Kasus Suap Irman Gusman Tak Terkait Tugas DPD

Kasus Suap Irman Gusman Tak Terkait Tugas DPD

HANYA berselang kurang dari 20 menit dari rilis resmi KPK, pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) turun dari lantai 8 gedung Nusantara III. Mereka juga membuat sikap resmi terkait penetapan Irman Gusman sebagai tersangka. Mereka menunggu surat resmi dari KPK untuk proses penonaktifan Irman. Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad menuturkan mereka bisa pula meminta surat klarifikasi secara resmi dari KPK. Tidak hanya menunggu surat pemberitahuan. Surat itu akan dipergunakan sebagai dasar untuk menonaktifkan Irman sebagai anggota DPD. Tapi, sambil menunggu surat itu, DPD tetap akan berjalan seperti biasa. ”Kalau ketua berhalangan ada wakil ketua. Kami melakukan secara kolektif kolegial,” kata Farouk di gedung Nusantara III, petang kemarin (17/9). Selain Farouk, ada satu lagi posisi wakil ketua yang dijabat Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas yang kemarin juga hadir. GKR Hemas pun sempat meminta maaf kepada masyarkat secara terbuka atas peristiwa yang mencoreng salah satu lembaga tinggi negara itu. ”Kami wakil dari daerah tentunya prihatin dan meminta maaf,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca. Lebih lanjut, Farouk menyebutkan bahwa perbuatan Irman itu tidak ada kaitannya dengan tugas dan kewenangan Irman di DPD. Komite II DPD yang salah satunya mengurusi pertanian dan perkebunan tidak pernah membahas impor gula. ”Dari komite dua tidak ada kita menangani masalah gula, sikap DPD tidak mentolerir impor gula,” kata Farouk di gedung Nusantara III, petang kemarin (17/9). Senator dari NTB itu menuturkan, sedikit banyak OTT Irman itu akan mempengaruhi wacana penguatan posisi DPD. Saat ini mereka sedang meminta penambahan kewenangan, salah satunya, turut serta membahas undang-undang. ”Tapi dalam kondisi prihatian saat ini jangan bicara dulu soal penambahan kewenangan,” ujar guru besar bidang kriminologi dari PTIK dan UI itu. Penangkapan Irman itu mengagetkan anggota DPD. Mereka pun sempat tidak percaya sang ketua ditangkap KPK. Bahkan, mereka mendapatkan informasi kalau Irman menolak pemberian tersebut. Anggota DPD Muhammad Asri Anas menuturkan pada pagi setelah mendengar kabar Irman ditangkap KPK, mereka langsung membentuk tim untuk menelisik kabar penangkapan tersebut. Mereka menghubungi ajudan dan keluarga Irman untuk memperjelas kronologi penangkapan tersebut. ”Menurut orang-orang di sekitarnya baru pertemuan pertama. Langsung bawa duit dan langsung menyodorkan. Pak Irman menolak. Dia (pengusaha, red) bawa duitnya pulang. Diambil duit KPK, diminta,” kata Asri di gedung Nusantara III, kompleks Parlemen Senayan, kemarin (17/9). Senator asal Sulawesi Selatan itu bahkan menduga kalau operasi tangkap tangan KPK itu sebagai jebakan. Alasannya fungsi DPD selama ini tidak berkaitan dengan anggaran atau budgetting. Mereka rapat kerja dengan pemerintah atau eksekutif sebatas untuk evaluasi. Seperti proyek pembangunan apa saja yang telah dikerjakan oleh daerah. ”Logikanya tidak masuk. Kami tidak pernah bicara angka-angka dengan eksekutif,” imbuh dia. Meskipun Asri mengakui kalau posisi DPD cukup strategis. Apalagi menempati pimpinan dari salah satu lembaga tinggi negara itu. Misalnya mendekati kementerian atau instansi lainnya. Dia pun pernah membantu bupati dan gubernur melobi badan perencanaan nasional (bappenas). ”Membantu itu misalnya menjelaskan item-item yang diusulkan daerah,” imbuhnya. Sejak siang hingga petang kemarin, pimpinan dan anggota DPD datang silih berganti ke gedung Nusantara III. Mereka bertemu di ruangan di lantai 8. Antara lain, Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad, Ketua Badan Kehormatan DPD Andi Mappetahang Fatwa, Ketua Badan Akuntabilitas Publik Abdul Gafar Usman. ”Pak Irman itu orang baik. Saya antara percaya dan tidak percaya begitu,” ujar AM Fatwa sebelum naik ke ruang pertemuan DPD. (jun)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: