Penumpang Sakit Keras, Garuda Indonesia Tak Mendarat Darurat

Penumpang Sakit Keras, Garuda Indonesia Tak Mendarat Darurat

JAKARTA - Pilot Garuda Indonesia rute Jakarta–Melbourne diduga melakukan pelanggaran standard operating procedure (SOP) penerbangan. Dugaan itu mengemuka karena pilot tidak melakukan upaya pendaratan darurat saat ada penumpang dalam kondisi bahaya. Akhirnya penumpang bernama Lukmanto (66), itu meninggal dunia. Informasi tersebut disampaikan anggota Ombudsman RI Alvin Lie. Dia mendapatkan laporan itu dari salah seorang rekannya yang kebetulan berada dalam satu pesawat dengan Lukmanto. Kronologinya, insiden tersebut terjadi kurang lebih 50 menit setelah pesawat GA 716 take off dari Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, pada Jumat (14/10) pukul 23.00 WIB. Tiba-tiba ada announcement dari kru pesawat soal kebutuhan tenaga dokter karena ada penumpang yang sakit keras. ”Teman saya lihat langsung sang penumpang tersebut sedang dipapah ke toilet. Namun, tidak ada respons,” ungkapnya. Tiga menit berselang, announcement serupa diulang beberapa kali. Kondisi Lukmanto memang sedang gawat saat itu. Meski begitu, penerbangan tetap dilanjutkan ke Melbourne. Hingga akhirnya, pesawat mendarat Sabtu (15/10) pukul 09.10 LT di Bandara Internasional Melbourne. Sampai di sana, ternyata penumpang dilarang turun. Begitu pintu dibuka, polisi dan paramedis langsung masuk. ”Namun, penumpang yang sakit sudah meninggal,” ungkapnya. Hal itu tentu sangat disayangkan. Sebab, ada kesempatan mendarat darurat. Apakah itu di Surabaya atau Denpasar. Atau, bahkan return to base ke Cengkareng.  ”Apabila pesawat langsug divert,  kemungkinan penumpang yang sakit tersebut masih bisa diselamatkan,” tegasnya. Dia menduga ada pelanggaran SOP dalam insiden tersebut. Menurut dia, SOP di dunia penerbangan mewajibkan pesawat harus divert ke bandara terdekat bila ada penumpang dalam kondisi darurat. Misalnya, yang terjadi pada penerbangan Airbus A380 SQ rute Sydney–Singapura pada 2012. Pesawat mendarat darurat di Bandara Soekarno-Hatta karena ada penumpang yang sakit serius meski hanya 50 menit lagi tiba di tujuan bila dilanjutkan. ”Manajemen Garina perlu mempertanggungjawabkan insiden ini kepada publik. Mungkin almarhum Munir dulu juga masih dapat diselamatkan jika Garuda saat itu divert ke India atau bandara terdekat lain. Tidak lanjut ke Amsterdam,” paparnya. Direktur Keselamatan Penerbangan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Nasir Usman mengamini hal tersebut. Dia mengatakan, dalam SOP-nya ada ketentuan untuk mendarat darurat sesuai jenis pesawatnya bila ada penumpang yang mengalami gangguan kesehatan. Itu sekiranya tidak bisa ditangani semua kru atau penumpang lain yang mampu. ”Namun, semua diserahkan kepada captain pilot in command,” ujarnya singkat. Namun, saat disinggung soal insiden penerbangan GA 716, dia enggan berkomentar. Menurut dia, perlu dilakukan penyelidikan untuk mengetahui kondisi sebenarnya. Consul for Protocol & Consular Affairs KJRI Melbourne Umbara Setiawan menambahkan, saat ini penyebab kematian penumpang tersebut belum bisa dirilis karena masih ditangani koroner Australia. Dia pun membenarkan korban yang merupakan permanent resident di Australia itu meninggal saat masih di atas pesawat. ”Yang bersangkutan juga telah menggunakan kursi roda saat di bandara Indonesia,” ungkapnya. Corporate Communications Garuda Indonesia Benny S. Butarbutar mengonfirmasi kabar tersebut. Dugaan sementara, penumpang terkena serangan jantung. ”Saat ini lagi dalam urusan kepolisian, karantina, imigrasi Melbourne Airport, dan unit concern lainnya,” tuturnya. Saat disinggung soal keputusan tak mendarat darurat, Benny tidak berkomentar panjang. Dia hanya mengatakan masih menunggu laporan detail soal kejadian tersebut. (mia/c7/oki)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: