(3) Napak Tilas dengan Pesawat Bekas Perang Dunia II; Butuh 10 Tahun Perbaiki Bekas Pesawat Perang

(3) Napak Tilas dengan Pesawat Bekas Perang Dunia II; Butuh 10 Tahun Perbaiki Bekas Pesawat Perang

Pesawat Douglas C-47 Skytrain menjadi andalan logistik tentara sekutu pada Perang Dunia (PD) II (1939–1945). Pada usia lebih dari 70 tahun, pesawat berbadan bongsor itu masih bisa terbang. Dari Australia menuju Tiongkok. Untuk menapaktilasi operasi pengiriman logistik melewati Pegunungan Himalaya. JOBE yang kini berusia 77 tahun lantas menjelaskan kehebatan C-47 Skytrain. Total telah 10 ribu unit C-47 Skytrain diproduksi Douglas Aircraft Company di Long Beach California dan Oklahoma City. Pada PD II, C-47 Skytrain umumnya digunakan sebagai pesawat angkut personel, kargo, dan medis. ”Pesawat ini berperan sangat vital. Bahkan, peran The Tigers pun tidak akan ada apa-apanya tanpa pesawat ini,” yakinnya. Douglas C-47 Skytrain adalah varian militer Douglas DC-3. Menggunakan mesin ganda P&W R-1830 Radial Engines, 14 silinder, C-47 mampu membawa 28 orang (pasukan) plus 3 awak pesawat. Plus 2,5 ton barang bawaan dengan maximum take off weight hingga 14 ton. C-47 Skytrain diproduksi awal pada 1935. Pun pesawat yang dibawa Jobe dkk, umurnya sudah lebih dari 70 tahun. Tak ayal, untuk melakukan perjalanan yang cukup jauh dengan pesawat yang renta, diperlukan persiapan matang. Jobe menghabiskan waktunya lebih dari sepuluh tahun untuk menyiapkan misi tersebut. Riset saja memakan waktu sembilan tahun. Dia mencari data terkait PD II, terutama yang terjadi antara tentara sekutu dan Jepang di Tiongkok. ”Sejak pensiun, saya mulai aktif mencari segala data tentang perjalanan ini,” ungkap pengusaha properti asal California itu. Begitu pula halnya untuk merestorasi pesawat. Dibutuhkan waktu kurang lebih sepuluh tahun untuk memperbaiki pesawat yang dibelinya dari Ralph Crystal, seorang pilot asal Melbourne, Australia, tersebut. Sebelum dibeli Jobe, pesawat itu digunakan untuk kargo dan mengirim ternak. Sempat menganggur bertahun-tahun, pesawat tersebut diperbaiki Ralph pada awal 2004. Jobe lalu menghubungi Ralph, menyampaikan gagasannya untuk membuat misi Flying The Hump. Ralph langsung setuju. Dia menyukai ide bahwa pesawat itu akan menghormati pilot yang terbang melewati Himalaya pada PD II. Pada Maret 2014 Jobe membeli pesawat tersebut. ”Ini adalah kisah besar. Kau harus memercayaiku,” kenang Jobe saat meyakinkan Ralph. Perombakan besar-besaran dilakukan. Mengganti ban dan rem sampai merapikan panel navigasi pesawat. Namun, yang paling rumit adalah membersihkan karat hampir di sekujur bodi pesawat. Terutama di bagian mesin. Maklum, sudah puluhan tahun pesawat itu terparkir di sebuah garasi di Darwin. Karat tersebut juga yang membuat pengerjaan berjalan cukup lama. ”Kami harus teliti. Kalau tidak, akibatnya akan fatal,” tuturnya dengan mimik serius. (Fajrin Marhaendra/Bersambung)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: