dan kanan bangunan baru tersebut terdapat dua bangunan lagi didirikan pada era 90-an dengan tihangnya dari kayu balok 20x20 cm, tanpa dinding. Penasaran ingin tahu serajah maupun prasasti tentang masjid ini, usai salat Jumat (3/8), Radar mencoba menanyakannya kepada masyarakat setempat. Sejumlah tokoh termasuk lebe tidak mengetahui persis tentang bukti otentik berdirinya masjid tersebut. Tokoh pemuda Alif mengatakan, sejauh ini mengenai asal-usul Masjid Syekh Abdurrahman memang hanya berdasarkan cerita masyarakat. Belum ada ahli sejarah, arkeologi, maupun ahli lainnya yang menelitinya. “Ini masih ada hubungannya dengan keraton. Mungkin yang lebih tahu ada catatannya di keraton Cirebon (Kasepuhan/Kanoman, red). Pernah ada mahasiswa yang meneliti tapi itu juga diambil dari cerita rakyat, saya punya bukunya,” ucap Alif sambil menyodorkan kopian buku setebal 33 halaman. Disebutkan, awalnya masjid tersebut berada di sebelah utara sekitar 500 meter dari posisi sekarang. Suatu ketika, bangunan tersebut dipindahkan dengan cara diangkat terbang menuju blok Kauman. Di lokasi lama tersisa pondasi, sehingga masjid yang masih berdiri kokoh sampai sekarang itu bangunan lamanya tidak memiliki pondasi. “Ya, itu bagian dari cerita rakyat atau mitos yang dipercaya sampai saat ini oleh masyarakat Desa Kaliwulu,” ungkap H Kojin yang pernah menjadi Wakil Ketua DKM di sana. Menurut H Kojin, sejak ia kecil, lima puluh tahun yang lalu, masjid ini ramai digunakan salat lima waktu berjamaan dan salat Jumat, namun tidak seramai sekarang. Karena pertumbuhan penduduk semakin pesat, dilakukan penambahan bangunan yang bisa menampung jamaah empat kali lipat dari semula. Pada bangunan utama, di sisi timur terdapat dinding yang tingginya tidak sampai atau dengan pintu yang pendek dan itu merupakan rehab. Di atas pintu ada inskripsi atau semacam prasasti yang menyebutkan tahun perbaikan pada 1227 Hijriyah. Dinding tersebut persis seperti masjid di kompleks Astana Sunan Gunung Jati, terdapat mangkok dan piring polos maupun berornamen. “Di paling belakang sebelah utara ada kebuyutan, yakni makam Syekh Abdurrahman yang ditutup bangunan bersirap. Setiap 4 tahun pada bulan Rajab, masyarakat Kaliwulu mengadakan tradisi ganti sirap berbahan kayu jati secara gotong royong,” tuturnya. (san)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: