Warga Demo Soal PLTU II, Ganti Rugi Uang Kerohiman Tidak Sesuai
CIREBON - Bukan hanya PLTU I yang dipersoalkan warga, dampak proyek pembangunan PLTU II di Desa Waruduwur dan Desa Kanci Kulon, juga masih menuai masalah. Pasalnya, uang kerohiman dan ganti rugi warga dibayar tidak sesuai harapan. Selain itu, belum seluruhnya warga terdampak bisa masuk menjadi pekerja di PLTU tersebut. Padahal, adanya proyek pembangunan sudah memutus mata pencaharian warga sebagai petani garam. Ratusan massa yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) bersama warga meluruk lokasi proyek pembangunan PLTU II, Kamis (6/10). Mereka meminta agar proyek pembangunan bisa mengakomodir hak-hak warga. Karena hingga kini, masyarakat belum menerima secara layak atas pembayaran tanah yang dijadikan lokasi PLTU II. \"Kita mendesak agar segera menghentikan pembangunan PLTU, karena tidak bisa menyelesaikan masalah pembayaran kepada warga secara layak,\" tutur Ketua Distrik GMBI Cirebon, Maman Qurtubhi. Selain mendesak agar uang kerohiman yang layak, pengunjuk rasa juga meminta agar warga lokal bisa diberikan pekerjaan berupa supply material. Aksi massa sendiri berlangsung kondusif, meski sempat terjadi dorong-mendorong dengan anggota polisi. Pengamanan dari kepolisian terbilang ekstra. Bahkan, kendaraan water canon juga berada di lokasi untuk mengamankan demo. \"Dalam satu bulan ke depan, kita akan melakukan demonstrasi terus- menerus, sampai tuntutan ini bisa diselesaikan,\" ucapnya lagi. Sementara itu, Sugeng, warga Desa Kanci Kulon mengatakan, lahan garam seluas setengah hektare terdampak akibat pembangunan PLTU. Meski tak memiliki sertifikat tanah, dirinya sudah sekitar 15 tahun menggarap lahan tersebut. Dampaknya, saat ini dirinya hanya menganggur. \"Kita sudah kehilangan lahan garapan dan mata pencaharian. Sementara kompensasi dana kerohiman hanya dihargai Rp 2.000 per meter. Kita ingin ganti rugi yang sesuai,\" ucapnya. Menurutnya, harga itu tidak adil dan tidak layak dengan kerugian akibat kehilangan mata pencaharian. \"Sementara kalau masuk ke lokasi PLTU untuk menjadi pekerja tidak diizinkan. Kita mau kerja apa lagi?\" imbuhnya. Hal yang sama juga terjadi kepada Pandi, warga Desa Waruduwur ini kehilangan lahan garam setengah hektare. Tak hanya itu, dia juga kini sama menjadi pengangguran. \"Sekarang nganggur, karena lahannya sudah dijadikan PLTU. Sementara kompensasi terlalu rendah. Anak-anak saya butuh untuk biaya sekolah,\" keluhnya. Dia berharap, PLTU bisa memberikan dana kerohiman yang layak kepada warga. Sebagian besar warga, kata dia, saat ini masih belum mendapatkan dana kerohiman yang layak. Karena jika dihitung dengan uang kerohiman Rp 2.000 per meter, berarti warga yang memiliki lahan setengah haktare hanya menerima sekitar Rp 5 juta hingga Rp 10 juta. \"Kita ingin yang layak. Berapa pun besarannya, tapi kalau Rp 2.000 per meter itu sangat tidak sesuai dengan kerugian,\" ucapnya. (jml)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: