Duuh…, Hasil Survei Pungli Terbanyak di Pelayanan SIM

Duuh…, Hasil Survei Pungli Terbanyak di Pelayanan SIM

BAGAIMANA reaksi sebagian warga Cirebon tentang aksi pemberantasan pungli? Dari survei yang dilaksanakan redaksi Radar Cirebon, kemarin, sebanyak 55% (dari 80 responden) pesimis pemberantasan pungli yang tengah digencarkan bakal menghentikan praktik-praktik perkeliruan pada pelayanan umum seperti KTP, KK, SIM, dan perizinan usaha. Dari hasil survei, juga diketahui bahwa pelayanan SIM menempati urutan teratas terjadinya pungli. Dari 80 responden yang mendapat pertanyaan tentang pungli di layanan apa, 37,84 persen menyebut layanan pembuatan SIM. Kedua adalah layanan kependudukan 28,38 %. Sementara itu, sejumlah institusi, termasuk kepolisian, saat ini sedang gencar melakukan aksi bersih-bersih dari segala tindak negatif yang dilakukan oleh oknum. Tidak terkecuali di Polres Cirebon Kota. Untuk memastikan institusinya bersih dari segala tindakan oknum, Polres Cirebon Kota memasang sejumlah baner dan papan pemberitahuan agar masyarakat berperan aktif menumpas praktik praktik suap atau pungli. Imbauan itu dipasang di sejumlah titik satpas pelayanan masyarakat seperti SIM, reskrim, perizinan, STNK, BPKB serta SKCK. Bahkan dalam papan imbauan tersebut tercantum nomor SMS yang bisa dihubungi apabila masyarakat melihat atau menemukan praktik-praktik perkeliruan yang dilakukan oknum anggota. Kapolres Cirebon Kota AKBP Indra Jafar SIK MSi melalui Kasi Propam Ipda Sukirno SH mengatakan bahwa upaya bersih-bersih di tubuh Polri memang sudah dilakukan sejak lama. “Kita sudah jalankan itu (bersih-bersih, red). Kita pasang pengumuman di sejumlah titik, tidak boleh ada pungli. Dua-duanya bisa kena pidana, pemberi dan penerimanya,” ujarnya. Ditambahkan, saat ini kesadaran masyarakat dan anggota harus ditingkatkan. Rata-rata yang rela merogoh kocek dan memberikan suap adalah mereka yang sibuk dan tidak punya banyak waktu untuk mengurus syarat-syarat administrasi. Akhirnya, nekat menempuh cara apapun agar mempersingkat waktu. “Padahal jelas itu pelanggaran. Ancaman hukumannya bagi penyuap 5 tahun, bagi penerima 3 tahun. Jangan main-main, kalau memang ada yang menyimpang, segera laporkan ke kami,” tegasnya. Salah satu tempat rawan pungli adalah bagian perizinan. Di Kota Cirebon, ada Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPMPPT). Kepala BPMPPT Kota Cirebon Drs Sumantho mengatakan selama ini berbagai upaya dilakukan. Termasuk di dalamnya menggunakan sistem perizinan online yang memudahkan dan dapat diakses di mana saja, kapan saja. “Urus perizinan sudah online. Jangan melalui calo,” pesannya, kemarin. Sebab, jika mengurus sendiri dan langsung, hampir seluruh item perizinan tidak dikenakan biaya. Selain itu, agar mempersingkat proses perizinan. Menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, jangan pernah memproses perizinan melalui calo atau perantara. Selain itu, dengan mengurus sendiri mengetahui kelengkapan persyaratan dengan lebih jelas. Termasuk tata cara dan aturan secara mendetail. Biaya perizinan sudah jelas sesuai aturan. Ada yang gratis dan sebagian bayar sesuai tarif berdasarkan aturan retribusi. BPMPPT Kota Cirebon mengelola 30 item dari 60 perizinan yang ada. Dari 30 perizinan tersebut, kata Sumantho, hanya tiga diantaranya menerapkan tarif retribusi. Yaitu izin trayek, Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dan HO atau izin gangguan. Hal itu tercantum dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 tahun 2012 tentang Retribusi Perizinan Tertentu. Sumantho menegaskan, imbauan untuk tidak memproses perizinan melalui calo merupakan peringatan keras bagi semua pihak. Termasuk pegawai di internal BPMPPT. “Jangan bermain-main dengan aturan,” tegasnya. Kemudahan yang diberikan dalam proses perizinan online, semata-mata untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Kadisdukcapil Kota Cirebon Sanusi SSos menegaskan institusi yang dipimpinnya tidak melakukan pungli. Selama ini, kata Sanusi, administrasi kependudukaan di Disdukcapil gratis. “Ini bagian dari wujud komitmen kami untuk memberikan pelayanan yang terbaik untuk masyarakat,” tegasnya, kemarin. Kalaupun ada bayar, tambah Sanusi, itu sifatnya hanya denda bagi mereka yang mengurus akta kelahiran terlambat lebih dari 60 hari. “Dan itu pun bayarnya bukan ke kami, tapi langsung bayar ke lewat BJB. Kita hanya diberikan bukti pembayaraan denda,” ujar mantan camat Kejaksan, itu. Sanusi bahkan mempersilakan wartawan bisa mengecek langsung proses pelayanan mulai dari awal hingga akhir pengambilaa KK, KTP, atau akta kelahiran. Kalau pun ada masyarakat yang mengeluhkan pengurusan KTP, KK, atau akta kelahiran, bahkan mengeluarkan uang hingga ratusan ribu rupiah, Sanusi mengatakan itu di luar Disdukcapil. “Jelas itu bukan bayar ke kami. Sekali lagi, tidak serupiah pun kami pungut dari warga,“ tandas Sanusi. (dri/ysf/abd)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: