Penenun Gadod Khas Maja Tak Ada Penerus

Penenun Gadod Khas Maja Tak Ada Penerus

MAJA - Minat generasi muda melestarikan warisan budaya lokal khususnya budaya kebendaan, agaknya sudah mulai luntur. Dengan dalih susah membuatnya atau ketinggalan zaman sehingga enggan mempelajarinya. Salah satunya kain tenun tradisional gadod asal Desa Nunuk Baru Kecamatan Maja. Proses pembuatannya masih menggunakan alat tenun tradisional sehingga produksinya terbatas. Tak kalah miris, penenunnya juga hanya hitungan jari, dan itu juga sudah lanjut usia. Bila tidak ada perhatian dari pihak terkait dalam beberapa tahun kedepan, tenun gadod mungkin hanya tinggal sejarah. Yanto Nuba, sekretaris Desa Nunuk Baru mengatakan, tenun gadod di wilayahnya kini hanya dikerjakan tiga orang. Rata-rata umurnya sudah di atas 70 tahun, karena tidak ada penerus seperti generasi muda yang tertarik mengikuti jejak penenun gadod itu. “Ketiganya yaitu Isoh (70), Suinah (78) alias Ema Oyot Dimong dan, Kasti (73). Mereka berada di RT 05 RW 03 Blok Desa Nunuk Baru, Kecamatan Maja,” terangnya kepada Radar, Minggu (19/9). Yanto mengungkapkan, tenun gadod dibuat dan dkirim berdasarkan pesanan dari pembeli. Biasanya pembeli berasal dari Sumedang dan Bandung. Sebagai aksesori pelengkap baju kebaya layaknya selendang, dengan warna dan motif khas yang sudah turun temurun. “Selain itu juga dipergunakan untuk kain kafan, sehingga warga di sini tidak perlu membeli kain kafan apabila ada orang meninggal. Untuk bahan bakunya ada di sekitar desa, berupa pohon kafan yang ditanam oleh warga,” jelasnya. Pemdes Nunuk Baru, kata Yanto, tidak berdiam diri, dari pembiayaan dana desa pihaknya berupaya melestarikan kain tenun gadod dengan pemberdayaan ekonomi. Caranya memberi bantuan modal, alat jahit, dan pelatihan termasuk pemasaran dan promosi. “Alhamdulillah sudah ada sejumlah generasi muda yang tertarik dengan kain tenun gadod ini. Bulan yang lalu bahkan sudah datang turis dari Belanda yang melakukan penjajakan untuk pemesanan,” ucapnya. Isoh menuturkan menjual kain tenun buatannya seharga Rp100 ribu per lembar ukuran selendang. Dia mengaku tidak bisa kalau pakai mesin jahit, bisanya pakai alat tenun dengan tangan saja. “Saya berharap tenun gadod ini bisa terus dilestarikan agar tidak punah,” pintanya. (gus)      

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: