Mendikbud Larang Guru Pakai LKS dan Buka Jasa Les
BALI – Semakin banyak saja larangan yang dikeluarkan Mendikbud Muhadjir Effendy. Terbaru menteri asal Malang itu melarang guru menggunakan lembar kerja siswa (LKS) dan membuka jasa les. Menurutnya pembelajaran harus benar-benar tuntas di kelas atau sekolah. Pernyataan larangan itu disampaikan Muhadjir usai pembukaan World Culture Forum (WCF) 2016 di Nusa Dua, Badung, Bali kemarin (13/10). Dia merasa memiliki alasan kuat mengeluarkan larangan itu. Terkait penggunaan LKS misalnya, dia merasa ada hubungan yang bias antara guru dengan penerbit LKS. ’’Sebaiknya putuskan saja hubungan dengan penerbit. Guru konsentrasi mengajar,’’ katanya. Selain itu menurut Muhadjir buku-buku resmi keluaran Kemendikbud juga sudah dilengkapi dengan butir-butir soal. Sehingga sudah bisa menghapus fungsi LKS. Muhadjir juga mengatakan dengan adanya LKS maka guru sering memberikan PR kepada siswanya. Alih-laih siswa mengerjakan soal itu di rumah, ternyata justru orangtua yang menyelesaikannya. Jadi menurut mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu LKS tidak bisa menjadi ukuran belajar siswa di rumah. Secara pribadi Muhadjir juga mendukung larangan guru memberikan PR. Namun dia mengakui saat ini masih terjadi pro dan kontra di masyarakat terkait tugas PR itu. Sehingga dia menuturkan sampai saat ini belum akan menerbitkan regulasi resmi melarang guru memberikan PR. Sementara terkait dengan guru yang membuka jasa les, menurut Muhadjir itu tidak benar. Baginya pembelajaran materi apapun sebaiknya selesai di kelas. Jika masih ada siswa yang merasa kurang memahami, ya dipecahkan atau dilakukan pengayaan di kelas. ’’Bukan membuka jasa les sore hari setelah pulang sekolah,’’ tandasnya. Menurutnya banyaknya guru yang membuka jasa les, tidak sejalan dengan kebijakan larangan memberikan PR. Tujuan melarang memberikan PR supaya anak memili waktu berkumpul lebih maksimal dengan orantuanya. Tidak lagi terbebani dengan PR maupun jam les. Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti mencoba bersikap netral atas kebijakan larangan guru menggunakan LKS dan membuka jasa les itu. ’’Kalau urusan LKS, oke tidak masalah dilarang,’’ katanya. Sebab guru di SMAN 13 Jakarta itu mengatakan pada umumnya kualitas LKS jelek dan dibuat asal-asalan. Khususnya soal-soal yang disaijikan kadang tidak nyambung dengan pokok materi yang diajarkan. Sedangkan terkait larangan bagi guru membuka les, harus dipertimbangkan lagi. Menurut Retno guru seharusnya tetap memegang etika ketika membuka jasa les. Diantara etika itu adalah tidak membuka jasa les untuk anak didik di kelas yang diampu. Sebab jika ini terjadi, bisa terjadi konflik kepentingan antara guru dan siswa. Di antaranya adalah guru tidak lagi objektif dalam memberikan nilai kepada siswanya. Dia khawatir siswa yang ikut les mendapatkan nilai bagus. Sementara siswa yang tidak ikut les ke dirinya, mendapatkan nilai jelek. Plt Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyidi mendukung larangan guru menggunakan LKS dan membuka jasa les. Dia menuturkan perlu waktu bagi pemerintah untuk menertibkan guru-guru yang masih menggunakan LKS. Sedangkan untuk larangan guru membuka les, dia merespon positif. ’’Sebaiknya guru memang tidak membuka les,’’ jelasnya. Unifah menuturkan guru diharapkan berfokus mengajar di sekolah. Namun pemerintah juga harus sportif dengan memperbaiki tata kelola penyaluran tunjangan-tunjangan ke guru. Dia berharap penyaluran tunjangan profesi guru (TPG) bisa tepat waktu dan jumlah, supaya guru fokus mengajar. CEO ruangguru.com, sebuah startup layanan kursus, Belva Devara menuturkan ada banyak tipikal siswa mengikuti kursus atau les. Diantaranya adalah ketika mempersiapkan diri menjelang ujian nasional (UN) atau seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri (SNM PTN). Selain itu yang diambil pelajaran tertentu seperti IPA, bahasa Inggris, atau matematika. Dia juga menjelaskan layanan kurus di ruangguru.com tidak melulu membutuhkan kehadiran fisik atau tatap muka. Siswa juga bisa menjalin komunikasi secara online dengan guru. Sehingga siswa tetap di rumah. Dia mengatakan saat ini anggota ruangguru.com mencapai 400 ribu siswa. Tidak semua anggotanya adalah siswa pengguna jasa kursus atau les. (wan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: